Chapter 4

26 6 15
                                    

——————————

Live Fast for The Moment
(Previous Chapter: Chapter 3)

   Tanpa bantahan seperti biasanya, Ricky menurut lalu segera keluar dari ruangan Martin. Sahabatnya itu sedang kesal sekarang, ia tidak ingin membuatnya bertambah kesal.

——————————

   Ricky dan Mike masuk sampai di ruangan Martin. Mike menundukkan kepalanya saat melihat Martin. Perasaannya sudah tidak enak sekarang.

   "Baca ini." Martin menyerahkan surat tadi pada Mike.

   B-bagaimana bisa? batin Mike seraya menatap surat di tangannya.

   "Bagaimana bisa ada beberapa warga yang tersandera? Bukankah aku memerintahkan padamu untuk melindungi para warga terlebih dahulu sebelum menyerang?"

   Mike menundukkan kepalanya. Terdiam mendengar perkataan Martin. Ia merutuki diri sendiri atas kecerobohannya.

   "Jawab aku!" bentak Martin.

   "Maaf, tuan... Para prajurit Xiaa menyerang kami begitu melihat kami datang. Saya sudah memerintahkan beberapa prajurit lainnya untuk menyelamatkan para warga."

   "Lalu, kenapa masih ada yang tersandera?" Suara Martin terdengar lebih tenang dari sebelumnya.

   "Saat itu kami terpojok akibat prajurit clan Xiaa lebih banyak. Saya memerintahkan pada beberapa prajurit yang bertugas untuk menyelamatkan para warga agar kembali dan melawan clan Xiaa."

   Martin memijit pelipisnya. "Bukankah aku sudah bilang keselamatan para warga lebih penting dari wilayah clan ini? Lalu, siapa saja prajurit yang menyelamatkan para warga?"

   "Steve, Alec, dan delapan belas prajurit lainnya."

   Martin menghela napas. Pandangannya tertuju pada Mike yang menundukkan kepalanya. "Baiklah, kau boleh pergi."

   Mike mengangguk lalu memberikan penghormatan sebelum pergi.

   Apa yang harus kita lakukan sekarang? batin Martin

—Live Fast for The Moment—

   Natalie kembali mengobati para prajurit yang terluka, sementara Sharon tetap bermain boneka di kamar Natalie. Gadis kecil itu terlalu asyik bermain, hingga tak sadar jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam.

Tok, tok, tok!

   Ada bunyi ketukan di pintu kamar Natalie. Sharon terkejut lalu menatap pintu putih tersebut. Namun, ia mengabaikan ketukan tersebut lalu kembali bermain. Beberapa detik kemudian, ketukan tersebut kembali terdengar, namun suaranya terdengar lebih keras. Sharon ketakutan, namun ia masih mengabaikan ketukannya.

   Siapa yang mengetuk pintu? Tidak mungkin kak Natalie, pikirnya seraya menatap lekat pintu di depannya.

Tok, tok, tok!

   Kali ini, ketukan tersebut terdengar jauh lebih keras, bahkan terdengar seperti gedoran. Sharon yang ketakutan pun langsung bersembunyi di bawah meja kerja Natalie. Tak lama, pintu terbuka. Sharon melihat sepasang kaki yang berbalut celana jeans panjang berwarna hitam dan mengenakan sepatu berwarna abu-abu tua. Sharon membekap mulutnya sendiri. Orang tersebut mulai berjalan masuk ke kamar Natalie. Ia berhenti di depan meja kerja Natalie lalu menaruh sesuatu. Orang tersebut berjalan berbalik, menuju pintu kamar Natalie. Sharon bernapas lega. Baru beberapa langkah berjalan, orang itu berhenti.

Live Fast for The MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang