- 6 -

4K 305 13
                                    

Lengkingan suara nyaring dari benda diatas nakas yang terletak disamping kasur Aksa membuat kesadaran cowok itu ditarik secara paksa. Netra sayu Aksa mengerjap perlahan, ia masih sangat mengantuk, matanya masih sangat berat untuk terbuka, tapi suara nyaring dari alarmnya membuat Aksa terbangun. Rasa pening langsung menjalar, menghantam kepalanya. Aksa sedikit meringis, kembali memejamkan netranya erat untuk menghalau pening tersebut, setelah merasa baik-baik saja, ia segera bangkit.

Aksa mematikan alarmnya yang kini menunjukkan pukul 5 pagi. Bergegas ia menuju kamar mandi hendak berwudhu untuk melaksanakan shalat subuh. Biasanya Aksa akan lebih dulu bangun sebelum alarm yang selalu terletak dinakasnya dan tidak pernah berpindah itu memekik menjalankan tugasnya untuk membangunkan Aksa, tapi mungkin karena semalam cowok itu sempat demam dan sulit tidur karena terus merasakan nyeri di sekujur tubuhnya membuat Aksa akhirnya terlambat bangun.

Hari masih terlalu pagi, udara diluar sana juga masih didominasi oleh embun pagi dan oksigen yang belum tercampur dengan polusi udara. Bahkan kicau burung pun masih samar terdengar, belum seramai biasanya. Tapi Aksa kini sudah berkutat dengan buku-bukunya yang di susun rapi sesuai jadwal pelajaran hari ini lantas dimasukkan kedalam ranselnya. Aksa merasa sudah baikan, atau lebih tepatnya merasa mendingan dari kemarin, hanya tubuhnya yang masih belum bertenaga sepenuhnya. Dan sesuai prinsip Aksa, tubuh kalau sakit tidak boleh dimanja, bukannya sembuh justru akan tambah sakit, makanya kini Aksa juga sudah bersiap untuk berangkat sekolah, memulai aktifitasnya.

Aksa mengecek sejenak penampilannya di depan cermin, setelah merasa tidak ada lagi yang perlu diperbaiki, ialantas menuntun tungkainya berjalan keluar kamar, menuruni setiap anak tangga untuk kemudian menuju meja makan. Sudah ada papanya disana dengan jas hitam juga tas hitamnya ala orang kantoran, Pras menatap Aksa dengan tatapan terkejut.

"Abang?! Kok udah pake seragam?"

Aksa mengangkat bahunya sekilas, kemudian menarik kursi disamping sang Ayah.

"Emang kenapa?" tanya Aksa.

"Memangnya kamu sudah baikan?" pertanyaan Pras Hanya dijawab anggukan mantap oleh Aksa. Ia sibuk menumpahkan sereal ke dalam mangkuk, dilanjutkan dengan susu putih hangat yang sepertinya dibuat oleh Pras.

"Seriusan udah baikan, bang? Papa gak mau kalau kamu ternyata maksain diri,"

Aksa memutar kedua manik legamnya dan mendengus, "I'm okay, Papa."

Mendengar jawaban Aksa, Pras hanya bisa mendesah berat, padahal sangat jelas ia bisa melihat raut pucat yang masih tertinggal di wajah Aksa.

Membuat Aksa jujur dengan apa yang dirasakannya itu sangat mustahil, Ratna saja sebagai ibu dari si kembar kadang sangat kesulitan mengerti apa yang diinginkan dan apa yang tidak disukai Aksa. Cowok 16 tahun itu penuh dengan ekspresi yang tidak tertebak, sifatnya yang terlalu pendiam dan sangat tertutup membuat Aksa justru lebih menonjol dengan sikap misteriusnya. Tapi berbeda kalau sudah menyangkut sang adik, kekhawatiran dan rasa cemas Aksa, sedalam apapun berusaha ia sembunyikan tetap akan terlihat jelas.

Tipikal Aksa sekali, mengedepankan orang lain daripada dirinya sendiri.

"Ya sudah, tapi kamu berangkatnya bareng papa. Sekalian nanti papa jemput, kita langsung ke rumah sakit." Final Pras, dan Aksa hanya menjawabnya dengan anggukan.

Tidak ada yang spesial dari hari Aksa di sekolah selain Adam yang memboronginya dengan banyak pertanyaan perihal Aksa yang menghilang selama dua hari tanpa kabar. Bukan tipikal Aksa seperti biasanya, kalau Aksa sampai bolos seperti itu, Adam yakin ada sesuatu yang genting telah terjadi, mengingat Aksa sosok yang sangat mengedepankan urusan pendidikannya.

Tatapan Aksa fokus pada semangkuk mie ayam yang masih saja diaduk-aduk olehnya. Aksa baru saja selesai menambahkan kecap, sedikit sambal dan perasan jeruk nipis kedalam mangkuknya.

SILHOUETTE ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang