Dari ambang pintu, gadis dengan pashmina peach itu menatap lekat pada tangan sosok yang terjulur didepannya. Ada desir hangat di dalam sana melihat bagaimana sosok Aksa menyambut hadirnya. Dan seperti biasa, meminta agar telapak hangat milik Annisa untuk bisa digenggamnya.
Sedikit berlari, Annisa mendekat dan meraih uluran tangan Aksa. Membiarkan jemari mereka saling bertaut disana.
Lalu dengan tidak peduli, menubruk tubuh Aksa untuk memeluknya, mengeratkan pelukannya sekadar meyakinkan hatinya bahwa sosok yang dirindukan benar-benar ada dihadapannya sekarang. Sedang membalas pelukannya dan telah baik-baik saja.
Mengabaikan dua pasang mata di sofa yang menatap malu-malu adegan didepan mereka. Tolong diingat, Dika dan Adam masih jomblo! Jiwa keduanya masih suci untuk menyaksikan ke-uwu-an dihadapan mereka.
Apa lagi Dika. Tampak jelas bagaimana ia menelan saliva dengan canggung, lantas mengerjap berkali-kali, mengarahkan netranya kemana saja asalkan bukan pada dua sejoli di depan sana.
"Aku pikir kamu hilang," ujar gadis itu. Gema suaranya bergetar hampir menangis.
Dika sedikit mengintip dari sudut matanya ketika indera pendengarnya menangkap suara bergetar milik Annisa.
"Maaf bikin kamu khawatir."
Tangan Aksa masih terus mengusap pelan punggung Annisa. Rasanya menyakitkan bercampur dengan rasa bersalah. Ia ingat kalimat terakhir yang dikatakannya pada Annisa petang itu, dan bagaimana kejadian selanjutnya benar-benar hampir merebut Aksa. Ia sadar ada ketakutan besar yang telah ditorehkannya pada gadis itu.
"Aku enggak kemana-mana, Cha" lagi. Seolah Aksa berusaha meyakinkan bahwa sosoknya ini nyata.
Annisa melepaskan pelukannya. Membuat Aksa cukup takjub melihat wajah sembab memerah Annisa dan juga bekas air mata yang masih sangat basah disana.
Aksa sedikit tersipu mengingat gadis didepannya ini terlalu tegar dan termasuk jarang menangis. Kali ini, setelah dirinya menjadi alasan untuk Annisa menangis, Aksa merasa seperti diberikan lampu hijau.
"Semua udah baik-baik aja sekarang, kan? Enggak ada lagi alasan kamu untuk tidak menjadi Aksara. Jadi, ayo.. mulai skarang, kamu harus bahagia, hm?"
Aksa tersenyum, sangat teduh. Menatap gadis yang selama hampir tiga tahun ini menjadi tempat pelariannya, menjadi satu-satunya yang bisa melihat Aksa transparan sebagaimana luka-luka itu bersemayam di dalamnya. Tangannya sibuk menyeka air mata Annisa yang terus saja menetes disela-sela kalimatnya.
Lantas Aksa mengangguk. Tidak berniat mengucapkan apapun lagi, karena semua sudah terasa sempurna sekarang. Sekali lagi, ia menarik Annisa dalam pelukannya. Semakin erat semakin mengisyaratkan rasa terima kasihnya untuk gadis didepannya kini.
Dari tempatnya berada, Dika memperhatikan bagaimana Aksa dan Annisa saling berinteraksi seolah ruangan ini hanya dihuni oleh mereka berdua saja. Disamping Dika, ada Adam yang sibuk dengan ponselnya dan tampak tidak peduli dan tidak tertarik untuk menyaksikan adegan romansa didepan mereka.
Ada perasaan lega yang berdesir didalam dada cowok itu. Melihat abangnya selama ini tidak seorang diri, melihat orang-orang yang begitu peduli dengan Aksa, melihat Aksa tidak benar-benar kesepian.
Rasanya, Dika hanya perlu memperbaiki apa-apa yang harus dibenahi. Memulai dari awal lagi, perlahan menyembuhkan luka pada Aksa yang hampir seluruhnya ditorehkan oleh Dika.
Baru setelah itu, Dika merasa semua akan baik-baik saja ada atau tanpa dirinya.
*
Menjelang petang, gadis bertubuh mungil dengan tunik peach dan kerudung senada itu akhirnya pulang setelah berpamitan dengan kedua orang tua Aksa.
![](https://img.wattpad.com/cover/209391818-288-k432521.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SILHOUETTE ✅
Fiksi RemajaBook I of AKSARA DIKARA ______ Dika, jangan bersedih. Takdir memang terlalu kejam membuatmu harus terkurung dalam cangkang patah asa. Membuat semua mimpimu berakhir pupus tak bersisa. Tapi, Dika. Aku ingin kamu tahu, ada aku yang bisa kamu benci se...