Setelah sempat membuat Aksa ketar-ketir selama 2 hari ini karena demam tinggi, sekarang kondisi Dika sudah membaik. Bahkan cukup dikatakan sangat baik karena anak itu sudah bisa mengabaikan Aksa lagi seperti sebelum-sebelumnya. Untung saja selama demam jantung Dika tidak ikut berulah.
Hari ini Aksa sengaja ingin pulang cepat untuk menemani Dika check up rutin. Seharusnya dilaksanakan senin kemarin, tapi karena kondisi Dika tidak memungkinkan, jadi ditunda hari ini. Aksa sudah mengirimi adiknya pesan untuk segera bersiap-siap, agar ketika sampai mereka bisa langsung berangkat. Dan lagi-lagi, pesan Aksa tidak mendapat balasan kecuali dua centang biru yang menandakan pesannya telah dibaca.
"Mau langsung pulang, Sa?"
Suara Adam disampingnya menarik atensi Aksa dari lamunannya tentang sang adik. Menoleh ke arah samping, tepat pada Adam yang sibuk mengatur barang-barangnya, memasukkan buku-buku ke dalam tas.
"He'em. Hari ini jadwal Dika check up, gue nggak mau telat"
Adam hanya mengangguk mengiyakan. Ia teringat jadwal Aksa yang cukup padat untuk seminggu kedepan karena olimpiade yang sudah didepan mata. Apalagi jam belajar mereka banyak tersita karena guru-guru sibuk menyiapkan acara minggu depan tersebut.
"Belajarnya sama Nisa gimana?"
"Bisa nanti face time aja kek biasa. Yaudah, gue balik dulu, yah! Za, gue duluan!" ujar Aksa sambil menepuk bahu Adam, sedikit menoleh ke belakang tempat Reza duduk. Ketika mendapat anggukan dari kedua sahabatnya, Aksa segera bergegas meninggalkan kelas.
"Aksa kayaknya sayang banget sama Dika, yah, Dam? Baru tau gue ntu mesin pencetak eksrim bisa seperhatian itu sama orang lain. Dingin-dingin tapi sweet euy!" ujar Reza tepat ketika Aksa menghilang dari balik pintu.
Adam terkekeh pelan. Kemana saja Reza selama ini baru tahu hal itu? Ternyata sebagai sahabatnya dan Aksa, Reza tergolong newbie yang tidak tahu apapun soal kehidupan Aksa.
"Bukan kayaknya lagi, Za, tapi Aksa tuh seolah hidup cuma buat jagain adeknya doang. Yah.. meskipun.. lo tau lah gimana sikap Dika ke Aksa"
"Oh iya, anjir! Gue baru beberapa kali ketemu Dika, tapi aura kulkas dua pintunya terpancar nyata, gila! Menggigil gue lama-lama deket Dika. Beku!"
Adam tertawa. Apa yang Reza katakan benar adanya. Bahkan dirinya yang sudah lama bersama si kembar tetap merasakan hal itu.
"Eh, jangan-jangan si Dika sebenarnya jelmaan Elsa, punya kekuatan es. Gue yakin, lo juga pasti ngerasain, kan? Kalau di dekat Dika bawaannya menggigil mulu!"
"Ck! Lo sekolah makin lama bukan makin pinter tapi tambah gesrek aja otak lo. Udah ah! Gue mau balik! Bhaayy!" Adam melambaikan tangannya di udara. Lantas berlalu begitu saja meninggalkan Reza yang misuh-misuh karena ditinggal sendiri.
*
Aksa memperhatikan Dika yang sedang berlari kecil diatas treadmill dengan beberapa alat menempel di dadanya, tersambung dengan mesin EKG yang merekam aktivitas jantung Dika.
Padahal laju treadmill tidak begitu cepat, tapi Dika yang tampak memejam erat karena kewalahan juga deru napasnya yang mulai tidak teratur benar-benar membuat Aksa khawatir.
Disamping Dika, dokter Farida dengan tampang serius juga sesekali kerutan halus di dahinya memperhatikan Dika juga kertas yang tercetak dari mesin EKG yang menunjukkan rekaman jantung Dika. Lantas helaan napas lelah dari dr. Farida terdengar jelas ditengah hening.
Dokter Farida memelankan laju treadmill sehingga Dika terlihat seperti sedang berjalan diatas treadmill meskipun dengan tempo yang masih lumayan cepat. Tangannya mencengkeram erat kedua sisi tiang treadmill sambil membiarkan peluh terus berjatuhan membasahi wajah pucatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SILHOUETTE ✅
Novela JuvenilBook I of AKSARA DIKARA ______ Dika, jangan bersedih. Takdir memang terlalu kejam membuatmu harus terkurung dalam cangkang patah asa. Membuat semua mimpimu berakhir pupus tak bersisa. Tapi, Dika. Aku ingin kamu tahu, ada aku yang bisa kamu benci se...