Hari mulai petang, semburat jingga telah menampakkan biasnya dari sela-sela tirai jendela rumah sakit. Mega nya dengan angkuh menguasai langit, membiarkan merah saga di angkasa perlahan mulai membawa kelabu yang semakin gelap.
Hari semakin petang, dan sebentar lagi tampaknya akan turun hujan.
Aksa masih bisa menangkap suara kendaraan dari bawah sana, diiringi suara langkah kaki yang saling bersahutan.
Membuat ia sadar, tempat ini tidak pernah sepi. Silih berganti derap langkah itu menandakan letih yang mulai latah untuk menjaga sebuah kehidupan. Untuk membuatnya tetap ada dan tidak hilang.
Sebagaimana pinta Dika padanya, dan harapan Aksa pada Dika.
Pada petang yang syahdu itu, semesta seolah kembali membawa petaka untuk Pras dan Ratna. Mungkin juga untuk Dika, tapi tidak bagi Aksa yang terlalu terbiasa menerima. Maka dari itu, Aksa harap Dika tidak akan pernah tahu.
Aksa harus kembali menjalani pemeriksaan lebih lanjut karena gerak tubuhnya yang kadang tidak sesuai dengan perintah dari otaknya. Mulai dari tangannya yang dirasa sulit menggapai sesuatu berkali-kali, juga dengung panjang yang mendatangkan nyeri di kepalanya, ia paham ada yang salah dengan dirinya.
"Benturan yang Aksa alami pada saat kecelakaan memang tidak mengakibatkan cidera parah untuk bagian luar. Tapi benturan tersebut berhasil menyebabkan gumpalan darah masuk pada ruang diantara tulang tengkorak dan lapisan yang menyelimuti otak Aksa, ditambah lagi kami menemukan benturan dari benda tumpul yang berkali-kali pada bagian kepala Aksa,"
Sambil menunjuk hasil CT Scan yang muncul di layar, dokter tersebut menjelaskan pada Aksa juga kedua orang tuanya.
Aksa berusaha menahan ketakutannya sambil kedua tangan cowok itu saling bertaut dibawah meja. Membawa kembali memori bagaimana seseorang dengan postur tubuh besar itu memukulinya, bahkan tidak terhitung berapa kali kepala Aksa menjadi sasaran tendangannya.
"Gumpalan darah itu meningkatkan tekanan di kepala dan berpotensi menekan otak. Ini yang menyebabkan pergerakan Aksa terganggu. Bukan hanya itu, hal ini juga bisa berpengaruh pada penglihatan, kemampuan berbicara, juga pada kondisi paling parah, akan mengganggu kesadaran hingga menyebabkan kematian jika tidak segera ditangani."
"Perlu diketahui, kondisi ini termasuk salah satu silent killer dalam dunia medis. Penderitanya ada yang bertahun-tahun baru merasakan gejala, ada yang langsung mengalami mati otak setelah benturan, dan ada pula yang kejadiannya seperti Aksa, kita tidak bisa memprediksi berapa lama pengidap dapat bertahan kalau tidak segera ditangani."
"Jadi, bisa dengan operasi, kan, dokter?" papa buru-buru menyela ucapan dokter, untuk sekedar memberikan ketenangan pada detaknya yang ia sadari mulai tidak karuan karena takut. Sulungnya sedang tidak baik-baik saja sekarang.
Helaan napas dokter terdengar, "Tidak semudah itu. Dilihat dari kasus yang Aksa alami, gumpalan ini terus membesar meskipun belum memberikan efek yang signifikan pada tubuh Aksa. Memaksakan untuk operasi tidak menutup kemungkinan bisa melukai otak Aksa. Dengan operasi, kemungkinan hanya bisa mengatasi setengah dari gumpalan pada otak Aksa tersebut. Dalam kasus ini, operasi gumpalan darah pada otak memiliki presentase keberhasilan 30% dengan resiko amnesia permanen, dan 70% nya--"
"Gagal di meja operasi." suara Aksa terdengar menyela ucapan dokter.
Sejenak netra kelam Aksa bertemu dengan milik dokter dihadapannya, mencoba menafsirkan makna dari tatapan tersebut.
Aksa mendesah pelan, sebab hening panjang yang diciptakan dokter setelahnya, berhasil menafsirkan semua tanpa harus berkata-kata.
Setelah kembali ke ruangan Aksa. Masih tidak ada yang berani membuka suara. Penjelasan dokter mampu membuat Ratna syok. Operasi otak bukanlah operasi yang ringan, apalagi untuk kasus yang Aksa alami, beberapa kali justru menyebabkan kematian. Dan sayangnya, Aksa berada pada presentase terbesar untuk gagal, membuat mereka takut mengambil langkah selanjutnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
SILHOUETTE ✅
Teen FictionBook I of AKSARA DIKARA ______ Dika, jangan bersedih. Takdir memang terlalu kejam membuatmu harus terkurung dalam cangkang patah asa. Membuat semua mimpimu berakhir pupus tak bersisa. Tapi, Dika. Aku ingin kamu tahu, ada aku yang bisa kamu benci se...