Pagi-pagi sekali setelah sarapan. Adam menyempatkan menemui Dika dikamarnya, sedang Aksa sudah didepan lebih dulu menyiapkan mobil.
"Dika? Berangkat dulu, yah. Lo jaga rumah baik-baik, belajar jangan malas, cepet istirahat. Dadah!" Ujar Adam sambil mengusak surai Dika. Tapi dengan kesal Dika langsung menepis tangan Adam yang hanya disambut kekehan dari Adam.
Semalam Adam memang memilih menginap di rumah si kembar untuk memantau kondisi Aksa. Untung saja subuh tadi Aksa benar-benar sudah membaik setelah kemarin sempat membuat dirinya hampir jantungan. Belum lagi insiden tersebut melibatkan Adam yang tidak tahu apa-apa dan sedang bobok syantik di rumahnya. Adam berjanji akan membabat habis orang yang berani sekali menggunakan namanya untuk mencelakai Aksa.
Adam mendekat ke arah mobil, di dalam sudah ada Aksa duduk dibalik kemudinya. Mengetuk jendela mobil tersebut, membuat Aksa akhirnya menurunkan kaca jendelanya,
"Turun lo!" pinta Adam dengan nada memerintah. Sedang Aksa hanya menatap Adam dengan dahi berkerut.
"Apaan sih?!"
"Gue yang nyetir. Cepetan turun dah!"
"Cepetan Aksa! Ini Dika yang nyuruh, itu anak khawatir kondisi lo belum baik buat nyetir" ujar Adam lagi yang kali ini sontak membuat Aksa menegang.
Aksa mengerjap. Mencari kebenaran dari ucapan Adam tadi, tapi mendengar bagaimana getar suara Adam ketika berucap, membuat Aksa dalam hati berharap bahwa apa yang Adam ucapkan nyata adanya. Bisakah Aksa menaruh harapan pada Dika atas hubungan mereka kini? Meskipun rasanya terlalu mustahil.
Tapi sepertinya semesta tidak akan sebaik itu pada Aksa. Selamanya Aksa akan tetap dihantui rasa benci oleh saudaranya sendiri, seharusnya Aksa sadar diri tanpa mengharapkan apapun. Karena kalimat yang Aksa dengar dari Adam selanjutnya ketika ia keluar dari dalam mobil, lagi-lagi menyadarkan Aksa.
"Tapi boong! Hehehee.. bukan Dika. Gue yang khawatir sama lo. Udah buruan masuk, gue gak mau telat!" Ujar Adam santai lantas memasuki mobil tepat dibalik kemudi. Meninggalkan Aksa yang terdiam mematung dengan sekelebat gemuruh di dadanya.
Kedua netra Aksa memejam, sedang tangannya terkepal pada kedua sisi tubuhnya. Ia ingin marah pada Adam, tapi tetap saja, Aksa akan menahan segala amarahnya. Lagipula apa yang diucapkan Adam ada benarnya, terlalu mustahil kalau Aksa berharap Dika akan menghawatirkan dirinya.
Tidak ingin memperpanjang masalah, Aksa memilih masuk ke dalam mobil. Tapi bukannya di samping kemudi, Aksa lebih memilih di jok belakang. Setidaknya ia butuh diam untuk meredam amarahnya.
*
Suasana kelas tampak hening, kendati para murid sedang menyibukkan diri di kantin. Pelajaran Matematika dan Sejarah selalu berhasil menguras tenaga para pelajar meskipun mereka hanya sekedar duduk mendengarkan penjelasan dari guru, membuat kelas akan berubah kosong ketika jam istirahat tiba.
Tapi hal itu tidak berlaku untuk Aksa dan Adam yang masih berada pada posisi yang sama seperti sebelum bel istirahat. Aksa menyibukkan diri dengan belajar, sedang Adam, sejak tadi pagi ia enggan pergi dari sisi Aksa. Pasalnya sejak berangkat sekolah Aksa mendiami Adam karena bercandanya yang menurut Aksa kelewatan.
"Sa, maafin gue lah! Gue, kan, bercandanya emang kelewatan kalo lo lupa," ujar Adam. Tangannya sudah menarik-narik ujung seragam Aksa. Membuat cowok itu hanya bisa mendengkus kesal.
"Lo ke kantin aja sono, Dam. Disini tambah bikin kepala gue pusing!"
"Lo pusing, Sa? Mau gue ambilin aroma terapi di UKS, gak? Tapi mungkin agak lamaan yah, soalnya masih ada yang harus gue lakuin sebelum ke UKS, gue juga pengin ke kantin dulu buat ngisi amunisi" jelas Adam panjang lebar. Mendengar suara Adam justru semakin membuat kepala Aksa ingin pecah.
KAMU SEDANG MEMBACA
SILHOUETTE ✅
JugendliteraturBook I of AKSARA DIKARA ______ Dika, jangan bersedih. Takdir memang terlalu kejam membuatmu harus terkurung dalam cangkang patah asa. Membuat semua mimpimu berakhir pupus tak bersisa. Tapi, Dika. Aku ingin kamu tahu, ada aku yang bisa kamu benci se...