- 22 -

1.9K 223 67
                                    

Adam memacu laju motornya dengan kecepatan 100 km/jam. Tidak peduli dengan para pengendara yang memakinya karena tidak patuh pada lalu lintas, bahkan beberapa kali hampir menyebabkan kecelakaan.

Dalam kecepatan yang tidak terkontrol seperti itu, Adam masih saja merutuki jalanan yang entah bagaimana terasa lebih panjang dan lebih jauh dari biasanya.

Adam bahkan tidak bisa lagi mendapati ketenangan barang sejenak dalam dadanya. Perasaan panik menyelimuti relungnya, membuat ia bingung harus apa selain memacu motornya agar segera sampai di rumah si kembar.

Detak jantungnya semakin berpacu ketika memasuki kompleks perumahan Aksa dan Dika, dengan jarak yang masih cukup jauh, ia bisa melihat gerbang rumah mereka yang tampak dibiarkan terbuka. Waktu petang seperti ini untuk apa satpam rumah membiarkan gerbang terbuka dengan tidak sempurna seperti itu?

Ah, tidak. Satpam rumah mereka tidak pernah membiarkan gerbang terbuka lebih dari 10 menit kalau hanya untuk membiarkan kendaraan keluar masuk.

Sampai didepan, dengan brutal Adam meloncat dari kendaraannya dan memasuki pos satpam. TV dan AC dalam ruangan itu menyala, tapi..

"Brengsek!" umpat Adam ketika mendapati satpam rumah mereka tergeletak di lantai tidak sadarkan diri.

Adam segera kembali menaiki kendaraannya untuk mencapai pelataran rumah dengan cepat,

"Anjiiing!! Ini rumah apa bandara sih!" maki Adam lagi, menyadari masih membutuhkan waktu sekitar 3 menit untuk bisa sampai di depan pintu rumah mereka.

Tidak mempedulikan etika, Adam langsung menerobos masuk kedalam rumah. Sudah kebiasaan pintu rumah mereka tidak akan terkunci sebelum tengah malam.

"Dikaa! Aksaa!" teriak Adam ketika memasuki rumah

"Aksaa! Lo di rumah, kan?"

"Jawab gue anjing!!"

Hening. Masih tidak ada jawaban dari si empunya nama, membuat detak jantung Adam semakin tidak karuan.

Tepat ketika ia sampai di lantai dua, ia memeriksa kamar keduanya. Tapi nihil. Adam tidak bisa menemukan siapapun di rumah ini. Ia mencoba menelpon Aksa berkali-kali, tapi hanya suara operator yang memuakkan terdengar, membuat emosi Adam semakin tersulut.

Sampai akhirnya Adam teringat sosok yang menjadi satu-satunya harapan Adam, ia segera menelpon orang tersebut. Setiap nada panggilan tersambung berbunyi, semakin bertambah kekhawatiran Adam. Hingga suara daei seberang sana terdengar..

"Halo, kak?"

"Abang lo bawa mereka kemana, anjing?!" tanpa basa-basi, Adam dengan geram membentak sosok dibalik telepon itu.

Suara Adam menggema pada rumah besar yang lengang milik Dika dan Aksa, bersamaan dengan luapan emosinya yang tidak terkontrol.

Adam kacau.

*

Aksa perlahan membuka matanya. Rasa pening langsung menyerangnya tepat ketika kesadaran Aksa kembali. Ruangan dengan bau tanah bercampur oli juga tampak kumuh itu adalah yang pertama kali dilihatnya. Cahaya di ruangan itu remang, membuat Aksa harus mengerjap beberapa kali untuk benar-benar bisa melihat segalanya dengan jelas.

Jejak darah yang sudah mengering tampak jelas di pelipisnya. Ia tidak ingat jelas apa yang terjadi. Terakhir, ada mobil yang tiba-tiba muncul menghalangi jalur motornya, membuat keseimbangan Aksa terganggu dan berakhir dengan kecelakaan ringan.

Aksa mengedarkan pandangannya. Ia terbelalak mendapati Dika dalam keadaan tidak sadar disampingnya, kedua tangannya terikat dibelakang pada kursi kayu.

SILHOUETTE ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang