luk(A) yang sempurna

430 21 2
                                    

Alita menenggak pil kecil dari botol plastik berwarna putih yang dilabeli dengan nama serta petunjuk cara minum obat tersebut, setelahnya dia segera bergegas sambil terus mengapit ponselnya diantara bahu dan telinga.

"Gue ngga bisa ikut besok, ada kelas." Kata Alita berulang kali menjelaskan bahwa besok bukanlah hari liburnya. Berbeda dengan Natasha, sahabatnya. Everyday is holiday.

"Gue udah buka kamar, Taaaaa!" Teriakan itu terdengar hingga keluar dari ponselnya seperti dia me-loud speaker panggilannya.

"Besok gue harus gantiin Pak Cakra yang lagi cuti, bener-bener ngga bisa ditinggal kelasnya, Nath." Alita mendengus.

"Yaudah lo pake surat sakit aja besok."

"Ngga bisa."

Dilain tempat, Natasha bisa mendengar suara ketukan sepatu Alita yang sepertinya sedang menuruni anak tangga. Sedangkan dirinya, sedang bersandar santai sembari menunggu kuku kakinya diwarnai, sudah jadwalnya ganti warna kuku minggu ini.

"Kalo sakit emang rektor lo masih maksa? Laporin aja ke kementrian ketenagakerjaan. Atau kementrian pendidikan ya? Ah bodo amat deh."

Terdengar kembali dengusan dari sebrang sana. Natasha hanya mengangkat sebelah alisnya, sudah sangat tau watak sahabatnya ini. Jika bukan karna gempa bumi atau tsunami dia tidak akan bolos bekerja. Bisa dipastikan.

"Ngga bisa, Nath. Lagian lo mau buka kamar ngga nanya dulu ke gue bisa apa ngga, kan sayang duitnya." Kata Alita.

"Mba saya mau tambah orange juice ya." Kata Natasha sambil menjauhkan ponselnya sebentar.

"Gimana Ta?" Kata Natasha kembali pada ponselnya.

"Ngga bisa, Nath."

Natasha mendengus. "Yaudahlah."

Alita yang baru saja menaiki Trans Jakarta kemudian tersenyum. "Sorry yaaaa." Katanya dengan manja setelah mendapat tempat duduk dibarisan khusus wanita.

"Yaudah-yaudah. Tapi kelar dari kampus, lo bisa kan ke hotel?"

Alita tertawa. Bukan Natasha namanya jika langsung menyerah.

"Emang di hotel mana sih?"

"Hotel Mulia Senayan."

******

"You were here!" Natasha tau orang yang memencet tombol bell adalah Alita, jadi dengan antusias dia menyambutnya.

Setelah Alita memberitahu Natasha bahwa dia akan segera menghampiri sahabatnya itu setelah menyelesaikan kelasnya, teriakan bahagia Natasha nyaris menulikan telinganya.

"Gue haus!" Kata Alita sambil mendorong Natasha masuk kedalam, memberinya akses jalan menuju ruang tengah kamarnya.

Alita sedikit menganga melihat kamar yang dia masuki ternyata bukan sekedar kamar superior biasa, tapi presidential suite!

Alita mendengus. Memang sih Natasha tidak akan kesulitan hanya untuk membuka kamar presidential suite sementara dia bisa menyewa satu lantai hotel untuk dirinya sendiri. Tapi Natasha datang ke Hotel Mulia hanya karna penasaran dengan restoran hotel yang katanya chef di hotel ini memiliki sertifikat Michelin.

"Ambil aja tuh di bar, gue tadi bikin koktail no alkohol." Kata Natasha setelah membaringkan tubuhnya manja di sofa panjang yang terletak didepan balkon besar yang menyediakan pemandangan gedung-gedung pencakar langit kawasan sibuk Sudirman.

Alita menemukan koktail yang tadi Natasha buat. Tidak selera. Air mineral lebih tepat untuk menuntaskan dahaganya.

Setelah menemukan jejeran Equil dari lemari pendingin yang bersembunyi dibalik lemari, Alita menyusul Natasha dan duduk disebelahnya. Memberi mata kuliah hampir enam hari berturut-turut cukup membuatnya jengah, mungkin bisa hilang dengan melihat pemandangan dari balkon ini. Tapi yang menjadi perhatiannya saat ini bukan lagi Kawasan Distrik Sudirman, melainkan wajah Natasha yang berubah sendu seketika.

Alita melirik lengan Natasha, merasa ada yang berbeda dari sebelumnya. Oh, Tattoonya. Jumlah tattoo Narasha bertambah satu lagi. Dia ingat terakhir kali melihat lengan Natasha belum ada tulisan sepanjang itu dilengannya. Sebuah kalimat dengan font sulit terbaca, tapi dengan perlahan Alita mencoba mengejanya.

"La Vie en Rose." Alita mengucap pelan tulisan di lengan Natasha.

Natasha menoleh kemudian mengikuti arah pandang Alita.

"What the meaning?" Tanya Alita menunjuk tulisan tersebut.

Sebelum menjawab, Natasha tersenyum getir. "Means you are so happy, that life seems wonderful, because you're seeing everything through the 'rose-tinted spectacles' of love. Avril Lavigne's tattoo."

Alita menatap Natasha tepat di manik matanya. "Are you okay?" Ditambah elusan pelan dibahunya.

"I am." Jawabnya dengan cengiran lebar yang dibuat-buat.

"You know, It's okay to be not okay."

Natasha memukul pelan bahu Alita dengan ekspresi wajah yang sudah jauh berbeda. Alita tau ada yang salah dengan sahabatnya, dan Natasha benar-benar tidak bisa menyembunyikannya.

"Jangan bikin gue nangis." Kata Natasha sambil meneteskan air mata.

Alita menarik tubuh Natasha hingga duduk tegak dan kemudian memeluknya, memupuk punggungnya pelan yang dibalas dengan suara tangis yang terdengar semakin menyedihkan. Natashanya terluka. Lagi.

*****
Alita menertawakan Natasha yang sedang memegangi perutnya yang kekenyangan akibat nyaris menyantap hampir puluhan menu pada saat brunch di Table8.

Alita tidak berani makan banyak, walau sudah bersistem all you can eat, tidak semua jenis makanan atau minuman yang bisa disantap disini secara geratis, jadi pilihan Alita hanya jatuh pada Flower Blossom Tea dan Avocado Pudding yang cukup fenomenal disini.

Sedangkan Natasha, dia nyaris melahap semua menu berat yang disediakan. Segala jenis roasted sudah masuk kedalam piring besarnya, belum lagi sushi dan dessert manis yang ikut mengantri dipiring selanjutnya.

"Gue harus minum obat pencahar kayaknya habis ini." Gerutu Natasha yang masih memegangi perutnya.

Alita hanya tersenyum geli, aura Natasha yang sangat hangat akhirnya kembali.

"Better?" Tanya Alita menatap serius Natasha.

"Never better." Natasha tersenyum kikuk. Salah satu jenis senyuman yang Alita benci. Karna senyuman itulah yang membuat Natasha menderita hingga saat ini.

Tahun ini adalah tahun yang paling mengerikan... mungkin, jika mereka tidak dipertemukan ditempat paling mengerikan itu, Alita dan Natasha sudah tidak ada lagi didunia ini.

Alita menoleh dan mendapati Natasha sedang tertawa melihat tayangan ulang acara komedi yang baru saja tayang tadi malam melalui ponselnya. Akhirnya Natasha memiliki caranya sendiri untuk tertawa. Alita sangat merasa bersyukur.

Jika ditanya soal keinginan ditahun yang baru, jawabnya adalah, keinginan Alita hanya satu. Jika dia diberikan tahun yang jauh lebih baik, dia akan menyembuhkan luka hatinya, memaafkan masa lalunya, dan.... bersedia melupakan.....

Tangan Alita bergetar kembali ketika mengingat ucapan 'dia' satu tahun silam ketika pria itu menginginkan perpisahan.

Rasa nyeri di dada setiap mengingat 'dia' membuat Alita buru-buru menghapus dari ingatannya, walau dia tau, sekeras apapun usahanya untuk membuang nama 'dia' dari hidupnya, takdir tidak akan mengizinkannya.

**********

Hai... apa kabarnya?
Senang bisa menyapa kembali

Bagaimana kabar hati kalian hari ini?
Kalau senang, semoga berkelanjutan
Kalau patah, semoga segera ada perbaikan
Kalau sedih, tolong jangan diabaikan
Tidak apa menangis, tidak apa mencaci
Hati kalian juga butuh dimengerti, bukan hanya memaksa hati untuk mengerti situasi.
Semoga kalian selalu bahagia~

Si penulis yang selalu mencoba untuk baik-baik saja ❤️

AgrapanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang