Agrapana-4

116 12 0
                                    

"Gue suka sama dokter Arka, Ta."

Tangan Alita yang sedang mengupas apel permintaan Natasha mau tak mau berhenti saat mendengar pengakuan Natasha.

"Dia baik banget, beda sama Ferry."

Sebenarnya Alita tidak terkejut mendengar pengakuan Natasha, karna dari awal pertemuan, Natasha sudah menunjukkan bahwa dia tertarik pada Arka. Tapi pengakuannya secepat ini, Alita terkejut.

Alita berusaha keras menelan cairan salivanya dan berdeham untuk menormalkan suaranya.

"Kenapa tiba-tiba? Bukannya lo cinta banget sama Ferry?"

"Dulu gue kelewat bodoh," kata Natasha mengambil satu potong apel yang baru dipotong Alita. "Tapi kalau dari awal gue dihadapkan dua pilihan; Ferry dan Arka, gue akan milih Arka."

"Aw!" Tepat saat Alita mengaduh, darah segar menetes dari tangannya.

"Alita! Gue minta tolong buat motongin apel, bukan jari!" Natasha menekan tombol panggil suster, dan tak lama kemudian suster datang.

Setelah diminta Natasha untuk mengikuti suster tadi, Alita duduk diruang tunggu sambil tangannya diobati.

Rasa sayatan pisau harusnya terasa perih, kan? Kenapa kali ini dia tidak merasakan apa-apa? Tidak mungkin bius lokal, kan?

"Sudah selesai ya, Bu." Kata suster yang mengobatinya.

Seluruh telapak tangan Alita terbalut perban, dia tidak bisa mengupasi apel lagi untuk Natasha. Dan dari pada dia kembali keruangan Natasha dirawat untuk mendengar curhatannya tentang Arka, lebih baik Alita pergi saja.

Satu dua langkahnya berlalu, dug! Lagi lagi dan lagi, Alita selalu saja menabrak tubuh seseorang.

"Maaf saya ng..." Ucapannya terhenti mana kala yang ditatapnya adalah sosok yang sangat dihindarinya. Ralat, amat sangat dia hindari seumur hidup!

Nando berdiri dengan memeluk bingkisan berupa satu set peralatan mandi bayi yang sepertinya diberikan dari pihak rumah sakit.

Persetan, persetan dan persetan! Apa Nando tidak terpuruk seperti Alita yang masih belum bisa bangkit dari hancurnya hubungan mereka?

Memang sudah nyaris dua tahun lamanya, tapi itu bukan waktu yang sebentar untuk proses melupakan, kan?

"Kamu sakit?" Tanya nya setelah melirik tangan Alita.

Tidak kuasa menjawab, Alita hanya tersenyum dan menggeleng, serta menahan air mata yang sudah berkumpul dimatanya. Siap jatuh kapan saja.

"Nando, ayo cep..." Terdengar suara teriakan nyaring dari dekat mereka berdiri, setelah menoleh, Alita mendapati Ibu Nando disana.

"Oh, kamu lagi." Wanita paruh baya itu mendekati Alita, secara tidak sadar Alita memundurkan langkahnya.

Wanita itu masih sama seperti dulu, masih mengintimidasi.

Setelah melirik sinis ke tangan Alita, semburat senyum tipis muncul dibibir merah Ibu Nando. "Luka kecil gini harusnya ngga usah ke rumah sakit, apalagi Rumah Sakit Pondok Indah. Sayang gaji kamu untuk bayarnya."

"Bu." Tegur Nando pelan.

"Oiya, Nando baru aja jadi Bapak, anaknya laki-laki. Rachel memang wanita yang tepat untuk Nando, Ibu ngga salah pilih."

Tangan Alita gemetar kembali, matanya memanas, memaksa tersenyum juga rasanya tidak mungkin, akan terlihat seperti apa wajahnya nanti.

"Selamat." Hanya itu yang mampu Alita ucapkan, suaranya tadi pun terdengar bergetar.

AgrapanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang