Agrapana-6

40 5 0
                                    

"Pagi." Alita dibuat terkejut oleh suara mahasiswanya yang tiba-tiba muncul disampingnya.

Anak ini lagi. Yang pernah menyebut namanya keras-keras dan berhasil membuat Alita hafal dengannya.

Aghandi.

"Pagi." Balas Alita tidak ramah.

"Aku mau masuk kelas Ibu dua kali boleh?" Wangi musk dari tubuh Aghandi menguar dan menusuk indra penciuman Alita.

"Mau masuk lima kali sekalipun, ngga akan nambah nilai."

"Aku memang ngga mau ngejar nilai kok."

Langkah Alita berhenti tiba-tiba, mau tak mau Aghandi ikut berhenti dan meneliti reaksi yang baru saja Alita perlihatkan. Dengusan sebal, rahang yang mengeras, dan mata yang menyipit. Sudah pasti bukan ekspresi menyenangkan, kan?

"Kamu pikir mata kuliah saya cuma buat main-main?"

Aghandi kaget melihat perubahan mimik wajah dosen cantiknya yang ternyata tidak bisa diajak bercanda.

"Saya tau kamu mau ngedeketin saya, tapi maaf, saya sudah punya calon." Alita memamerkan cincin perak dengan mutiara kecil yang tersemat dijari manisnya.

Tentu saja cincin itu bukan cincin yang pernah diberikan Nando padanya, tapi Alita masih selalu menggunakan status pertunangannya untuk tameng agar dia tidak diganggu oleh mahasiswanya yang sering mengganggu.

Alita kemudian melanjutkan langkahnya, tidak perduli pada Aghandi yang masih tercengang dibelakangnya.

Tapi lagi-lagi ucapan Aghandi berhasil membuatnya kembali mematung.

"Saya tau pertunangan Ibu sudah batal, dan saya tau Ibu ngga punya siapa-siapa sekarang."

Alita mendengar suara langkah kaki mendekat kearahnya. Alita berusaha terlihat tenang, dia mengatur napasnya sekuat mungkin agar tidak terlihat sedang ketakutan.

Siapa sebenarnya Aghandi ini?!

"Dan saya datang kesini, untuk menggantikan posisi Nando dihati Ibu."

Deg!

******

"Siapa?" Tanya Natasha tak percaya.

"Mahasiswa lo kenal Nando? Kok bisa?" Lanjutnya.

Alita hanya menggeleng lemah. Setelah kejadian tadi Alita merasa mual, perutnya kembali bergejolak dan dia meminta izin untuk pulang lebih cepat.

"Gue udah ngga kaget sama mahasiswa yang berusaha ngedeketin lo, tapi anak ini... Siapa tadi namanya?"

"Aghandi."

"Si Aghandi ini tau tentang Nando sih itu aneh loh, Ta."

Alita mengangguk setuju. Kepalanya semakin pening saat dua nama yang tidak disukainya disebut dalam satu kalimat bersamaan.

Alita sempat menebak apakah Aghandi itu teman Nando, tapi selama mereka berhubungan dan Nando memperkenalkan seluruh sahabatnya pada Alita, wajah Aghandi tidak pernah dilihatnya.

"Udah deh ngga usah dipikirin dulu, Ta." Natasha mengusap bahu Alita saat dia lihat sahabatnya ini semakin murung.

"Lo udah minum obat, belum?"

Alita hanya mengangguk, moodnya benar-benar hancur dibuat Aghandi. Bahkan kebersamaannya dengan Natasha terasa mengganggu sekarang, seharusnya Natasha adalah tempat paling nyaman untuk dia pulang.

"Biar lo ngga bete, gimana nanti malem kita ke Clouds? Udara malam Jakarta tuh kaya obat ajaib penghilang suntuk."

Alita melirik Natasha geli, "Gue masih ngga sanggup bopong lo sendirian pas lagi mabok. Sekali aja cukup."

Natasha mengerucutkan bibirnya sebal. "Minum dikit doang deh gue, janjiiiiii." Katanya sambil tersenyum lebar.

******
Yah, Alita dan Natasha sudah berada dilantai 49 dimana letak Clouds berada. Alita benar soal udara malam Jakarta penghilang suntuk, baru memasuki lounge indoor saja hatinya sudah jauh lebih tenang.

"Heineken sama tachosnya perpaduan yang sempurna, Ta. Must try for sure!" Kata Natasha yang segera dibalas gelengan oleh Alita.

"Gue pesen milkshake aja."

Natasha terbahak, "Asal lo tau ya, Ta. Anak kelas satu SMA sekarang aja udah minum Bintang."

"Syukurlah gue sekolah dizaman Doraemon tayang pagi sore di RCTI." Kata Alita acuh.

Natasha tidak menjawab, pembicaraan mereka berdua terinterupsi oleh seorang laki-laki yang mendekat lalu tiba-tiba meminta nomor handphone Natasha.

Alita sudah terbiasa melihatnya, memberikan nomor bagi Natasha seperti menyebutkan nama diawal perkenalan. Semudah itu.

Dan menjadi yang tak dianggap pun sudah biasa. Natasha selalu dikelilingi pria-pria hidung belang yang hanya ingin bermain-main dengannya. Tapi bukan menolak, justru Natasha mengiyakan. He's player, and I love the game, kata Natasha mengutip lirik lagu Taylor Swift.

Tapi Alita tidak bisa berbuat banyak, mengingat alasan Natasha untuk bermain dengan banyak pria karna suaminya, atau sekarang mantan suaminya, tidak benar-benar serius dalam pernikahan mereka.

Dan sepenglihatan Alita, Ferry adalah satu-satunya pria yang berhasil membuat Natasha bertekuk lutut dan rela melakukan apapun agar Ferry terus berada disampingnya. Itulah kenapa Natasha menjadi sedikit 'gila' saat Ferry menginginkan perceraian.

"Brandon, dari namanya sih oke." Kata Natasha sambil lalu.

Alita pun sempat melihat pria tadi, karyawan kelas atas khas Jakarta Selatan.

"Jadi," Alita menggantung ucapannya agar mendapat perhatian Natasha. "Gimana sama Ferry?"

Pertanyaan Alita membuat Natasha yang sedang memakan Nachosnya berhenti mengunyah.

"Dia mau cerai, yaudah gue bisa apa." Katanya lesu.

"Terus rumah itu gimana?"

"Katanya mau dia tempatin sama istri sialannya itu, so I move."

"Kemana?"

Natasha mengangkat bahunya, "Masih nyari apartement yang deket sama Semanggi."

Kening Alita berkerut bingung, "Semanggi?"

"Biar deket sama rumah sakit Arka." Kata Natasha dengan wajah yang tiba-tiba berbinar.

Pertanyaan selanjutnya sudah berada diujung lidah Alita, tapi dia sempat ragu untuk mengatakannya. Entah karna takut Natasha mengira Alita terlalu ikut campur, atau karna Alita belum siap mendengar jawabannya.

"Emang lo serius sama... Arka?"

"Gue pernah ngerasain keyakinan persis kaya gini waktu sama Ferry dulu, jadi ngga gue raguin lagi, gue akan nyatain perasaan gue ke Arka."

Entah apa yang Alita rasakan didadanya saat mendengar jawaban Natasha, yang jelas, rasa ngilu disana bisa mengalahkan rasa sakit pada perutnya yang berulah kembali.

AgrapanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang