ter(P)esona

107 16 8
                                    

Alita menutup mata kuliah terakhirnya hari ini dengan sangat lelah. Senin adalah jadwal terpadat mengajarnya dari lima hari selama satu minggu, hingga dia lupa kalau perut kecilnya belum diisi makanan.

"Mau langsung pulang, Bu?" Tanya Bu Anita. Dosen Administrasi Bisnis.

"Iya, saya mau mampir ke supermarket dulu soalnya." Jawab Alita sembari merapihkan tumpukan file-file diatas tray.

"Sulit juga ya kalau tinggal sendiri, mana jauh pula di Bogor. Ibu ngga mau pindah ke Depok aja biar dekat sama kampus?"

Pertanyaan yang selalu dilontarkan padanya, sampai dia harus hafal candaan untuk menjawabnya.

"Saya hobby naik KRL bu, jadi memang sengaja cari rumah yang jauh dari sini."

Dan basa-basi singkat itu segera Alita alihkan untuk pamit pulang, karna kalau tidak percakapan soal tempat tinggal dan tinggal seorang diri akan berujung panjang.

Sesampainya dirumah, Alita memasukkan bahan makanan yang dibelinya tadi kedalam kulkas agar dia bisa berbenah diri terlebih dahulu. Nanti setelah selesai dengan dirinya, dia akan memasak sup ayam jamur dan ayam balado, perpaduan makanan yang sangat nikmat jika disantap selagi hangat.

Ah obat. Alita berjalan menuju kotak P3K besar yang tergantung disebelah kiri pintu kamarnya. Setelah menenggak satu pil seperti biasa, barulah Alita mulai berbenah.

Sedang dibelahan Jakarta lainnya, Arka sudah nyaris menghabiskan satu gelas Americano yang dipesannya satu jam yang lalu.

"Ngga ngerti lagi gue sama cewek, kenapa semua hal sepele dijadiin bom molotov sih? Cuma soal ukiran kuku aja debatnya sampe tiga hari!" Keluh Naraya setelah melempar ponselnya keatas meja bundar khas milik kedai kopi ternama dunia.

"Tuhan akan ngasih pasangan yang sifatnya ngga beda jauh sama kita sendiri." Sindir Arka santai sambil menghisap vape nya yang berujung membuat kabut tebal beraroma mint segar.

Hari senin adalah hari yang panjang dirumah sakit, entah karna satu dan lain hal membuat orang-orang menjadi lebih sibuk dihari yang sering disebut sebagai Mon(ster)day.

Biasanya diwaktu jam praktiknya selesai, Arka akan menyempatkan diri untuk sekedar minum kopi dikedai kopi favoritenya untuk melepas lelahnya.

Tapi sialnya, khusus hari ini, waktu rehatnya yang indah harus diganggu oleh Naraya yang jika bicara sudah sangat serupa dengan Mbak Ina, PRT dirumahnya. Ribut.

"Capek gue lama-lama sama Renata. Sayang sih, tapi dia sayang sama gue kalo gue ajak ke PI doang. Abis itu kaya ilang."

"PI? Ngapain?"

"Lo lupa cuma di PI doang pusat perbelanjaan yang menjual tas dengan harga satu moge milik lo?"

Mau tak mau Arka teringat baru beberapa hari yang lalu dia mengunjungi salah satu showroom disana.

"Aku lupa bawa credit card aku, boleh pinjem punya kamu dulu ngga, Ar?" Kata Natasha tempo hari. Dan transaksi yang baru dia lakukan langsung terkoneksi ke ponselnya yang memberitahu bahwa dia baru saja mengeluarkan uang 38jt untuk satu buah tas berukuran kecil.

Lalu kemudian Arka teringat Alita. Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di PTN bergengsi. Arka masih tidak bisa menyembunyikan kekagumannya. Berbeda dengan Natasha yang adalah seorang tuan puteri berselera tinggi.

"Putusin aja kalo ngga sanggup." Hanya itu yang Arka ucapkan, dan sudah bisa ditebak betapa emosinya Naraya yang memang mati-matian mengejar Renata sejak mereka kuliah di Australi delapan tahun yang lalu.

"Arka? Kebetulan banget." Suara riang seorang wanita tiba-tiba mengintrupsi pembicaraannya dengan Naraya.

Natasha berdiri disana dengan tanktop hijau dan hot pants yang terlihat membalut tubuhnya dengan sangat baik. Tak heran beberapa laki-laki menyempatkan diri melirik Natasha yang terlihat cantik.

"Hai." Balas Arka dengan tatapan tak percaya. Sekecil ini ya Jakarta.

"Sama siapa?" Natasha melirik kearah Naraya.

"Oh kenalin, dia sepupu aku."

Natasha dan Naraya saling bersalaman dan mengucap nama satu sama lain. Arka melihat mata Naraya berbinar melihat Natasha seperti seekor anjing melihat mangkuk makanannya terisi penuh dengan daging wagyu.

"Kamu sama siapa?" Arka mengitari pandangannya berharap menemukan sosok Alita disana.

"Sendiri."

Kemudian Arka kecewa.

"Sering kesini juga?" Tanya Natasha, namun sebelum Arka menjawab pertanyaan Natasha, nama Natasha dipanggil. Pesanannya sudah siap.

"Kenal dimana lo?" Cecar Naraya.

"Lo juga udah pernah ketemu dia."

"Hah? Dimana? Kok gue ngga tau ya?"

"Di Beer Garden sabtu kemarin. Yang muntah-muntah."

Penjelasan Arka disambut O besar oleh Naraya dengan keterpanaan yang luar biasa.

"Apa gue bilang, cantik tuh dia. Dari pada yang rambut hitam mendingan dia, ngga percaya sih lo." Kemudian tatapan Naraya tak pernah lepas dari Natasha yang kemudian berjalan mendekat kemeja mereka kembali.

Arka hanya menggelengkan kepalanya pelan tanda tak setuju. Pilihannya dari awal sudah tepat, dan tidak akan dia ganti sampai kapanpun.

"Ngga usah mimpi mau deketin dia, udah punya suami." Kata Arka sebelum melihat Natasha setengah berlari menghampiri meja mereka lagi.

"Sorry sorry." Natasha kembali dengan Double Chochochip ditangan kanan dan tangan kirinya memegang piring berisi tiga potong red velvet.

"Ngga tau kalian sukanya apa, tapi red velvetnya Starbucks enak banget. Cobain ya."

Arka dan Naraya tentu saja menolak, tapi kegigihan Natasha membuat mereka berdua mau tak mau memgambil bagian mereka masing-masing.

"Oiya Ar, aku lupa nanya rekening kamu kemarin, gimana aku ganti uang kamu coba." Natasha kemudian menyerahkan ponselnya. "Minta norek kamu."

Arka kemudian mengambil alih ponsel wanita itu, hendak mengetikkan sederet jalinan angka rumit itu namun layar ponsel Natasha tiba-tiba berubah menjadi panggilan video call dari My Dear ALT 💞

Entah kenapa Arka yakin, sangat yakin bahwa ALT yang dimaksud Natasha adalah Alita. Dan entah karna insting atau hatinya, jari Arka bekerja lebih cepat dari perintah otaknya. Arka menerima panggilan itu tanpa seizin Natasha.

Dan dugaannya benar, yang Arka temui dilayar ponsel itu adalah, Alita sedang mengaduk masakannya dengan senyum sumringah namun tanpa melihat kearah layar ponselnya.

"Nath, mau makan bareng ngga? Gue masak banyak." Kata Alita masih belum menyadari bahwa bukan Natasha lah yang menerima panggilan videonya.

Arka tertegun. Lagi-lagi tertegun. Degupan jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya.

Arka berusaha kuat-kuat menelan cairan salivanya sendiri saat melihat Alita yang sedang berdiri disana mengenakan kaus kebesaran yang hanya cukup menutupi bagian badannya hingga batas paha atas, dan lehernya yang sangat putih terekspos jelas kala dia melilit rambutnya dengan handuk.

Astaga. Apa wanita memang bisa terlihat semenawan itu ketika memasak?

******
Bonus buat kalian
Setiap hari satu part yang aku posting
Lanjut?
Yasssss~

Dari si penulis yang mau nangis 💔

AgrapanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang