Part 12

375 17 0
                                    

AWAL JUMPA

(Di part ini ada cemeo, bintang tamu. Bagi yang tak berkenan, mohon abaikan dan ditunggu krisannya.)

Weekend.
Akhirnya, setelah hampir tiga bulan Malika bisa pulang melepas rindu dengan kedua orang tuanya. Sabtu sore sengaja dia berkendara sendirian ke Bandung.

Sementara di apartemennya, Brayen merasa kesal, karena rencananya gagal total. Padahal dia sudah merencanakan malam mingguan bersama Malika. Meskipun sekadar jalan-jalan di Ciwalk Bandung atau Gasibu, makan malam berdua dan nonton.

Namun, Brayen justru harus mengisi malam minggunya dengan banyak kegiatan dari stasiun televisi yang mengontrak dirinya. Dimulai dengan mengisi acara demo baking di sebuah mall di Bekasi, kemudian meet and great dan terakhir menjadi bintang tamu acara variety show menggantikan David--rekannya--yang dari Malaysia.

"Sabtu jadi ke Bandung?" tanya Brayen pada Malika. "Gak mau ikut ke Bekasi aja?"

"Maaf, tapi aku sudah rindu rumah. Enggak janji, tapi Minggu depan kuusahakan bisa nonton," bujuk Malika di ujung telepon.

"Ya, sudahlah, kalau begitu. Sekali lagi maaf, ya, gue gak bisa anterin. Tahu, tuh, si David, bikin kacau aja. Mana jadwal beberapa hari ini gak bisa digeser, lagi," keluh Brayen sambil memainkan benda empuk di pangkuannya, menciuminya, lalu kembali fokus pada panggilan Malika, "Yah, mau gimana lagi, namanya juga pekerja swasta semua serba diatur."

"Iya, nggak apa-apa, kok, sudah biasa berkendara sendirian. Selamat berkerja."

Selamat bekerja.

Kalimat sederhana dari sang pujaan yang membuat Brayen merasa istimewa. Begitu pula sebaliknya, dia merasa Malika memang gadis yang istimewa.

Masih teringat saat awal-awal dia bertemu Malika. Dalam pikiran Brayen, Malika sosok wanita tiga atau empat puluh tahunan. Wanita kepo, sama halnya fans kebanyakan, ditambah komentar-komentar yang selalu antusias di setiap postingannya. Pemikiran itu tertepiskan saat bertemu secara langsung dengan wanita tersebut.

***

Your smile that melts my heart, Malika. Brayen jatuh cinta pada pandangan pertama.

Namun, apa boleh buat, karena kesalahpahaman, dia harus menahan ketertarikannya, naluri sebagai seorang lelaki. "Sayang dia sudah menikah," gumamnya.

Pertemuan pertama yang mengesankan sekaligus mengesalkan bagi Brayen.

Cantik, muda, dan konyol, tapi menyenangkan. Ada rasa yang entah bagaimana mengartikannya, yang jelas getaran-getaran di dadanya semakin tak terkendali. Sialnya dia harus berusaha sekuat tenaga menepis perasaan tersebut.

Nasib.

"Silakan masuk," ajak Brayen ketika pertama kali Malika datang ke apartemennya. "Anda sendirian, Bu?"

Meskipun Malika merasa heran dengan sapaan 'Ibu', tapi dia menanggapi dengan santai. Dia pun memberikan senyuman seramah mungkin. "Iya, Chef," jawab Malika singkat.

"Baiklah, kita mulai dengan basic cake untuk tart, selanjutnya akan saya berikan tips-tips dekorasi. Untuk bonus resep pilihan akan saya ajarkan di hari ketiga," terang Brayen singkat. Kemudian, memulai pekerjaannya.

Malika mendengarkan penjelasan Brayen dengan antusias dan mengikuti apa saja yang dilakukan tutor-nya tersebut.

Namun, kejadian tak terduga justru terselip dalam sesi pelajaran pertamanya. Malika terlihat kesusahan saat memecah telur, perkejaan yang bisa dikatakan tergolong mudah oleh Brayen. Apalagi ditambah adegan tepung yang muncrat saat di-mixer. Benar-benar konyol.

Chef Galak tapi GantengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang