Part 4

644 25 0
                                        

BALI DAN MANTAN

Jumat pagi seharusnya Brayen sudah bertolak dari Malaysia ke Kuta, Bali. Namun, urung karena sudah tidak kuat menahan rindu pada sang pujaan hati. Gadis pemilik mata biru keturunan Indo-Pakistan itu benar-benar telah meluluhkan hati Chef sombong itu.

Pukul 08.00 waktu Malaysia, Brayen tiba di Bandara Internasional Kuala Lumpur. Untuk mengusir jenuh, pria penggemar seafood  itu duduk di kursi tunggu, memakai headphone dan mendengarkan music MP3 yang diputar dari benda pipih berlogo apel tergigit.

Sengaja Brayen menaikkan satu kaki di atas kaki lainnya, setelan t-shirt Denim hitam dipadu celana jins biru membalut body atletisnya. Tak lupa Brayen mengenakan jaket Adidas, sepatu sneaker kesayangan dan kacamata, serta menutupi muka dengan masker untuk menghindari heboh seperti waktu kedatangannya kemarin.

Cantik
Ingin rasa hati berbisik
Untuk melepas keresahan
Dirimu

Cantik
Bukan kuingin mengganggumu
Tapi apa arti merindu
Selalu

Walau mentari terbit di utara
Hatiku hanya untukmu

Ada hati yang termanis dan penuh cinta
Tentu saja kan kubalas seisi jiwa
Tiada lagi
Tiada lagi yang ganggu kita
Ini kesungguhan
Sungguh aku sayang kamu

Ingin ku berjalan menyusuri cinta
Cinta yang abadi untukmu selamanya
Heeeei ... heya ya ya heya ya ya heya

Lagu lawas dari Kahitna itu masih terdengar merdu di telinga, apalagi memang pas dengan suasana hatinya saat ini.

Tanpa terasa tiga puluh menit berlalu, terdengar dari pengeras suara panggilan untuk para calon penumpang Kuala Lumpur-Jakarta.

Brayen bangkit dari duduk menyeret koper dan hendak berjalan menuju badan pesawat, tanpa disadari seseorang memerhatikannya.

***

Dalam perjalanan seseorang menyapanya, "Hai, Bhae--nama panggung Brayen--remember me? Bro?"

Brayen terkejut, melepaskan kacamata dan menjawab, "Chef!" Keduanya langsung berpelukan.

"Sibuk terus ... udah go internasional sekarang," ucap pria yang menyapanya tadi.

"Chef  Degan bisa saja, Anda sendiri dari mana?" Brayen mencoba rileks di depan mantan jurinya ketika mengikuti ajang kompetisi Chef Master Indonesia.

"Saya juga diundang menjadi juri tamu di Malaysia, sayangnya kita tidak bertemu kemarin."

"Sayang sekali," sesal Brayen.

***

Setelah pesawat landing di bandara Soetta Jakarta, Brayen bergegas keluar setelah menyelesaikan urusan check out. Namun, saat berjalan ke arah pintu keluar, dia melihat seseorang yang tidak asing di matanya. Orang tersebut tampak sedang melambaikan tangannya entah pada siapa.

Brayen mencoba mencari tahu dengan mendongak, tapi tetap tidak mengenalnya. Kemudian, muncul sebuah ide, dia mengambil ponsel dalam ransel, lalu menelepon seseorang.

"Kau sedang apa?" tanya Brayen begitu telepon terhubung.

"Aku ... sedang mengantarkan seseorang di bandara," jawab seseorang di seberang telepon.

"Orang? Siapa?" Brayen bertanya menyelidik.

"Kakakku, sudah ya, nanti kuhubungi lagi. Ah ...."  Orang yang ditelepon menutup panggilan. Seseorang di depannya menoleh dan terkejut melihatnya.

"Kejutan ...." Brayen melempar senyum pada wanita di hadapannya itu.

"Chef, kau bilang weekend baru kembali."

Kemudian, mereka bercakap-cakap di kafetaria. Brayen sengaja pulang awal dengan alasan ingin mengerjakan sesuatu di rumah. Namun, saat Malika mengajaknya pulang, dia mengusulkan untuk pergi ke Bali.

"Sebenarnya, aku masih ada acara di Bali, bagaimana kalau kita ke sana sekarang? Jika mengambil penerbangan sore ini, pukul 19.00 malam kita sudah sampai di sana."

"Memangnya acara itu penting?" Malika bertanya penasaran.

"Tidak begitu, hanya sebuah pembukaan kafe baru milik temanku."

Setelah berpikir cukup lama dan meminta izin kepada ibunya melalui telepon, akhirnya Malika menerima ajakan Brayen bertandang ke Bali.

Sepanjang perjalanan mereka tertidur karena kelelahan. Bahkan di mobil pun mereka kembali terlelap.

Pembukaan kafe milik teman Brayen sangat meriah, kafe bernuansa anak muda dengan berlatar pantai. Saat menikmati pemandangan kelap-kelip di tepi pantai, seseorang menyapa mereka. Wanita yang tidak asing bagi Malika, Brayen pun tampak akrab dengan wanita tersebut

Malika merasa cemburu, tapi dia menahannya dan berusaha serileks mungkin. 'Mungkin hanya teman,' batinnya. Namun, dugaan itu segera tertepis ketika wanita itu tanpa ragu mencium pipi kekasihnya.

Beruntung Brayen cepat sadar dan menghindar. "Apaan sih? Gila lu?"

Wanita itu mengatakan kalau Brayen tidak banyak berubah, masih tampan seperti dulu dan mencoba mengapit tangannya pada lengan sang arjuna.

Namun, tangannya segera ditepis oleh Brayen. Pria itu menjadi emosi dan menatap tajam, "Go away!" bentaknya.

Brayen kemudian menarik Malika menjauh dari wanita 'gila' itu. "Maaf aku tidak tahu dia ada di sini," ucapnya menyesal.

Malika tersenyum dan mengatakan, "Tidak apa-apa, aku haus a--"

"Akan kuambilkan minumannya, tunggu sebentar,"

Baru saja Brayen beranjak, wanita itu mendekati Malika.

"Lo siapanya Bhae?" tanya wanita itu. Tangannya bersedekap, matanya mengamati dari atas sampai bawah, bibirnya mencibir.

"Kenalin, gue Vika, mantannya Bhae, tapi bentar lagi kita balikan dan ... kayaknya gak mungkin, kan? Bhae punya cewe kayak lu?" Setelah mengatakan hal tersebut, Vika pergi karena ponselnya berbunyi.

"Hallo, Dav ...." Samar-samar Malika mendengar Vika berbicara dengan seseorang bernama Dav, 'Mungkin Dava, David atau ... entahlah?' batin Malika.

............................
Bersambung

Chef Galak tapi GantengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang