Part 2

968 43 2
                                    

BAGUL


Pukul enam kurang dua puluh waktu Malaysia, alarm di gawai Brayen berbunyi. Pria itu masih enggan beranjak dari kasur empuknya. Namun, kedipan benda pipih dengan serentetan notifikasi itu mau tidak mau memaksa matanya untuk terbuka.

Brayen membuka mata, duduk malas dan mengacak rambutnya yang sedikit panjang. Andai dia sudah beristri, tentu akan ada yang mengurus saat ini. Bahkan untuk urusan rambut saja dia sampai tidak punya waktu.

Beranjak dari ranjang, kemudian meneguk segelas air putih, pria itu segera melesat ke kamar mandi. Tak butuh waktu lama untuk membersihkan diri baginya. Setelah menyelesaikan ibadah Subuh, kembali ia meraih gawai itu di atas nakas. Kenapa tidak ada balasan dari Malika? Apakah dia marah? Atau sakit?

Malika, adalah gadis  paling aneh yang pernah dia temui. Pasalnya, anak pemilik toko tart itu rela merogoh kocek demi 'pura-pura' belajar bersamanya. Pada awalnya, meskipun Brayen menyukai gadis itu saat pertama kali berjumpa. Namun, pria beralis tebal itu segera menepis, karena berpikir pemilik akun Malika Hasbullah itu adalah seorang wanita yang bersuami. Hasbullah Khudori, dia sungguh tak tahu kalau itu nama ayah Malika.

Entah, hanya akting atau memang dia tidak pernah belajar. Gadis itu begitu kaku saat memecahkan telur dan menggunakan mesin pencampur. Padahal jelas jika ibunya adalah seorang pemilik toko tart and bakery yang cukup ramai di kota Bandung.

Hari itu, ketika Brayen mendapatkan undangan untuk menjadi juri kelas baking di Bandung. Koleganya mengenalkan kepada seorang ibu yang telah lama berkecimpung dalam bisnis cake and tart. Namun, ketika pria itu berkunjung ke toko milik ibu itu ... betapa terkejutnya saat melihat seorang yang dia kenal sedang bercengkerama dengan salah satu SPG di sana.

Benar saja, ketika Ibu Rosita memanggilnya, gadis itu terlihat sangat gugup. "Ini putri saya, namanya Malika. Kebetulan sekali dia mampir dari klinik." Begitulah, Bu Rosita memperkenalkan mereka.

"Sekarang apa tujuannya? Pura-pura belajar pada saya? Apakah untuk mencari sesuatu? Sudah kau temukan apa itu?" Brayen segera memberondong pertanyaan kepada gadis itu.

Seperti biasa dengan gaya sok cool tangan dilipat di dada, mata elangnya mengunci pandangan lawan bicara seolah hendak menerkam. Namun, di luar dugaan, Malika justru mengaku menyukainya.

"Aku ... suka Chef. Aku tidak pernah berpura-pura, karena memang belum pernah belajar masak sebelumnya, maaf," jawabnya kemudian berlari ke arah luar karena malu.

Brayen pun terperangah dengan ucapan Malika, "Gila!" teriaknya. Bagaimana mungkin seorang yang telah bersuami menyatakan cinta kepada orang lain.

Sejak saat itu, Malika jarang menghubunginya, meskipun sekadar menanyakan soal resep atau berbalas komentar receh. Lama Brayen berpikir, apa yang sedang dipikirkan wanita itu. Ini lebih mengerikan dari dikejar-kejar ibu-ibu sekompleks.

Belum pernah dia menggoda istri orang, kenapa justru sekarang ada istri orang yang menggodanya?

Hingga seseorang mengaku bernama Khudori menghubunginya. Pria itu menanyakan, apakah dia bersedia melanjutkan kerja sama atau tidak?

Sebenarnya Brayen merasa ragu dan ingin membatalkan, tapi bibirnya terlanjur keceplosan menanyakan soal Malika. Entah apa yang merasuki pikirannya, saat mengetahui bahwa pria bernama Hasbullah itu adalah ayah Malika, Brayen langsung mengiyakan kerja sama tersebut.

Mungkin dua hari lalu, Malika yang menyatakan rasa sukanya. Namun, saat ini Brayen yang jatuh cinta dengan Malika. Pria itu sudah tidak sabar ingin bertemu kembali dengan gadis yang sudah membuat hatinya uring-uringan selama tiga Minggu. Apalagi kalau bukan karena dia takut jatuh cinta dengan istri orang.

Malam itu pula Brayen mencoba menghubungi Malika. Dia meminta maaf karena sudah berprasangka buruk terhadapnya, serta mengabarkan kalau kerja sama dengan toko ibunya akan segera terlaksana. Brayen juga menanyakan tentang kelas kursusnya yang masih satu paket, kapan temannya akan datang untuk belajar?

Di luar dugaan, Malika justru tidak merespon pesannya. Wanita itu masih sangat malu. Karena gugup, jadi secara refleks mengutarakan rasa sukanya kepada seorang laki-laki begitu saja.

Keesokan harinya, mereka bertemu di toko Ibu Malika. Keduanya terlihat sangat canggung, sama-sama terlihat bersemu merah pipinya.

"Kenapa tidak bilang, kalau kau masih single?" Brayen bertanya to the point.

"Memangnya kenapa, Chef?" jawab Malika tertunduk malu.

"Kukira Hasbullah itu nama suamimu, bahkan kau kupanggil Ibu pun tidak keberatan."

"Eum ... maaf, dan maaf untuk yang waktu itu, a-aku ...."

"Aku juga suka, sama kamu," balas Brayen memotong kata-kata Malika. "Kita mulai dari awal, bagaimana?"

"Heem," jawab Malika masih malu-malu.

"Kapan temanmu itu akan datang untuk belajar?"

"A ... itu, sebenarnya, aku sengaja mengirimkan dobel supaya bisa lebih lama."

"Apa? Hei gadis macam apa kau ini? Masuk apartemen pria sembarangan? Tidak takut aku berbuat macam-macam? Hah!" Suara Brayen tiba-tiba meninggi. Tidak bisa dia bayangkan betapa gilanya gadis yang disukainya itu.

"Kalau tidak seperti ini mana mungkin bisa bertemu," ucap Malika sepelan mungkin.

"Apa? Masih bisa aku dengar tahu? lain kali jangan seperti itu, ya? maaf kalau aku galak, sudah dari sononya sih."

Mereka pun tertawa bersama, kemudian bersepakat menjalani hubungan tanpa melakukan kontak fisik hingga resmi menikah. Namun, siapa sangka setelah mengetahui profesi Malika yang seorang dokter, Brayen justru terkesan menghindari gadis itu.

Bukan salah profesinya yang dipermasalahkan, hanya saja, Brayen takut dengan jarum suntik. Jadi pikirannya selalu negatif ketika dekat dengan Malika. Sehingga pria itu merencanakan kabur liburan ke Malaysia untuk menghindari stres.

.................
Bersambung

Chef Galak tapi GantengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang