23 - Janji atau Bukti

1.1K 51 2
                                    

“Aku tidak akan berjanji, tapi aku akan membuktikannya.”

••• 🔍•••

"Jelaskan apa yang sebenarnya terjadi." Pak Fery menatap Putri dan Dimas secara bergantian.

Dimas memilih untuk bungkam. Dia tidak tertarik menyelesaikan masalah dengan melibatkan guru seperti ini. Karena dia tahu semuanya akan percuma. Kesalahan sefatal apa pun yang dilakukan oleh Putri cs, semuanya tidak akan sampai pada tahap hukuman.

Dimas selalu menganggap bahwa percuma membela kebenaran di saat kesalahan yang memegang kekuasaan penting. Jadi, dia memilih untuk diam. Biar nanti masalah ini akan dia selesaikan sendiri, tidak perlu melibatkan guru.

"Anak baru itu kecentilan sama cowok-cowok terkenal di sekolah ini. Saya selalu benci orang yang seperti itu," ujar Putri.

Dimas berdecih. "Nyinggung diri sendiri?"

Putri menatap Dimas dengan tatapan tidak suka. "Maksudnya?"

"Bodoh."

"Dimas." Pak Fery menginterupsi. "Bersikap sopan."

Dimas mengangkat sudut bibirnya. Benar, kan, dugaannya?

Pemuda itu memilih untuk berdiri sembari merapikan almamaternya. "Masalahnya selesai. Mereka akan selalu benar. Begitu, 'kan?"

"Dimas, sebaiknya kamu duduk." Pak Fery memang sudah paham betul bagaimana sikap Dimas, jadi dia harus bersikap hati-hati agar tidak membuat keadaan menjadi rumit.

"Untuk apa? Ending-nya saya udah tahu. Bapak tidak akan menghukum mereka yang notabenenya adalah anak dari orang penting di sekolah ini." Dimas menatap ke arah Putri, Gea, dan Milla secara bergantian. "Saya sudah membuang banyak waktu. Rasanya sudah cukup. Permisi."

"Dimas, yang harus kamu tahu bahwa selama ini bukan saya yang mengurus masalah ini. Namun saat ini, saya akan mengajukan permohonan kepada Wakasek Kesiswaan untuk memberlakukan keadilan di sekolah ini," ujar Pak Fery yang berhasil membuat Dimas mengurungkan niatnya untuk keluar dari ruangan itu.

"Jadi untuk kalian bertiga," Pak Fery menunjuk ke arah Putri, Gea, dan Milla, "mulai sekarang, kalian tidak bisa mengandalkan kekuasaan orang tua kalian. Saat di sekolah, kalian akan diperlakukan sama dengan siswa-siswi lainnya. Jangan sombong dengan jabatan orang tua kalian. Sombong adalah penghambat kesuksesan."

Gea dan Milla saling menatap, sedangkan Putri terlihat kesal karena Pak Fery tidak membela mereka.

"Saya pastikan kalian akan kena hukuman. Saya akan memanggil orang tua kalian dan menceritakan semua yang telah kalian lakukan."

"Jangan, Pak!" mohon Gea.

"Iya, Pak. Kita gak bakal ulangi, kok." Milla ikut menimpali.

Penakut, batin Putri. Sahabat-sahabatnya benar-benar aneh. Bukankah awalnya mereka yang meminta Putri untuk tidak takut kepada ancaman Dimas? Padahal ancaman seperti itu sudah banyak kali mereka terima, namun tidak ada yang terjadi. Karena pada dasarnya, guru-guru tidak berani melaporkan.

"Gimana, Dimas? Kamu sudah puas?" tanya Pak Fery.

"Itu bukan urusan saya. Terserah Bapak mau menyikapi seperti apa. Saya punya urusan sendiri dengan mereka. Dan saya pastikan, saya tidak main-main atas ucapan saya waktu itu. Mereka sudah saya peringatkan sebelumnya." Setelah mengatakan itu, Dimas memilih untuk pergi.

"Pak ...." Putri menatap Pak Fery seolah meminta pertolongan.

"Dimas, jangan macam-macam kamu!"

Clara's MissionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang