Chapter 6

768 48 0
                                    


Mereka berempat mencari tempat sunyi dan tempat itu tidak lain adalah atap gedung kampus. Jarang ada yang pergi kesana, bahkan hampir tidak ada yang datang. Kecuali ada yang berniat bunuh diri karena stress dengan nilai yang IPK yang tidak memuaskan. Tidak sulit untuk Kyla menceritakan soal keluarnyanya, karena teman-temannya sudah tahu tentang kasus korupsi yang diberitakan di semua media massa. Dan tiga hari ini mereka mencarinya, namun tidak ada yang bisa menemukannya.

Kyla menceritakan apa yang terjadi padanya, dimulai dari permintaan pertolongan yang dia minta dari Ramond. Lalu pada rumah yang diberikan Ramond untuk adik dan mama. Hingga tawaran yang diajukan padanya, untuk tinggal bersamanya di apartemen, dan memberikannya kepuasan.

"Dia ngebarter gue sama rumah untuk nyokap dan adek gue," Ucap Kyla. Dia melipat kakinya dan menyembunyikan wajah dan airmatanya disana. Kyla merasa ini adalah hukuman untuknya. Karena sikap angkuh dan arogan, karena itu Tuhan menghukumnya dengan mengambil seluruh yang dia miliki.

"Gue takut, gue gak percaya kalau dia bisa sejahat ini sama gue. Gue pikir, dia bakal ngejaga gue. Gue gak pernah berani lagi natap dia dan gue selalu berusaha untuk ngehindar dari dia," Tangisan Kyla pecah. Mereka pun tidak tahu apa yang bisa mereka lakukan. Ketiganya hanya memeluk Kyla, mencoba menenangkan tangisannya.

"Kenapa sih lo harus minta tolong sama dia. Lo bisa tinggal di rumah gue, Kyl." Ucap Alexa.

"Gue gak mau ngerepotin kalian. Gue pikir, Ramond lebih bisa gue andelin di saat seperti ini. Dan juga gue gak tau sampai kapan gue harus numpang. Gue belum bisa dapet pekerjaan, karena gue gak punya pengalaman kerja." Balas Kyla, dia menghela napas. Mencoba menenangkan otaknya yang masih terasa ingin pecah.

"Udah Kyl, cowok macem Ramond gak usah lo pikirin. Pasti nanti banyak cowok yang lebih baik dari dia." Fanya mencoba menghibur Kyla, cewek itu tersenyum singkat di sela tangisnya. Kyla tidak pernah memikirkan ada pengganti dalam hidupnya. Dan bahkan, dia pernah berpikir, jika Ramond bukanlah yang terbaik untuknya. dia akan menutup hatinya untuk selama-lamanya.

"Hmm... gimana kalau hari ini kita bolos." Usul Fanya membuat Gita dan Alexa mengangguk. Sedangkan Kyla, lebih terlihat pasrah. Dia ingin melepas beban sejenak, dan ia yakin, hanya teman-temannya yang bisa melakukan itu. Menghilangkan rasa sedih yang masih membebani hatinya.

****

Kyla membuka pintu apartemen Ramond, seharian ini ia sangat terhibur bersama teman-temannya dengan bermain di pantai seharian. Dan baru kali ini dia pergi tanpa mengeluarkan uang sepeserpun. Perjalanan dengan menggunakan Transjakarta dan dilanjut dengan berjalan kaki ke pantai. Dan sesampai mereka di pantai, mereka melepaskan sepatu dan berlari ke bibir pantai. Melupakan kalau mereka tidak membawa baju ganti. Bermain seperti anak kecil.

Kyla tersenyum saat mengingat dia mendorong Fanya ke pantai. Namun, cewek itu tidak mau kalah, Fanya malah menarik tangan Kyla membuat mereka terjatuh bersama. Gita dan Alexa pun melakukan hal yang sama. Mereka saling mendorong dan berlarian seperti anak kecil. Hingga mereka lelah dan duduk di hamparan pasir.

" Darimana aja lo?!" Suara berat Ramond membuat Kyla terkejut. Dia mengetatkan jaket tebal yang Alexa berikan, karena tubuhnya basah setelah bermain di pantai seharian. Dengan marah Ramond melanjutkan intrograsinya,"Lo gak punya otak atau gimana? Gue nyariin lo seharian!" Bentak Ramond dengan keras.

Kyla memandang Ramond dengan kesal. Apa dia tidak bisa membiarkan Kyla bahagia, walau hanya satu hari," Kenapa? Lo takut gue kabur? Tenang aja, gue gak punya tempat singgahan lain. Sejauh apapun gue pergi, pasti pada akhirnya gue akan balik ke lo." Ucap Kyla santai.

Ramond menghela napas dengan keras, seakan kepalanya terasa ingin pecah karena mencari gadis ini seharian. Dia panik karena tidak menemukan Kyla dimana pun. Dia takut Kyla melakukan hal bodoh di saat seperti ini. Ramond melangkah mendekati Kyla. Gadis itu yang merasa panik berjalan mundur hingga tubuhnya terkurung antara tembok dan tubuh Ramond. Dengan tatapan mengerikan, lelaki itu kembali bertanya, "Kenapa ponsel lo gak aktif?" Namun kali ini dengan nada pelan. Namun, masih terlihat kemarahan di ratu wajahnya.

"Gue jual."

"Apa?! Untuk apa Kyl!!" Bentak Ramond lagi. Dia sungguh tidak percaya Kyla menjual benda terpenting di zaman sekarang." Untuk puasin hobi belanja lo?!" tambahnya, Membuat Kyla menatap Ramond dengan kesal.

Kyla membalas tatapan lelaki itu dengan marah. Matanya sudah memerah karena ucapan laki-laki itu, yang semakin lama terasa seperti pisau," Nyokap gue gak punya cukup duit! Walau lo udah isi semua rumah dengan barang, tetep aja nyokap gue butuh duit untuk keperluan dia! Apa gue harus tutup mata untuk itu!??" Suara Kyla meninggi dan bergetar. Baru saja ia merasa senang, kenapa sekarang kembali terasa sesak lagi.

Tak lagi berucap, Ramond menurunkan tangannya dan berdiam di tempat. Kyla menyingkir dari hadapan Ramond dan masuk ke dalam kamarnya. Tubuhnya sudah menggigil dan hatinya terasa membeku. Jika dia terus berada di sini, sudah pasti ia akan menjadi batu es yang hanya akan menjadi pajangan cowok di hadapannya ini. Kyla tersentak saat Ramond kembali menyudutkan tubuhnya ke tembok.

Jaket yang Alexa berikan jatuh ke lantai, membuat pakaiannya yang basah tercetak sempurna di tubuhnya. Ramond menghimpitnya, membuatnya semakin merasa sakit dengan tatapan cowok ini," Kenapa lo gak bilang sama gue!?" Tanya Ramond dengan nada yang penuh penekanan.

"Untuk apa? Biar lo bisa menghina gue lebih jauh lagi?" Balas Kyla, Ramond yang merasa kesal, menekan tubuh Kyla lebih erat di tembok. Seakan seluruh kewarasannya sudah hilang karena emosi yang membuncah di kepalanya.

Ramond tidak tahu apa yang dia lakukan dan apa yang dia pikirkan. Hanya sebuah lumatan yang menjadi pelampiasannya. Kyla mencoba untuk mengelak dari ciuman kasar lelaki bajingan ini. Namun laki-laki itu menahan rahangnya dan terus mencium bibir Kyla lebih dalam. Ciuman Ramond sangatlah kasar. Lelaki itu seakan tidak memperdulikan penolakan dari Kyla, dia tetap menahannya, menekannya lebih dalam. Seakan menghukum bibir yang selalu melawannya. Namun perlahan ciuman itu pun terhenti saat ia rasakan satu tetes air mata dan isakan keluar dari mulut Kyla.

Lelaki itu seakan baru mendapatkan kesadarannya. Ramond menghentikan ciumannya. Dia menatap Kyla yang menangis, tanpa melakukan apapun, Ramond berbalik dan meninggalkan Kyla sendiri. Pintu terbanting keras, bersamaan dengan tubuh Kyla yang luruh ke lantai. Menangis dengan keras dan berteriak menghakimi takdir yang menyiksanya begitu dalam.

****

BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang