chapter 3

878 41 0
                                    


Hari ini terlihat lebih baik dari hari sebelumnya. Tidak ada masalah, walaupun tetap di hadapkan dengan kedua orang tua yang merasa sudah tidak saling cocok satu sama lain, seakan mencari cara untuk berpisah. Dan bagi Kyla lebih baik keduanya pisah, agar tidak membuat hidup adiknya menjadi lebih baik. Namun keegoisan mereka membuat Kyla semakin kesal. Mereka merebutkan hak asus atas anak dan Kyla bersumpah kalau dia akan marah besar jika orang tuanya memisahkan dia dengan adiknya. Dan pembicaraan itu dibahas di depan kedua putrinya. Membuat adiknya menangis ketakutan mereka akan terpisah.

"Kalau sampai mereka bakal misahin kita. Kakak janji, kita akan pergi dari rumah ini bareng," Ucapan Kyla membuat adiknya itu sedikit tenang dan memeluknya. Kyla menarik napas dan menghelanya dengan perlahan. Apakah ada cara agar ia bisa membawa adiknya dari mimpi buruk ini? Dia tidak ingin psikologis adiknya hancur hanya karena keegoisan orang tua mereka.

Setelah mengantar adiknya ke sekolah, Kyla langsung pergi ke kampus. Gita, Alexa dan Fanya sudah masuk kelas masing-masing. Sedangkan ia harus menunggu beberapa jam karena dosennya terlambat datang. Kelas masih cukup sepi, beberapa anak-anak memilih untuk berkumpul di kantin atau mencari sinyal wifi daripada menunggu di kelas yang membosankan. Kyla memilih mengecek beberapa tugas. Meyakinkan semuanya tidak ada masalah. Kalau tidak nilainya akan kembali merosot seperti beberapa hari lalu.

Ya beberapa hari lalu ia pernah mendapatkan teguran dari rektor. Dan mendapatkan hukuman harus bergabung dengan organisasi kampus. Sebenarnya dia bisa saja mengadukan itu pada orang tuanya, tapi apa orang tuanya akan peduli? Jadi dengan sangat terpaksa, dia tetap mengerjakan tugas dari rektor. Singkat cerita dari organisasi itu dia bisa mengenal Gita, Fanya dan Alexa. Dan dari situ juga, pendapatnya mengenai Alexa dan Gita pun sirna, dan juga dia mengenal Fanya satu-satunya di antara mereka sangat low-profile dan bisa bergaul dengan siapapun. Tapi semenjak mengenal mereka juga Fanya ikut dikucilkan dan dijauhi teman-temannya. Bukannya merasa sedih, Fanya malah mengacuhkan seluruh gosip dan bersikap seperti biasa.

"Hai saying," Ramond memberikan kecupan di kening Kyla dan duduk di sampingnya. Kyla hanya menoleh sesaat dan tersenyum singkat. Ia terlalu serius dengan tugas-tugas. Ramond menangkup kepalanya, sedangkan tatapannya tertuju pada Kyla. Sebelah tangannya bermain pada bahu Kyla yang tidak tertutup karena dress dengan kerah Sabrina yang Kyla kenakan.

"Ram, geli..." Protes Kyla. Namun cowok itu seakan tidak mempedulikan perkataan Kyla. Bahkan tidak hanya tangannya, Ramond mendekati Kyla dan mencumbu lehernya. Membuat Kyla menjadi risih dan berusaha untuk menjauhkan Ramond darinya.

"Ram! Jangan aneh-aneh deh!" Ucap Kyla dengan nada kesal."

"Kenapa sih? Toh lo pacar gue, kan?" Balas Ramond, tanpa rasa bersalah. Lelaki itu kembali mendekati Kyla, dan lagi-lagi lelaki itu menjatuh ciumannya di leher Kyla. Kyla menggeram kesal dengan kelakuan Ramond. Dia sangat tahu isi otak cowok ini dan sekali pun dia tidak pernah mengizinkan itu terjadi padanya. Dengan kesal Kyla beranjak dari bangku dan mengambil tas dan buku-bukunya.

"Kyl, lo kenapa, sih?" Tanya Ramond seakan tidak punya dosa.

"Kenapa?!! Gue saranin, sebelum lo jadi dokter, lo ke psikiater dulu! Biar otak lo bisa lebih waras!" Bentak Kyla yang langsung meninggalkan Ramond. Cowok itu hanya berdiri diam di tempat, menatap kekasihnya yang sudah meninggalkannya. Dia mengacak rambutnya dengan kasar. Kyla bukanlah tipe wanita kaku, dia sangat modern dalam hal apapun. Dan semua terlihat dari kepala sampai kaki. Tapi perempuan itu membuatnya frustasi dengan sikap Kyla yang selalu menolak untuk bercinta dengannya. Batasan Kyla hanyalah ciuman dan setiap kali dia melakukan lebih dari sekedar ciuman, pacarnya itu akan marah seperti tadi. Di saat semua teman-temannya sudah bisa memamerkan kekasihnya, sementara Ramond masih memutar otak untuk membujuk kekasihnya.

****

"Brengsek banget sih tuh cowok! Samperin aja yuk! Kita hajar rame-rame!!" Ucap Fanya dengan kesal. Kyla hanya terduduk di kursi, berulang kali ia menghela napas dan menghapus airmatanya. Kyla benar-benar tidak bisa tahan dengan sikap Ramond. Bukan sekali dua kali ia melakukan itu. Dan ia selalu beranggapan semua cewek akan tunduk dan pasrah pada prilakunya.

Kyla tidak bisa membayangkan jika mereka benar-benar menikah. Apakah karena cinta, atau hanya karena sebuah nafsu belaka? Apa kehidupan pernikahan mereka akan sama seperti kedua orang tuanya? Memikirkan itu membuat Kyla menjadi takut dengan kata pernikahan.

"Kyl, lo baik-baik aja?" Tanya Gita sambil menggenggam tangan sahabatnya itu. Kyla masih tidak menanggapi perkataan teman-temannya. Setelah menceritakan semuanya pada ketiga sahabatnya itu, Kyla tidak bisa berhenti menangis dan tidak ada lagi kata-kata yang bisa ia keluarkan dari bibirnya.

Kyla menarik napas dan mencoba menenangkan tangisannya. Perlahan dia pun menjawab perkataan Gita,"Kalau yang lo pikir gue bakal bunuh diri hanya karena cowok kayak gitu. Tenang aja, gue gak sebego itu.". Semua sahabat hanya tersenyum tipis dengan reaksi Kyla. Setidaknya dia masih bisa berpikir dengan tenang. Gita cukup tahu bagaimana perasaan Kyla, karena dia pun sering merasakannya. Tapi berbeda dengan Kyla, dia tidak bisa mengelak pada siapapun yang ingin menyentuhnya. Karena itu adalah pekerjaannya.

Dering ponsel Kyla berbunyi, sedikit malas ia mengambil ponselnya di dalam tas. Dia berpikir kalau yang menghubunginya adalah Ramond. namun saat ia melihat layar nama adiknya, Nathalie, yang terpampang. Entah kenapa Kyla menjadi khawatir. Karena adiknya itu jarang sekali menghubunginya.

"Kak, papa kak," Tangisan Nathalie membuat Kyla semakin cemas.

"Ada apa, dek? Papa kenapa?" Tanya Kyla.

"Papa di bawa polisi," Hanya itu yang Kyla dengar. Sebelum akhirnya ponsel di tangan Kyla terjatuh ke lantai. Tanpa berkata apapun, cewek itu pergi meninggalkan ketiga sahabatnya yang terlihat bingung. Fanya, Gita dan Lexa berusaha mengikuti Kyla ke parkiran mobil, namun cewek itu sudah lebih dulu memasuki mobil.

"Kyl, hp lo ketinggalan," Teriakan Fanya tak dihiraukan Kyla. Cewek itu sudah melajukan mobilnya keluar kampus. Semuanya saling tatap, pilihan mereka adalah pergi ke rumah Kyla sekarang dengan membawakan buku dan ponsel yang ditinggalkannya, Atau menunggu Kyla besok datang.

"Tunggu besok aja ya, kalau ke rumahnya taunya cuma masalah ortunya. Kayaknya gak enak banget," Ucap Alexa. Gita dan Fanya hanya mengangguk setuju dengan pendapat Alexa. Walau sebenarnya, ketiganya sama-sama merasa cemas dengan kepergian Kyla yang mendadak itu.

****

BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang