Chapter 17

463 43 0
                                    

Kyla membuka matanya dengan menahan selimut di tubuhnya. Dia beranjak dari sisi Ramond yang masih terlelap. Kyla merasa sangat letih dan lapar. Kyla membayangkan apa yang Ramond lakukan tadi, gairah laki-laki itu seakan tidak pernah habis. Ramond membuatnya benar-benar kelelahan dan mengerang dalam kenikmatan. Kyla menatap Ramond yang masih tertidur. Jam sudah menunjukkan pukul lima sore dan mereka belum makan apapun. Kyla beranjak dari kasur dan memakai kaos Ramond. Dia berjalan keluar dan menuruni tangga. Perempuan itu berharap ada bahan makanan di dapur. Karena ia benar-benar merasa lapar.

Kyla membuka kulkas dan mendapati kulkas sudah penuh dengan bahan makanan. Bahkan di meja sudah tersaji makanan yang sudah siap di makan. Rumah ini sudah kosong sejak dia datang, tidak mungkinkan hantu-hantu di rumah ini rajin berbelanja? Apalagi masak sop ayam yang baunya sangat menggiurkan.

"Enak?" Kyla menoleh saat sedang mencoba sop ayam di meja. Ramond berdiri di hadapannya dengan celana jins yang sudah melekat di pinggangnya.

"Bukan hantu kok yang belanja. Tadi waktu lo tidur, gue mesen bahan-bahan makanan di supermarket. Dan sop menu andalan gue," Ucap Ramond, seraya membuka magic jar. Lelaki itu mengambil nasi panas dan menyendokkannya untuk Kyla dan dirinya.

"Banyak banget, Ram," Keluh Kyla.

"Karena lo banyak ngeluarin tenaga tadi," Jawab Ramond. Membuat Kyla terdiam dan membuang muka darinya. Dia tahu ia merasa lapar karena lagi-lagi dia mengalah dengan gairah. Tapi memiliki kekasih seperti Ramond sangatlah menyebalkan. Karena dia selalu membuat Kyla merona, entah karena kesal ataupun karena malu.

Kyla memakan sop ayam dengan lahap. Keduanya tak berbicara apapun, namun ada yang yang mengganggu pikiran Kyla sejak tadi. Wanita cantik yang datang ke apartemen Ramond dan membuat laki-laki itu pergi dari apartemennya. Ramond terlihat tidak membencinya, karena dia tidak membentak atau pun mengusirnya. Tapi Ramond terlihat tidak nyaman dengan ke datangannya.

"Tadi itu, siapa?" Tanya Kyla. Ramond menoleh, namun dia tidak berucap apapun. Ramond melanjutkan makanannya dalam diam.

"Apa dia pacar lo?"

Ramond menoleh dan menatap Kyla. Lalu berkata,"Lo percaya gue?" Kyla menatap Ramond dan mengangguk.

"Kalau gitu, jangan tanya apa-apa lagi," Ucapan Ramond membuat Kyla semakin penasaran. Kyla ingin tahu hubungannya dengan cewek itu. Kyla tidak akan rela jika Ramond benar-benar akan meninggalkannya. Ramond sudah menjadi oksigen untuknya. Kyla tidak akan bisa hidup tanpa Ramond. Entah seperti apa jika dia kehilangan lekaki yang selama ini menjadi penyanggahnya.

Ketakutan Kyla terlihat di mata Ramond, dia menggenggam jemari Kyla, membuat perempuan itu menatapnya. Dan berucap," Gue gak akan pernah kemana-mana. Sama seperti gue untuk lo. Bagi gue, lo adalah nyawa gue."

Kyla menatap Ramond. Entah apa yang ia pikirkan, Kyla beranjak dari bangkunya dan mendekati Ramond. Dia duduk di pangkuan lelaki itu dan mencium bibirnya,"Janji sama gue, lo gak akan pernah ninggalin gue."

Ramond mengangguk dan membelai rambut Kyla. Sekali lagi dia menarik Kyla dan mencium bibirnya lebih dalam. Melepaskan seluruh ketakutan yang ia rasakan. Karena keegoisannya hanya menginginkan Kyla untuk berada di sisinya.

****

Seminggu di rumah yang baru Kyla merasa lebih nyaman dan senang. Entah alasan apa yang pasti dia selalu merasa bahagia bersama Ramond. Di tambah dengan tugas-tugas dokter yang menghilangkan banyak pertanyaan tentang Ramond. Sekali dia bertanya pada dirinya sendiri, apa yang terjadi dengan Ramond? Namun Kyla tidak menemukan jawaban apapun dari pertanyaannya sendiri. Karena Ramond terlalu tertutup untuk urusan pribadinya. Dia hanya bercerita tentang ibunya yang hamil diluar nikah dan ayah biolgisnya pergi seperti bajingan. Dan selebihnya Kyla tidak tahu apapun tentang Ramond. Dan Kyla sedikit mengorek melalui internet tentang keluarga Edwindara. Dan cewek yang datang itu adalah Chanisa putri Edwindara. Yang tidak lain adalah sepupu Ramond. Tetap lelaki itu terlihat sangat menghindari wanita itu.

Ramond sudah membuat otak Kyla menjadi tidak karuan. Dia benar-benar tidak bisa berpikir jernih dengan apa yang Ramond lakukan untuk saat ini. Dan nama Chanisa seakan terus berputar di kepala Kyla. Kenapa sepupu Ramond itu bertingkah seperti kekasihnya? Kyla menghela napas pelan, dia hanya bisa mencatat sedikit pelajaran hari ini dan sisanya ia memotonya dengan ponsel, untuk ia kerjakan di rumah. Dosen baru saja keluar setelah menambahkan satu tugas lagi. Kyla merapihkan buku-bukunya dan dia harus segera ke ruang laboratorium beberapa jam lagi. Dia benar-benar sudah merasa sakit kepala karena tidak bisa menemukan jawaban dari pertanyaan yang ia buat sendiri. Karena sudah pasti Ramond akan menghindar setiap kali dia bertanya.

Baru saja Kyla keluar dari kelas, suara seorang pria membuat Kyla menoleh dan melihat Alex berjalan mendekatinya. Lelaki itu melangkah mendekati Kyla dan mengulurkan sebuah jurnal padanya.

"Ini saya sudah meringkas beberapa hal untuk skripsi kamu. Saya harap itu bisa membantu kamu untuk lulus," Ucapnya dengan sangat ramah.

"Terima kasih Alex, aku benar-benar merasa tertolong dengan ini," Balas Kyla.

Alex tersenyum singkat padanya dan berucap," Kamu sangat pintar dan dari beberapa tugas yang sudah kamu berikan. Saya yakin kamu akan menjadi dokter terbaik."

"Kamu berlebihan, Alex. Aku masih harus banyak belajar dari kamu dan dosen lainnya," Jawab Kyla. Pembicaraan itu berlanjut begitu saja dengan sangat santai. Namun tiba-tiba tangan Kyla tertarik, membuatnya menjauhi Alex dan Ramond berada di tengah mereka.

Dia menatap Ramond dengan tidak senang. Sedangkan Alex menatap Ramond dengan santai. beberapa saat keduanya tidak saling berbicara. Keduanya seakan mengibarkan bendera perang dengan caranya sendiri-sendiri.

Tidak ingin membuat keributan, Kyla menarik Ramond pergi setelah mengangguk singkat pada Alex yang masih sempat tersenyum padanya. Setelah yakin mereka sudah jauh, Kyla melepaskan tangannya dari bahu Ramond dan menatapnya kesal.

"Lo apa-apaan sih! Gak sopan tau!" Ucap Kyla kesal.

"Dia yang ngeselin," Balas Ramond. Dia mengambil satu cola di mesin yang tersedia dan meneguknya. Kyla hanya mendesah kesal dan memilih pergi dari hadapan Ramond. Kyla sangat tidak senang dengan sikap kekanakan yang Ramond sering ia tunjukan. Apalagi dia menunjukkannya pada dosen senior, bagaimana jika dokter Alex merasa tidak senang dan memberikan nilai buruk padanya. Walau Kyla tahu, Alex tidak mungkin melakukan itu. Tapi kelakuan seorang calon dokter pastilah akan dinilai.

Ramond menarik tangan Kyla dan memasuki sebuah lorong kecil yang hampir tak terlihat orang. Kyla merasa sesak, bukan karena tubuh mereka yang berada di lorong sempit, tapi karena tubuh mereka yang saling berhimpitan. Napas Ramond mengenai tengkuknya dan tangannya yang merangkul pinggang Kyla dengan erat.

"Lo tau, kan, gue gak suka lihat lo dengan siapapun. Karena setiap kali lo berada di dekat cowok lain dan terutama cowok itu lebih baik dari gue. Gue akan ngerasa takut. Gue takut lo akan pergi dari gue," Kyla tak menyangka Ramond mengungkapkan ketakutannya begitu gamblang. Kyla mengulurkan tangannya dan memeluk leher Ramond dengan berani dia mencium bibir Ramond. Membuat seluruh ketakutan Ramond menghembus pergi.

" Lo tau, seluruh tubuh gue juga hati gue udah gue berikan untuk lo. Dan gak akan ada yang lain dalam hidup gue selain lo," Balas Kyla.

Ramond tersenyum, lalu merengkuh tubuh itu dan berucap," Sejak kapan bibir lo pinter cium gue? Setau gue, lo hanya pintar ngomong. Apalagi marah-marah," Ejekan Ramond membuat pipi Kyla merona. Ramond hanya tersenyum dan menangkup rahang wanitanya, sekali lagi mencium bibir itu, meyakinkan dirinya kalau Kyla tidak akan pernah pergi dari hidupnya.

*****

BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang