11. Rasa Aneh

1.4K 38 0
                                    

Dua hari. Dua hari Andrelin tidak menjumpai Darren. Usai ungkapan tak bermutu lelaki itu, dia seolah kehilangan nyali untuk sekadar memperlihatkan batang hidung di sekolah.

Hingga esoknya, mereka bertemu. Tanpa bicara, tidak ada yang buka suara. Esoknya lagi, hanya berpapasan.

Hari berikutnya bertemu dan saling bicara. Berikutnya lagi, tertawa bersama. Seolah hari-hari dilewati terbiasa selalu bersama.

Hari ini. Di depan perpustakaan, Darren menghadang. Menghalangi jalan masuk.

"Apa?"

Darren mengedik. "Ada sensasi aneh saat melihatmu."

Tidak ada sorot tak bersahabat seperti kali pertama bertemu dari keduanya. Andrelin juga merasa ada rasa aneh dalam diri.

Degupan jantung ini, juga rasa canggung. "Aku juga," sahutnya.

"Cinta?"

"Aku mau membunuhmu, sebelum diriku sendiri yang terbunuh." Darren terkekeh sinis saat Andrelin mengabaikan ucapan sebelumnya.

"Lupakan dendammu. Dia tidak akan kembali bangkit."

"Kau harus mati," pungkas Andrelin cepat.

"Yakin?"

"Ma-ti."

"Heh, dia akan tetap mati tanpa dibunuh." Darren menarik rambutnya kesal. Sekelebat bayangan saat melenyapkan sang pacar mulai mengganggu otak.

"M-a-ti." Andrelin kembali berdesis.

"Andrelin!"



"Mati!"

Lelaki itu mendengkus kesal. "Setan mana yang merasukimu? Heh?!"

"Bagaimana kau bisa pindah kelas?"

"Uang," balas Darren santai.

"Kau ... mencintai Erlyn?"

"Aku mencintaimu sekarang."

"Aku bertanya untuk dulu."

"Mungkin."

"Kenapa ragu?"

Darren mengabaikan, "Aku pergi."

"Hei!" Andrelin mencegah.

Lelaki gila ini berhenti. "Yakin ingin tahu?"

"Iya."

"Kakakmu terlibat." Darren kembali berbalik pergi.


"Kubunuh kau!" Langkah Darren terhenti. Dia memandang shok pada objek berjarak 3 meter di depannya.

Pemandangan yang langka. Perempuan ketika jatuh pasti akan meringis sakit. Tapi ini ...?

Seorang lelaki dengan seragam sama mendekat, ia mengulurkan tangan untuk si perempuan. Wajah itu tampak cengengesan. "Kau tahu, Cay? Aku suka gerak refleksmu," pujinya.

Cay mendengkus geram. Ia tidak terima dilempari jagung bakar. "Kenapa melempar jagung ke atas?!"

"Siapa suruh naik pohon?" Lelaki itu terbahak. Dia tahu pasti temannya takut jagung, tapi, "Aku suka saat kau jatuh dan langsung lari ke tempat lain."

Perempuan itu sibuk membenahi rok belakang yang kotor karena dua kali mendarat ke tanah.

Siapa bilang jatuh tidak sakit, apalagi jatuh dari pohon? Tapi, bagaimana dengan jatuh cinta? Darren pusing.

"Menarik." Hanya gumaman halus dari bibir Andrelin sebelum ia berbalik menuju kelas.

Bagaimana bisa ada makhluk yang terjatuh bukan berteriak sakit dan duduk meratap nasib, tapi lari ke tempat lain setelah itu barulah duduk manis dengan dagu di lutut. "Benar-benar menarik."


Darren kembali pada kewarasannya, ia baru sadar Andrelin sudah pergi.

Dan di sinilah dia sekarang. Duduk mengamati teman semeja. Usai kejadian tak wajar Rexi dan Acay di hadapan mereka, Darren kembali ke kelas. Hanya diam, Andrelin pun ikut bungkam. Mungkin masih memikirkan pasangan abnormal tadi. Atau ... malah berpikir tentang rasa-rasa aneh berakibat tidak tenang dan tidak baik untuk kesehatan jantung?

Terlepas dari semua ini, Andrelin perlu menuntaskan masalah awal, menyelesaikan misi sejak lama dan tetap konsisten dengan ambisi.

Biasanya makhluk bernama Darren jarang terlihat di pandangan meski duduk bersebelahan. Tapi, seolah memang diuji, saat mulai sadar akan ada perasaan tak tertahan. Andrelin dan Darren selalu dipertemukan dalam keadaan apapun.




Sialan.


Daripada kepala pecah karena rasa, lebih baik selidiki lebih banyak. Dia harus tahu semua. Bertindak tanpa rekan di belakang, menganggap pembunuhan Erlyn masih abu-abu, terpenting ... tanpa Andre terlibat.

Sebut saja Andrelin kian mencurigai Andre. Katakanlah dia sedikit percaya Darren.

Tidak ada artinya bagi Andrelin.

Dia dan Darren yang sering berjumpa ria?

Melangkah lebih jauh, bertindak bahkan tanpa keterlibatan sang kakak?


Biar saja.

___

Tbc.




13 Januari 2020

Andrelin A Mafia GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang