12. Si Jutek dan Abang

1.1K 40 2
                                    

Part ini khusus flashback.

.

"Lilin sedang mengerjakan PR?" Andre nongol di ujung tangga. Menatap gadis imut juga menggemaskan sibuk membolak-balik buku. Duduk manis di sofa ruang tamu.

"Kenapa tidak menjawab?"

Si Lilin masih setia bungkam. "Lilin ...."

Andrelin tiba-tiba muncul. "Abang ... jangan mengganggu!"

"Siapa yang mengganggu?!"

"Oh, ya." Andre menggaruk tengkuk, ia memanggil, "Lilin?"

"Erlyn, Abang. Namanya Erlyn."

"Abang lebih suka memanggil Lilin."

Erlyn mendengkus, tetap memasang muka jutek. Entah kesal karena belajarnya terganggu, atau karena dipanggil Lilin oleh kakak sang sahabat.

Memang sejak kedua orangtua Andre dan Andrelin berpisah, Andre sering mengunjungi rumah Andrelin dengan Mama. Dia tinggal bersama papanya meski mereka jarang berbicara.

"Jangan pasang muka seram, Lilin," peringat Andre dengan senyum lebar.

Jutek.

"Suka-suka pemilik mukanya, Bang." Andrelin terkekeh geli melihat wajah keruh Andre.

"Apa terlihat buruk, Bang An?" tanya Erlyn sedikit penasaran.

"Lilin pasti lebih suka jalan dengan Abang, 'kan? Makan-makan, ke perpustakaan, atau malam mingguan?" balas Andre usil. Kedua alisnya naik-turun. Hirau akan pertanyaan Erlyn.

"Aku bahkan lupa ini malam Minggu," gumam Erlyn biasa saja. Memang apa beda malam Minggu dengan malam hari lainnya?

Apa kencan dengan pacar harus Sabtu malam? Apa tidak boleh hanya rebahan di kasur saat malam Minggu? Aneh, memang.

Andrelin merengut tidak rela. Tidak akan ia biarkan Erlyn menjadi korban keusilan selanjutnya oleh Andre. "Abang, keluar! Cari pacar, mungkin."

"Calon pacar di depan mata, kenapa perlu keluar?" Ekspresi menyebalkan menurut Erlyn. Bibir Andre dibuat monyong dengan satu mata tertutup.

Erlyn yang jutek, Abang yang usil.

Lalu, tangan Andre menyambar gesit lengan Erlyn. Membawanya keluar bersamaan teriakan menggelegar sang adik.

"Bang!" kesal Erlyn tak tertahan. Netra terangnya melihat ke arah rumah di mana Andre meninggalkan adiknya. Menyeret paksa untuk dia ikut ke mobil, tidak tahu ke mana tujuan.

Andrelin mondar-mandir. Ini tidak boleh, Andrelin tidak akan membiarkan Erlyn terkontaminasi virus usil sang kakak. Dia harus menyusul.

Saat berhasil menyusul, dia melihat pemandangan menakjubkan. Seperti melihat sang Pangeran menggendong Cinderella. Erlyn pingsan dalam peluk kakaknya. "Abangg ...."

Apa yang sudah ...?

"ABANGGHH!" teriak Andrelin ngos-ngosan. "Hah ... huhh ... haahh ...." Ia bangun dengan keadaan kacau, hatinya gelisah, jantung juga tak bisa bekerja sama.

Dia melihat sekeliling. Masih berusaha menormalkan napas.

Di kamar.

Sekelebat kisah Abang dan sahabatnya. Bedanya, jika dulu ini nyata ... sekarang hanya kenangan yang datang lewat mimpi.

____

PRANGG!

Brakkk.

.

.

Andre tidak bergerak di ambang pintu, melihat jelas sang ayah melempar pas bunga mengenai kepala wanita dengan tampilan sudah tak tergambarkan. Rambut coklat sepunggungnya kusut dan acak-acakan, lipstik merah itu terpoles tak sesuai aturan, jejak maskara bercampur air mata memperjelas bila ia tengah kacau. Kacau bukan oleh ulahnya saja. Dia tinggi, ramping, menarik, meski memiliki hidung agak pesek.

Di sana, Papanya menggebrak meja marah, tangannya terkepal, buku-buku jarinya ikut memutih.

Srekk.

"Jalang!" Kemeja merah wanita pesek dirobek sang Papa. Ekspresinya masih sama.

Si wanita menggeleng lemah. Air mata terus mengalir di pipi.

Papanya belum puas mengamuk. "Berani kau membantah?!"

"Aku ... di-a ... ha---"

"SIAPA PRIA ITU?" bentaknya kian merah padam.

Plakkk. Plak!

Plakk.

Brukk!

Wanita itu terjatuh bahkan tubuhnya menggelinding ke tangga, setelah tamparan bertubi-tubi diterimanya.

Andre kian kaku. Sorotnya makin tajam lurus menatap objek.

Sepulang mengantar Erlyn ke rumah, Andre memilih kembali ke rumah sendiri. Tempat dia dan papanya tinggal.

Namun, apa yang dilihatnya di rumah mampu membuat ia seperti wanita tanpa daya.

Iblis. Definisi yang pantas disandang oleh orang yang dia sebut Papa.

Tidak perlu Andre mendekat, terlihat jelas dari tempat ia berdiri jika wanita yang baru saja tergelinding pasti luka fatal atau justru tak tertolong.

Setetes buliran bening turun ke pipi.

Usai kejadian itu, semua berubah. Semua tak lagi sama. Andre kehilangan ekspresi, membuat orang-orang heran. Sikap yang jelas seratus delapan puluh derajat berbeda. Adiknya, Andrelin, ikut heran.

Siapa yang tahu ... penyebab awal psikologi Andre terganggu akibat ulah papanya sendiri?

Sejak saat itu. Dia kehilangan simpati. Awalnya hanya dengan Papa, lalu ke orang sekitar bahkan Erlyn ikut diabaikan.

Andrelin. Hanya Andrelin dunianya. Satu-satunya yang masih ia pedulikan.

Mama?

Masa bodoh.

Cukup sang adik, dan ia merasa cocok.

Dia ... kehilangan dirinya sendiri.







____


TBC ....


22 Januari 2020

Andrelin A Mafia GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang