13. Keterlibatan Orin

1.1K 33 3
                                    

Dia akan tetap mati tanpa dibunuh.

Pecah. Otak Andrelin terasa penuh.

Kecurigaan makin tinggi, bukti kian menjadi. Alasan tak lagi konkret. Andre benar-benar terlibat.

Bahkan Andre seolah menghindar dari Andrelin. Ia selalu mencari-cari alasan agar tidak mengobrol lama.

"Abang!"

"E-eh. Alin?" Andre mengambil handuk yang diberikan anak buahnya. Dia selesai menghajar, memukul, menendang, juga tak segan mematahkan beberapa tulang anak buah yang dilatihnya.

"Kenapa langsung ke sini? Harusnya ganti baju dulu."

Adiknya datang masih memakai seragam sekolah. Ekspresi yang ditangkap Andre tampak tak bersahabat.

"Hanya sebentar, Bang," sahutnya.

Andre mengangguk merasa canggung. Seperti ada batas di antara keduanya. "Abang mandi dulu."

Satu hal, dia harus menghindar. Masih terlalu tipis keberanian yang dimiliki olehnya.

"Aku masih mau bicara," cegah Andrelin.

"Mau menunggu?" tawar Andre.

"Mau sekarang."

"Abang ma---"

"Aku ingin membahas kematian Erlyn," potong Andrelin cepat.

Andrelin menangkap ekspresi resah abangnya. "Bukankah sudah jelas siapa pembunuhnya?"

"Abang ...."

Andre bertanya dengan helaan nafas gusar, "Kau mencurigaiku?"

"Sedikit," jawabnya ragu. Sedikit atau justru benar-benar tidak percaya lagi.

"Abang memang bertemu Erlyn hari itu."

"Bahkan hal sepenting ini Abang sembunyikan," balas Andrelin sendu. "untuk apa semua ini, Bang? Sia-sia saja. Organisasi yang kubuat untuk menyelidiki kasus yang bahkan sudah banyak Abang ketahui."

"Dan ... Abang pun terlibat," lanjutnya.

"Abang punya rasa dengannya, Alin," jawab Andre terlihat melas dan pasrah.

Andrelin mendengkus tidak peduli. Dia harus pergi dari hadapan Andre atau kecewa lebih banyak lagi.

___

Sorot gelap pria berjaket kulit kian menajam kala melihat sosok tinggi dengan kaus coklat tua dipadukan jeans hitam panjang serta sepatu menyamai warna baju. Dia harus bicara dengan orang itu.

Berusaha mengikuti langkah lelaki itu dengan menyisihkan orang-orang hilir-mudik yang menghalangi jalannya, Andre terus berlari mengundang tanya juga heran para pengunjung Pelang Mall, salah satu pusat perbelanjaan di kota Palembang.

Akhirnya Andre menemukan lelaki itu sedang melihat-lihat jam tangan di sebelah kiri ia berada.

"Hei!" Orang itu menoleh, sedikit terkejut, tapi berusaha menormalkan ekspresinya. Dia kembali fokus memilih jam tangan ....

Aksi kejar-kejaran tak terelakkan. Andre merasa terkecoh, berlagak memilih-milih arloji hanya agar dia merasa orang itu tidak akan kabur.

"Tunggu, bedebah!" racau Andre saat sudah di luar. Emosinya kian memuncak ketika pemilik kaus coklat tua memasuki mobil hitam dan melaju kencang.

Andre menyusul, mencoba menyamai kecepatan orang itu.

"Sial!" Sialnya, jalan yang dilalui si kaus coklat sangat sepi. Sedang, Andre, merasa tidak ada tanda-tanda orang yang dikejar akan berhenti. Ia meraba kursi belakang mencari pistol dan mengisi pelurunya penuh.

DORR.

Dorrr!

Andre turun dari mobilnya, menyeret paksa orang itu keluar setelah menembak ban mobil milik lelaki berkaus coklat.

"Sejauh mana yang kau tahu?"

Orang itu menjawab acuh, "Memangnya apa yang kutahu?"

"Orino Regasa, kita sempat berpapasan di dekat TKP." Andre tidak akan bertanya hal tidak penting, ia tidak perlu basa-basi.

"Atau ... justru kau tahu dan terlibat akan kematiannya?"

"Kau bicara apa?!" Orin akhirnya tersulut emosi juga.

"Tapi, kau mengenalnya, tolol!" geram Andre. Tangannya sudah mengepal kuat.

"Aku kenal dia, bukan berarti terlibat."  Orin ikut kesal." Jelas saja Orin ikut kesal. "bukankah lebih masuk akal jika kau yang harus dituduh?"

Kematian Elyn seperti ada kaitannya dengan sikap Andre sekarang.

Buggh!

Orin tidak sempat mengelak saat Andre memukul. Baru Orin akan membalas, tapi tangannya sudah dipelintir ke belakang.

"Satu yang aku syukuri, kau berhasil kabur, polisi muda." Kuncian Andre kian kuat. Dia memang sempat lega saat mendengar Orin berhasil kabur. Itu artinya Andrelin tidak bisa mendapatkan informasi lebih banyak, tetapi nyatanya tetap saja adiknya curiga.

"Arrghh ... a-adikk ... mu pasti akan ta-hu, huh," ringis Orin miris.

"Setidaknya tidak lebih cepat."

Brugghh.

Krass.

Andre menumbangkan Orin, lalu menusuk perut kirinya.

"Arrrrgghhh ...!!!"

____

TBC ....

🔪🔪🔪

29 Februari 2020

Andrelin A Mafia GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang