Rumah sedang sepi, hanya ada Vino, dan Gavin yang pulang cepat karena mendapat informasi adiknya sakit. Sedangkan Ervan masih di kampus, dan Ken di sekolah.
"Istirahat, Vin." Gavin mendekat dengan teh hangat yang baru saja dibuatnya. Dia masih harus bertanggung jawab pada Vino, sebelum ayah dan bunda datang.
"Ini kan lagi istirahat, bang. Aku gak lari-lari lho padahal." Sahut Vino. Matanya tertuju pada televisi di hadapannya. Vino tak mau beristirahat di kamar, bosan katanya. Jadi dia memilih menonton TV saja di ruang tengah. Walau kepalanya masih sedikit pusing, tapi dia sudah mendapat tempat nyaman di sofa besar itu. Itung-itung menyempurnakan bolosnya.
"Istirahat di kamar, tidur. Kalau di sini kamu pasti gak akan tidur."
"Aku gak ngantuk, bang. Udah ah sana, masih ada kerjaan lain kan?"
Gavin kembali menghela nafas. Menatap Vino yang kini sudah beralih menonton acara televisi. Wajah adiknya masih pucat. Sangat kentara bahwa Vino memang dalam kondisi tidak baik. Tapi terlalu keras kepala untuk menurut.
"Kalau sampai nanti malam badan lo masih lemes, abang suruh ayah sama bunda anter ke rumah sakit. Badan kamu udah mulai demam itu, pasti karena kecapean." Gavin sudah bangkit, berjalan menjauh dari Vino.
Sedangkan Vino yang mendengar ocehan kakaknya, ikut merasakan suhu tubuhnya. Tidak panas. Tapi memang tubuhnya masih lemas. Tapi tidak panas! Sungguh, dia tidak demam. Kakaknya pasti hanya mengada-ngada agar dia mau beristirahat di kamar.
Vino masih mode tidak menurutnya pada Gavin. Mungkin bila Ervan yang menyuruh, dia akan menurut. Karena kakaknya pasti akan mengeluarkan jurus seret menyeret. Sedangkan Gavin tidak akan berani melakukan itu. Terlalu polos seperti saudara kembarnya.
Ken baru datang sekitar pukul 3 sore. Meninggalkan kegiatan osisnya lagi hanya karena Vino. Bahkan Vino juga heran, mengapa Ken bisa sekuat itu mengikuti organisasi yang bahkan menganggu istirahat siangnya. Tapi kembali lagi, pandangan Ken dan Vino itu berbeda.
Sebenarnya, Ken sudah tidak tenang sejak datang dari mengantar Vino pulang tadi. Walau dia juga tahu sendiri adiknya sudah baik-baik saja. Tapi tetap, Ken selalu mempunyai pikiran negatif tentang kondisi Vino. Takut ini, takut itu. Dan berujung terlihat over protektif. Tak masalah untuk Ken, walau bermasalah untuk Vino yang menganggap kakaknya berlebihan.
Tadi, saat sampai di rumah, Ken langsung menitipkan Vino pada Gavin. Tidak sempat bertanya banyak, karena dia tahu Vino tidak akan mau diganggu bila dalam kondisi seperti itu. Jadi kini, Ken memutuskan pulang cepat, agar bisa mengobrol dan memastikan kondisi adiknya memang baik-baik saja.
"Kenapa gak di kamar?" Ken menemukan Vino yang masih asik dengan game, dan televisi yang menyala di depannya. Tak menoleh saat Ken mendekat, lalu duduk disebelahnya.
"Masih pusing?" Tangan Ken terjulur untuk merasakan suhu tubuh Vino. Tapi belum sempat punggung tangannya menyentuh kening Vino, anak itu sudah menghindar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berbeda ✔️ [TERBIT]
Teen FictionPART TIDAK LENGKAP! • Terbit di Orinami Publisher • Full part di Karya Karsa Note: REVISI PENULISAN DAN TANDA BACA DI VERSI CETAK. • • Jangan pernah dengar apapun kata orang. Karena saat semesta membuatmu menjadi salah satu bagian dari hidupku, tak...