"Susah banget nurut sama gue, ya? Lagi sehat aja sukanya bolos. Kalau udah sakit maksa sekolah." Ken masih fokus menyetir, sedangkan yang diajak bicara masih sibuk menggigit roti tawar coklat buatan bunda.
Vino bangun kesiangan hari ini. Jadi bunda menyuruhnya untuk sarapan di mobil saja.
Seharusnya hari ini Vino beristirahat di rumah. Bunda sebenarnya sudah menyuruh Vino agar tidak sekolah hari ini, makanya tidak ada yang membangunkan anak itu pagi tadi.
Tapi, 5 menit sebelum Ken berangkat, Vino turun dengan terburu-buru. Dengan dasi yang hanya dikalungkan di leher. Tali sepatu yang belum diikat, dan rambut basah yang masih acak-acakan. Membuat semua yang berada di meja makan langsung mengalihkan pandangan pada Vino.
"Berisik, Ken! Lo tu kalau gak ngomelin gue, hidup lo gak bahagia gitu? Kayaknya gak pernah absen deh marah-marah depan gue."
"Justru karena punya adik yang kelewat nakal kayak lo, hidup gue jadi gak tenang."
Vino menghentikan kegiatan sarapannya. Menoleh kearah Ken yang masih fokus menyetir. "Apa? Lo nyesel punya adek kayak gue?"
"Kok nyesel, sih? Gak tenang gue bilang, Vin. Gimana gue bisa tenang, kalau tiba-tiba denger adek gue sakit. Tiba-tiba dateng pucet. Ya gue kepikiran lah, Vin." Ucap Ken.
Tapi sepertinya, mood Vino terlanjur hancur. Apa yang Ken bilang benar. Dia bahkan semenyusahkan itu, hingga membuat keluarganya beban. Hanya saja, Vino memang seperti ini. Mau di rubah seperti apapun, akan tetap seperti ini.
"Tuh kan ngambek. Lo kalau gak marah, ya ngambek sama gue. Diemin gue. Ayolah, Vin. Apa yang gue bilang jangan di pandang negatif terus."
Vino menoleh. Menarik nafasnya pelan, lalu kembali menatap kearah Ken. "Kalau adek lo bukan gue, gimana? Enak kali ya. Gak ada yang buat lo susah lagi, gak ada yang buat lo khawatir lagi. Hidup lo pasti tenang banget." Ucapnya, lalu kembali mengalihkan pandangan keluar.
Mobil Ken sudah memasuki area sekolah. Namun hening masih menjadi satu hal yang tercipta di dalam sana. Vino yang tak lagi melanjutkan, dan Ken yang belum menemukan jawaban agar tak menyinggung Vino lagi.
"Sorry." Ken menahan pergerakan Vino yang akan membuka pintu mobil. "Gue bahkan lebih baik gak punya adek, daripada orang lain yang jadi adek gue."
Vino tersenyum, lalu mengangguk. "Gak usah di pikirin." Ucapnya sebelum kembali membuka pintu, dan meninggalkan Ken yang masih terdiam.
Bahkan Ken tak pernah menyalahkan semesta untuk apapun yang dia dapat hingga saat ini. Termasuk Vino. Bagian dari rasa bersyukurnya, bukan rasa menyesalnya.
^^
Hari ini jadwal pengambilan nilai olahraga. Vino memang akan ikut olahraga bila sedang mengambil nilai, bila di pelajaran biasa Vino pasti selalu absen. Tapi kali ini, kondisinya berbeda. Vino tidak seharusnya ikut olahraga, walau pengambilan nilai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berbeda ✔️ [TERBIT]
Teen FictionPART TIDAK LENGKAP! • Terbit di Orinami Publisher • Full part di Karya Karsa Note: REVISI PENULISAN DAN TANDA BACA DI VERSI CETAK. • • Jangan pernah dengar apapun kata orang. Karena saat semesta membuatmu menjadi salah satu bagian dari hidupku, tak...