Ken sudah merasa lebih baik pagi ini. Jadi saat bunda menyuruhnya beristirahat, dia menolak. Lagi pula masih banyak tugas osis yang harus dia selesaikan untuk ulang tahun sekolah.
Di meja makan kini sudah ada Ervan dan bunda, juga Ken yang baru saja menarik salah satu kursi. Gavin sudah berangkat lebih pagi ke kampus. Begitupun ayah yang harus lebih pagi untuk meeting. Sedangkan Vino belum juga turun. Ken pikir adiknya pasti marah, atau.. sakit?
Baru saja Ken ingin bangkit, suara langkah Vino membuatnya berbalik. Tatapan anak itu datar, hanya sekilas senyuman untuk bunda sebelum ikut bergabung. Setidaknya Ken lega. Hingga tanpa sadar senyum kecilnya terbit.
"Kenapa, Vin?" Suara Ervan menghentikan gerakan tangannya mengambil makanan. Membuatnya menoleh kearah Ervan lalu menggeleng.
"Muka lo asem banget. Senyum gitu, atau sapa kita gitu. Jangan ditekuk terus, nanti cakep lo kalah sama gue."
Vino memutar bola matanya malas. Dia sedang tidak ingin bercanda. Tapi Ervan malah menggodanya. Moodnya sudah hancur, malah dibuat makin hancur.
"Udah sembuh?" Vino mengalihkan pandangannya dari Ervan, menatap Ken yang masih menikmati sarapan.
Samar Vino melihat anggukan dari Ken, sebelum pandangannya kembali dia alihkan pada makanan di hadapannya. Wajah Ken masih pucat. Dan rasa bersalahnya semakin tinggi. Harusnya dia tidak membiarkan Ken menolongnya. Harusnya bukan Ken yang memakan makanannya kemarin. Harusnya bukan Ken yang sakit, dan harusnya bukan Ken yang menjadi pelampiasannya. Dia yang yang salah, tetapi orang lain yang kena batunya.
"Vino gak sakit juga, kan?" Suara bunda membuyarkan lamunannya. Membuat Vino yang sejak tadi mengaduk makanannya langsung menghadap pada bunda.
"Enggak, bun." Jawabnya dengan senyum yang sedikit dia paksakan.
"Sarapannya di makan dong, jangan diaduk gitu."
Vino mengangguk, kembali memakan sarapannya walaupun tak sepenuhnya habis. Dia tak lapar. Tak ingin apapun. Rasanya banyak sekali beban yang belakangan ini otaknya pikirkan.
Hingga 10 menit berlalu, Vino yang lebih dulu bangkit. Di susul Ken setelahnya.
"Ken, kalau masih lemes nanti pulang aja, jangan di paksa." Ucap bunda saat mereka pamit pergi. Ucapan bunda dibalas anggukan lembut oleh Ken. "Adek kamu juga di lihat. Takut kenapa-kenapa."
"Iya bun. Aku berangkat ya." Pamit Ken sebelum langkahnya dia bawa untuk mengejar Vino yang sudah lebih dulu pergi.
Ken yakin, Vino sudah tidak marah lagi. Tapi Ken tidak tahu apa yang membuat mood Vino hancur hari ini. Mungkin Ken harus mulai mendekatkan diri lagi pada Vino. Karena dia tahu persis bagaimana sifat adiknya. Bila tidak di desak, tak akan mau bercerita.
Langkah Ken terhenti saat melihat Vino sudah berdiri di depan mobilnya. Tatapannya malas, tapi Ken yakin Vino sudah tak bermasalah apapun dengannya. Bila Vino masih marah, anak itu pasti memilih pergi dengan Sam dibanding dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berbeda ✔️ [TERBIT]
Teen FictionPART TIDAK LENGKAP! • Terbit di Orinami Publisher • Full part di Karya Karsa Note: REVISI PENULISAN DAN TANDA BACA DI VERSI CETAK. • • Jangan pernah dengar apapun kata orang. Karena saat semesta membuatmu menjadi salah satu bagian dari hidupku, tak...