"Itu Daren, saudara kembar kamu. Sedangkan Vino, dia keponakan tante."
Vino masih terduduk dibalik pintu, memeluk lututnya dan menenggelamkan kepalanya disana. Kata-kata itu bahkan masih jelas terngiang di telinganya. Walau kini suara gaduh yang menyerukan namanya di luar sana terdengar begitu jelas. Namun tak mampu sedikitpun menutupi bayang-bayang ucapan Laras tadi.
Dia masih tidak menyangka, kekhawatirannya belakangan ini di jawab dengan kenyataan yang semenyakitkan ini.
Sejak dulu hidupnya baik-baik saja. Tidak pernah berpikir sedikitpun bahwa perbedaanya selama ini, adalah bukti bahwa dia bukan anggota keluarga disana. Bahwa dia adalah orang asing yang dengan lancangnya tinggal dan menyusahkan mereka semua.
Bukankah tidak pantas? Bukankah itu memalukan? Dia menjadi beban, padahal dia sama sekali tidak memiliki hubungan darah dengan salah satu dari mereka.
Bahkan kini Vino tak tahu, sakit seperti apa yang dirinya rasakan. Kecewa yang tak mampu dia artikan. Bila memang dia bukan anak kandung bunda, mengapa tidak sejak awal bunda membiarkannya mati? Mengapa bunda berusaha sebegitu keras hanya untuk membuat dia tetap bertahan? Bila pada akhirnya, kenyataan yang dia terima bahkan lebih sakit dari sebuah kematian
"Vin, please buka pintu! Kita ngobrol! Sumpah, gue juga gak percaya sama apa yang Tante Laras bilang. Gue gak percaya kalau dia itu saudara kembar gue. Ayo, Vin keluar dulu. Kita ngomong sama-sama. Kita cari tahu kebenarannya."
Suara Ken masih menjadi yang paling berisik disana. Tapi entah mengapa, berisik Ken kali ini membuat Vino semakin sakit. Setiap kata yang Ken ucapkan seperti menambah luka yang baru saja terbuka. Membuat perih dari setiap tarikan nafasnya.
Kenyataan bahwa Ken bukan saudara kembaranya telak meruntuhkan dunianya. Vino kecewa, mengapa dari sekian banyak nasib buruknya, takdir memilih ini menjadi yang terburuk?
Kini Vino mempertanyakan, apa semua yang dia rasakan selama ini palsu? Apa mereka semua berpura-pura? 17 tahun dia hidup dalam kebohongan. Dalam rahasia besar yang disimpan begitu rapi oleh keluarganya.
"Vin, kita bisa ngobrol dulu, ya? Biar bunda bisa jelasin semua sama kamu. Kita semua keluarga kamu, percaya sama abang. Kita gak akan ninggalin kamu, sekalipun ada orang lain yang dateng."
Vino tahu itu suara Gavin. Kakaknya ada disana, dengan Ken. Mengapa kini Vino tidak percaya dengan apa yang mereka semua katakan? Seperti.. semua hanya kebohongan. Mereka hanya pura-pura, kan?
Semakin Vino beranggapan seperti itu, semakin hatinya sakit. Vino tahu tidak ada getar kebohongan dari ucapan Ken dan Gavin. Tapi, Vino juga tidak tahu setulus apa mereka setelah tahu bahwa dia bukan adik kandungnya.
Vino mengangkat kepalanya yang mulai berdenyut. Benar kata Gavin, dia harus mendengar langsung penjelasan bunda. Dia harus tahu mengapa takdir mempermainkannya sekejam ini.
Maka dengan gerakan pelan, Vino bangkit. Membuka perlahan pintu yang sedari tadi dia kunci.
^^
"Aku takut Vino macem-macem di dalem, bang." Ken kembali mengalihkan pandangan pada Gavin. Dia sudah terduduk, setelah lelah membujuk Vino yang tak merespon.
Mereka berdua masih berusaha membuat Vino keluar, atau setidaknya mau berbicara dengan mereka. Takut bila Vino akan melakukan hal yang tidak-tidak, mengingat anak itu langsung mengunci pintu kamarnya.
Ken paham bagaimana sakit hatinya Vino. Bahkan dia mendengar itu bukan dari bunda. Pengakuan yang sangat menyakitkan dalam hidup Vino. Sama, Ken juga merasakan sakit yang sama. Kenyataan bahwa yang dia jaga selama ini bukan adik kandungnya, membuat Ken tak kalah terkejutnya. Tapi tidak ada penyesalan. Sejak Ken tahu bahwa dia memiliki Vino sebagai separuh dari dirinya, dia sudah menyayangi Vino lebih dari dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berbeda ✔️ [TERBIT]
Novela JuvenilPART TIDAK LENGKAP! • Terbit di Orinami Publisher • Full part di Karya Karsa Note: REVISI PENULISAN DAN TANDA BACA DI VERSI CETAK. • • Jangan pernah dengar apapun kata orang. Karena saat semesta membuatmu menjadi salah satu bagian dari hidupku, tak...