Ken masih menatap Vino yang sudah tetidur di ranjangnya. Satu jam yang lalu, Vino datang dan meminta ijin untuk tidur disana. Berjanji dia tidak akan menganggu Ken malam ini.
Vino sudah menceritakan semuanya. Tentang pertemuannya dengan Raffa tadi dan apa yang Raffa katakan, yang Vino anggap ancaman. Ken juga tidak tahu mengapa Raffa sampai berani berucap seperti itu pada Vino. Dia bahkan mengganggap Raffa tidak tahu apa-apa tentang kehidupannya dan juga Vino. Tapi berani mengatakan hal yang mampu membuat Vino terbebani.
"Kata Raffa, gue sama lo itu beda. Dan gue harus sadar diri buat tahu kebenarannya kayak gimana. Dia bener-bener yakin kalau gue sama lo bukan saudara kembar. Kenapa ya? Lo juga berpikir kayak gitu?"
Bahkan Ken melihat sisi lain Vino saat bercerita tadi. Ada ketakutan yang coba Vino redam. Dan Ken paham itu. Ketakutan Vino bahkan bisa jelas dia rasakan.
Selama 17 tahun dia hidup bersama Vino, tidak sekalipun dia berpikir bahwa mereka bukan saudara kembar hanya karena perbedaan segalanya. Bukankah berbeda itu wajar untuk anak kembar?
"Seandainya apa yang Raffa bilang itu bener, lo bakal kayak gimana? Lo tahu gue bukan adek lo, dan nanti lo ketemu sama adek kandung lo. Kalau gue sih, gak tahu lagi deh. Alasan terbesar gue hidup itu bunda, terus lo. Kalau seandainya semua sesuai apa yang Raffa bilang, gue gak punya alasan lagi dong.."
Saat itu Ken hanya terdiam. Perlahan membaca gurat wajah Vino yang semakin ketakutan. Hingga tangannya meraih sebelah tangan Vino. "Adek gue lo, dan sampai kapanpun bakal tetap lo! Gak ada yang lain!"
Ken masih ingat bagaimana genggaman tangan Vino mengerat sebelum akhirnya anak itu memutuskan tidur lebih dulu. Setelah kalimat terakhirnya membuat hati Ken menghangat.
"Gue emang bukan lo yang apa-apa selalu blak-blakan. Gue orangnya emang kayak gini, gak ada manis-manisnya. Tapi lo gak perlu ragu kalau gue gak sayang lo. Gue sayang lo tanpa gue harus kasih tahu, kan?"
Tidak ada yang lebih Ken syukuri dari memiliki adik seperti Vino. Seberapapun semesta menolkanya, Ken tetap menjadi orang pertama yang akan melindunginya. Vino itu berharga, berapa kalipun orang-orang menanyakan arti Vino dalam hidupnya.
^^
"Halo sayang, udah enakan?" Waktu menunjukkan pukul 1 siang saat Vino akhirnya keluar dari kamar, setelah seharian mendekam di kamar milik Ken. Sedangkan si pemilik kamar sepertinya sedang mengerjakan sesuatu di gazebo belakang. Karena Vino hanya sesekali merasakan kehadiran Ken yang datang untuk mengecek keadaannya.
Bunda menghampiri Vino yang baru saja menarik kursi di meja makan. Membawakan Vino segelas teh hangat.
Hari ini rumah cukup sepi, walau perhitungan hari menujukkan hari sabtu. Gavin dan Ervan tetap sibuk dengan kegiatan kampusnya. Begitupun ayah yang pagi-pagi sudah meninggalkan rumah karena mengikuti rapat. Beruntung bunda tidak ikut dengan ayah, karena mendadak tadi pagi Ken memberitahu bila Vino demam.
Vino mengangguk, meraih gelas yang bunda berikan. Sepertinya ucapan Raffa berhasil membuat Vino tak nyenyak tidur. Hingga dia merasakan tubuhnya tidak enak saat bangun pagi tadi.
"Ada masalah? Mau cerita sama bunda?"
Vino menoleh, menatap teduh mata wanita yang menjadi penyemangat hidupnya.
"Enggak ada, bun."
"Jangan bohong. Bunda tahu loh."
"Ken cerita?"
Bunda tersenyum, "tanpa Ken ceritapun, bunda tahu. Bunda sering bilang kan, kalau ada masalah langsung cerita. Jangan di pendem sendiri. Bunda gak mau loh lihat kamu masuk rumah sakit lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Berbeda ✔️ [TERBIT]
Teen FictionPART TIDAK LENGKAP! • Terbit di Orinami Publisher • Full part di Karya Karsa Note: REVISI PENULISAN DAN TANDA BACA DI VERSI CETAK. • • Jangan pernah dengar apapun kata orang. Karena saat semesta membuatmu menjadi salah satu bagian dari hidupku, tak...