Beda 22: Tragedi

6.9K 765 332
                                    

Ada satu hal yang pasti di dunia ini, adalah perubahan. Dan Vino mulai merasakannya. Semua berubah seiring berjalannya waktu. Tak masalah seharusnya, selama tidak merugikan. Tapi hati Vino selalu menolak. Selalu merasa takut bila sewatu-waktu perubahan itu merebut semua yang dia miliki.

Hal pertama yang dia sadari memang sikap Ervan. Kakaknya itu seperti terpaksa melakukan semua yang dulu dia lakukan. Seperti hanya sekedar menyapa saja, terlihat enggan. Dimana letak salahnya? Apa Ervan lupa bila dia pernah meyakinkan bahwa Vino tak akan kehilangan dia?

"Bang Ervan jangan dipikirin, kan lo tahu anaknya kayak gimana." Sam melirik Vino yang masih bersandar. Sejak datang tadi, Vino tak banyak berbicara. Tapi Sam tahu, bila ada masalah yang kini Vino pikirkan. Anak itu sudah menceritakan semua semalam.

"Lo bisa bayangin kan? Itu baru Bang Ervan. Belum Bang Gavin, belum lagi Ken. Atau mungkin Daren yang akan berubah lagi."

"Gak akan, percaya sama gue! Apalagi Ken, mana mungkin dia bisa berubah kayak Bang Ervan. Lo tahu kan gimana protektif dia ke lo?" Sahut Bayu tegas.

"Gak ada yang gak mungkin, Bay. Buktinya Bang Ervan yang segitu perhatian sama gue aja bisa berubah. Lo gak bisa nebak kejadiannya akan seperti apa. Dan itu yang lagi gue takutin selama ini. Gue gak tahu gimana mereka akan berubah hanya dalam hitungan malam. Gue gak peduli orang-orang menganggap gue berlebihan, mereka cuma gak tahu gimana takutnya ada di posisi gue."

Vino membenarkan posisi duduknya, saat guru yang mengajar di pelajaran pertama masuk. Meredam sekali lagi pikirian negatife yang membuat kepalanya sakit.

Namun sekali lagi, suara Sam dari belakang membuatnya sedikit lebih tenang. "Gue sama Bayu percaya lo, kok. Selalu."

Tidak ada yang bisa Vino harapkan dari takdir yang sudah di ciptakan semesta. Tapi Vino yakin, sekalipun mereka semua meninggalkannya, dia masih memiliki dua sahabat yang bisa menerimanya.

Selama pelajaran pertama berlangsung, Vino sudah mulai tidak nyaman dengan tubuhnya. Dia tidak tahu, apa ini efek semalam tidurnya tidak nyaman karena ucapan Raffa, atau bayang-bayang raut wajah Ervan yang melekat di pikirannya. Membuat kepalanya terasa berputar. Mati-matian dia mempertahankan kesadarannya hingga jam pelajaran pertama selesai.

"Bay, anter gue ke UKS, dong." Suara Vino membuat Bayu seketika menoleh.

"Lo sakit? Kenapa gak bilang dari tadi?" Bayu bangkit saat melihat wajah pucat Vino dan mata sayunya.

"Sedikit. Pusing aja." Ucapnya lalu bangkit saat Bayu membantunya.

Memang lebih enak bila tidur di UKS, daripada ikut pelajaran selanjutnya. Anggap saja ini juga alasan dia untuk membolos, tanpa mendengar amukan Ken.

"Gue panggilin Ken? Atau Daren?" Tanya Sam saat mereka sudah sampai di UKS.

"Jangan. Nanti mereka khawatir berlebihan. Lagi pula gue cuma males dapet pelajaran Matematika, pusing banget kepala gue dengerin itu guru jelasin." Vino memejamkan matanya. Tak peduli bagaimana Bayu dan Sam yang kini menatapnya dengan tatapan malas.

"Obat lo disana, kita balik ke kelas dulu. Kalau ada apa-apa langsung telpon kita." Ucapan Sam hanya dibalas anggukan oleh Vino. Sama sekali tidak membuka mata atau menjawabnya.

Kepalanya terlalu pusing bila dia paksakan. Dia tidak sepenuhnya berbohong saat dia mengatakan menghindari pelajaran Matematika. Karena bila dia masih berada di dalam kelas hingga saat ini, mungkin dia sudah menyerah dengan kesadarannya. Kini pun, Vino tidak tahu, gelap apa yang menghampirinya. Tertidur, atau kehilangan kesadaran.

^^

"Laporan kemarin, harus selesai besok ya Fir. Lo bisa bagi tugas sama anggota lo." Arlan menyerahkan data manual dari hasil pertandingan kemarin, yang dibalas anggukan cepat oleh Fira.

Berbeda ✔️ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang