#POV Bila***
Pagi ini aku bangun lebih cepat. Tak ingin dinilai menantu malas oleh ibu mertua. Setengah jam sebelum semua orang bangun, aku sudah bersiap-siap ke dapur.
Sesampai di dapur, aku berdiri lama menatap kulkas. "Sebenarnya aku mau ngapain? Masak aku nggak pintar, kalau nekad takut malah mengecewakan."
Kugaruk-garuk kepala yang masih terasa berat. Tidur membawa beban sekampung, tak bisa membuatku bangun dalam keadaan segar bugar. Tapi sebagai seorang istri, aku tak boleh loyo, harus bisa menyenangkan suami. Umur boleh muda, pikiran harus dewasa.
Tekadku sudah bulat, akan kubuat Mas Wafi melupakan masa lalunya. Sekarang dan sampai kapanpun, dihati suamiku hanya boleh ada namaku seorang.
Terserah Mas Wafi mau memanggilku dengan sebutan apapun, dipanggil Syahrini pun aku tak mau peduli. Yang kutahu di buku nikah nama Zanjabila bersanding dengan namanya, Rumaisil Muhammad Awafi.
Sekarang, hal paling utama yang akan aku lakukan adalah membuatnya sarapan istimewa, barangkali nasi tutug oncom.
Aku memang penggemar oncom, tapi selama ini jika pulang dari pesantren, Umi yang selalu membuatnya untukku. Dan keselnya lagi, aku lupa menanyakan resep masakan itu. Hiks.. Hiks..
'Sebaiknya tanya Mbah Gugel aja, deh?'
Aku berjalan kembali ke kamar untuk mengambil ponsel, tapi sangat terkejut ketika kulihat tempat tidur yang tadi masih ada Mas Wafi di atasnya, kini malah kosong. Kemeja dan celana Mas Wafi tergelefak di atas ranjang. Aku menutup sebelah mata saat melihat yang segitiga pribadi itu terletak paling atas.
'Owalah Mas, bok ya ditutup sedikit yang itu?' racauku dalam hati. Sementara di kamar mandi, pancuran air dari shower terdengar lirih.
'Pasti Mas Wafi sedang mandi.'
Segera kuraih ponsel dan kembali ke dapur. Tapi, dapur kini terdengar sedikit berisik. Sepertinya ada yang sudah bangun selain diriku. Mama mertuakah itu?
'Wah, bisa gagal ini rencana masak sambil nonton youtube?'
Meski ragu, kuteruskan langkah menuju ruang memasak itu. Tampak di sana, seorang wanita paruh baya, sedikit gemuk, tengah sibuk membersihkan bumbu-bumbu masakan di wastafel.
"Maaf, Buk?" lirihku sedikit mengagetkan wanita itu.
Dia berbalik, "Wah, Neng pasti Bila istrinya Mas Wafi?"
Aku mengangguk seraya tersenyum. Kubuka cadar yang menutup wajah, toh kami sesama perempuan, lagi supaya ibuk itu bisa mengenaliku. Kudekati wanita itu, lalu meraih jemari tangannya untuk kusalami.
"Masya Allah. Santun sekali. Saya Sarinem, Neng. Panggil saja Bik Nem. Disini sebagai asisten rumah tangga. Neng kenapa ke dapur? Ada yang mau diambil?"
Aku menggeleng, "Nggak ada, Bik. Saya cuma mau membuatkan sarapan?" jawabku malu-malu.
"Bibik yang biasa siapin sarapan?"
Wanita itu kembali tersenyum. "Kalau pagi, Bibik tugasnya cuma mencuci semua sayur dan bumbu. Biasa, Nyonya sendiri yang masak untuk sarapan. Tapi kalau Neng mau buat sarapan pagi ini, monggo Neng, silahkan. Barangkali mau membuatkan sarapan istimewa untuk suami," ucapnya sambil tersenyum menggoda.
Aku sedikit menunduk, malu. Kedua pipiku pasti sudah merona cabai.
"Benar Bik, nggak papa Bila yang masak?" Kucoba meyakinkan.
"Ya nggak papa atuh, Neng. Nanti kalau Nyonya bangun, biar saya yang sampaikan kalau sarapan pagi ini sudah Neng yang siapkan."
Kali ini aku memaksakan diri untuk tersenyum, entah kenapa aku malah merasa tak enak. Tapi ah, sudahlah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Radha Zanjabila (Proses Terbit)
RomanceRadha Zanjabila, harus menerima kenyataan bahwa lelaki yang menikahinya, ternyata mempunyai masa lalu yang belum terselesaikan, dengan adik tirinya Salsabila. "Kudengar kau memanggilnya dalam tidurmu, 'Salsabila... Salsabila...' aku bangun dan memb...