Bagian 11b. Selalu Gagal

4.7K 325 25
                                    


POV WAFI

***

Aku bukan lelaki romantis yang pandai mengumbar janji,
Tapi aku suami setia yang belajar menjaga hati.

***

Harusnya tadi Bila akan jujur tentang perasaannya, jika saja tidak ada cleaning servis yang tiba-tiba muncul. Sedikit kesal, seharusnya tadi itu menjadi moment penting sepanjang dua hari pernikahan kami, tapi yasudah lah. Ini baru permulaan. Toh, waktu kami masih panjang.

Saat Bila berlari menjauh, rasanya aku ingin mengejar. Tapi untuk apa, jika usahaku membujuknya jujur akan digagalkan oleh sekian banyak orang di rumah sakit ini. Aku akan mengajaknya pergi ke suatu tempat, tempat yang bisa membuat kami bisa lebih dekat satu sama lain.

Tapi kemana ya? Kalau sudah begini, rasanya pengen pulang dan mengganti kendaraan. Biar bisa jalan jauh, ke puncak semisal.

Detik berselang, kulangkahkan kaki menuju kamar rawatan. Mudah-mudahan Bila tidak mengacangiku. Pelan aku melangkah, namun begitu terkejut karena di ruangan itu sudah ada Papa, Mama, dan kedua orang tua Bila.

Segera kusalami keempat orang penting dalam hidupku juga istriku. Iseng, kuulurkan tangan ke arah Bila. Awalnya dia hendak membiarkan saja, namun berkat nasihat Uminya, Bila menyambut uluran tanganku.

"Maafkan Mas, jika ada dari kelakuan Mas yang membuatmu terluka," tersirat dari batinku saat punggung tangannya menyentuh wajah.

Namun, secepat kilat Bila menarik tangannya. Sampai-sampai aku tersentak kaget.

'Tega nia njenegang, Dik ...."

Untung suasana segera mencair saat Papa menyuruhku mengajak Bila berbulan madu. Hatiku sangat bahagia, segera saja kuajak gadis itu.

Bila seperti kebingungan, sekali dia menatap Salsa, lalu menatap ibunya. Sepertinya ia ingin menolak. Namun, berkat dorongan Uminya, Bila memenuhi ajakanku. Dengan semangat kuikuti gadis itu keluar ruangan. Namun, sebelum pergi, telingaku berhasil menangkap sebuah suara.

"Mudah-mudahan Bila segera hamil."

Masya Allah, seketika dadaku berdesir hebat. Sesuatu mengaliri tubuh tanpa bisa kuelak. Andai Bila mendengarkannya juga.

Sampai di tempat parkir, kami masih berdiam satu sama lain. Aku akan membuatnya berbicara. Kupakaikan helm di kepalanya. Dia masih diam, bahkan tak mau menatap wajahku. Nampaknya, aku harus lebih keras berusaha.

Ternyata gadisku ini benar-benar sedang PMS, apa ada himbauan agar suami istri duduk di atas motor dengan berjauh-jauhan. Ingin kugoda dia dengan ucapan, tapi pasti nggak akan berpengaruh.

Iseng, kujalankan motornya dengan cepat. Tak ada yang mesti dielak, tapi motor sengaja ku belokan asal ke kiri dan ke kanan. Tampaknya Bila mulai ketakutan.

"Mas, hati-hati dong, di belakang 'kan ada kendaraan lainnya?"

Aku tak menjawab, malah semakin sering membelok-belokkan setir. Sekilas muncul ide aneh di kepala. Sepertinya Ini saat yang tepat!

Ciettt ....!

Aku mengerem motornya mendadak, tubuh Bila menempel ke punggungku, tangannya reflek memeluk pinggangku.

Ah, akhirnya.

"Astaghfirullah, Mas. Untung nggak ada mobil di belakang?" selorohnya tanpa sadar telah memelukku.

Aku tersenyum, dia melihatnya melalui kaca spion. Saat ia menyadari, Bila berusaha menarik tangan. Tapi aku lebih dahulu menggenggam jemari lembut itu, sesuatu yang sudah melekat padaku, takkan kubiarkan terlepas.

Radha Zanjabila (Proses Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang