POV WAFI***
Aku berjalan mendekati Salsa yang terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang, wajahnya tampak pucat. Buliran bening membasahi kening, ingin kuusap, tapi aku takut Bila cemburu.
"Kenapa bisa begini Sa, apa yang sebenarnya terjadi sama kamu?" lirihku pelan.
Tiba-tiba Bila yang berdiri lebih jauh berjalan menghampiri dan menyentuh punggung tanganku. Sepertinya ia tahu aku begitu mengkhawatirkan keadaan Salsa. Perlahan gadis itu menggerakkan tangannya, meraih tissu di atas nakas dan mengelap kening Salsa.
'Ah, istriku, pengertian sekali dia. Aku tak salah memilihnya menjadi pelengkap separuh dienku.'
"Kita ke ruang dokter, ya?" ucapku sambil menatap manik kecoklatan miliknya. Besar harapanku agar segera mengetahui keadaan Salsa saat ini juga. Bukankah tadi siang dia begitu sehat, kenapa bisa tiba-tiba kondisinya memburuk.
Anehnya, mendengar ajakanku, Bila tampak begitu terhenyak.
"Em, Bi-Bila rasa nggak perlu, Mas. Kasihan Mbak Salsa jika kita juga meninggalkannya?"
Aku menghela napas. Setelah kupikir-pikir, perkataan Bila ada benarnya juga. Di sana sudah ada Papa dan Mama, tentu mereka akan mengupayakan yang terbaik untuk Salsa, mereka juga tidak akan membiarkan Salsa menderita begini. Sebaiknya aku bersabar.
Jujur, melihat Salsa tak sadarkan diri begini, perasaanku campur aduk. Selama ini, aku dan dia memiliki hubungan yang sangat rumit. Kurasa tak ada yang lebih menyakitkan dari mencintai, tapi orang tua tak merestui.
Mungkin benar yang Salsa katakan, menjadi lelaki aku tidak gentle man. Aku tidak berani memperjuangkan kisah kami pada Papa, padahal dalam Islam saudara tiri yang tidak seribu dan seayah termasuk golongan bukan mahram. Kami boleh saja jika ingin menikah.
Tapi Papa, ia punya pandangan berbeda. Jika saja, semua manusia memiliki alur pikir yang sama. Pasti sekarang, kami sudah ... Ah, Kutepis pikiran bodoh yang tiba-tiba ingin meracuni otakku.
'Aku tak mungkin menjelaskan pada siapapun, jika suatu tempat di bagian hati ini, nama Salsa masih terukir dengan indah. Sangat sulit untuk kuhapus jejaknya. Namun, rasa takut pada Allah, menuntunku untuk sekuat tenaga menghilangkan jejak-jejak itu. Sulit. Sangat sulit. Tapi kurasa kehadiran Bila akan membantu. Cepatlah sembuh Salsa, setelah itu kamu harus menikah. Kita raih bahagia dalam rumah tangga kita, meski bersama orang lain.
"Mas ...."
Suara Bila membuat lamunanku berserakan. Ya, inilah kenyataan yang berusaha membangunkanku dari mimpi masa lalu.
"Yah?" sahutku lirih sambil kembali menatapnya. Kugigit bibir perlahan, menahan bulir-bulir mengambang yang mulai hendak membanjiri pelupuk mata.
"Mas kenapa?" tanyanya padaku. Tangan Bila tiba-tiba menyentuh lenganku. Serasa ada yang menyentak hatiku, kuelus kembali punggung tangan kekasih hatiku itu.
"Mas kasihan sama Salsa, Bila?"
Serasa ada yang aneh, kedua sudut bibirku tertarik saat menyadari dua nama yang baru saja kuucap, Salsa, Bila. Seperti menyebut nama lengkap Salsa.
"Mas kok tiba-tiba senyum, tadi padahal sendu?" tanya Bila lagi padaku.
Kubiarkan hening sejenak, lalu mengulang kembali perkataan Tadi. "Mas kasihan sama Salsabila."
Awalnya Bila masih terbengong, tapi tak lama tawanya berderai. Sekejap kunikmati indah bola matanya yang tampak menyipit.
'Cantik.'
![](https://img.wattpad.com/cover/211010575-288-k582027.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Radha Zanjabila (Proses Terbit)
RomanceRadha Zanjabila, harus menerima kenyataan bahwa lelaki yang menikahinya, ternyata mempunyai masa lalu yang belum terselesaikan, dengan adik tirinya Salsabila. "Kudengar kau memanggilnya dalam tidurmu, 'Salsabila... Salsabila...' aku bangun dan memb...