Pov Wafi***
"Saya terima nikah dan kawinnya Radha Zanjabila Binti Muhammad Ali dengan mas kawin emas sepuluh gram dibayar tunai."
"Sah?"
Sah...
Sah...
Alhamdulillah.
Gadis yang terpaut usia sepuluh tahun dariku itu meraih tanganku lalu menciuminya takzim. Ku sentuh perlahan puncak kepalanya. Inilah sentuhan pertamaku dengan seorang akhwat yang kelak akan menjadi ibu dari zuriyah-zuriyahku.
Ketika hendak mengecup puncak kepalanya, sebuah tangan menepuk-nepuk bahuku.
"Astaghfirullah, kenapa ada yang tega mengganggu acara sakral yang kuniatkan hanya sekali seumur hidup ini. Ingin ku abaikan, tapi lancang sekali orang itu kini berani menyentuh pipiku.
Aku berbalik.
Blak!
"Bila?" Mataku membulat menatap sesosok wajah yang begitu dekat denganku.
Gadis yang tadi baru saja kuijab qabul namanya kini ada di depan mata. Jarak kami begitu dekat. Aku bisa merasakan embusan napasnya meski tertutup cadar.
Bila sama kagetnya denganku, secepat kilat dia menjauhkan tangan yang tadi sempat menyentuh pipiku.
"Mama nelpon, Mas. Katanya ada yang penting," ucapnya gugup sambil menyerahkan ponsel.
'Astaghfirullah ... yang tadi mimpi rupanya?'
Kuhela napas panjang. "Oh, iya. Maaf ya, Mas kaget."
Kuraih benda pipih itu dari tangan Bila, sekilas terlihat jemari tangannya yang lentik berhias inai, dengan kuku putih bersih terawat. Aku semakin penasaran dengan wajahnya.
Bila berjalan beberapa langkah dan memilih duduk di kursi rias. Aku hanya tersenyum lalu mengangkat telpon.
[Assalamualaikum, Ma.]
[Waalaikum salam. Fi, maaf, Mama terpaksa mengganggu malam pengantin kamu. Salsabila Fi, dia kecelakaan saat baru tiba dari Malaysia. Sekarang sudah di rumah sakit... ]
[Astaghfirullah, di rumah sakit mana, Ma?]
[Rumah Sakit Islam Cempaka Putih. Kamu cepatan, ya Fi]
[Baik, Ma. Kami segera ke sana.]
Ketutup telpon dengan perasaan yang campur aduk. Kenapa Salsa bisa kecelakaan? Kapan dia pulang ke Indonesia, bukannya kemarin saat aku telpon dia bilang nggak bisa pulang karena sedang sibuk menyusun thesis.
"Ada apa, Mas?" tanya Bila membuat pikiranku buyar.
"Kita ke rumah sakit sekarang, ya."
"Siapa yang sakit, Mas?"
"Salsabila."
"Hah, Salsabila?"
"Iya, Salsabila. Adik tiri Mas?" jawabku spontan. Tatapan Bila langsung berubah saat aku menyebut nama Salsa.
'Kenapa? Apa aku salah ngomong?'
"Kamu mau ikut 'kan?" tanyaku ingin memastikan perasaannya.
Bila hanya mengangguk tanpa menjawab. 'Ah, salah apa aku? Kenapa tiba-tiba dia berubah?
'Mungkinkah dia merasa terganggu karena telpon Mama? Apa mungkin dia kepingin ... Ah, tapi inikan lebih darurat. Harusnya dia faham.'
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Radha Zanjabila (Proses Terbit)
RomanceRadha Zanjabila, harus menerima kenyataan bahwa lelaki yang menikahinya, ternyata mempunyai masa lalu yang belum terselesaikan, dengan adik tirinya Salsabila. "Kudengar kau memanggilnya dalam tidurmu, 'Salsabila... Salsabila...' aku bangun dan memb...