Chapter 3 : Senyum Mematikan

270 41 17
                                    

Satu malam telah berlalu, sinar bulan telah berganti dengan sinar mentari, perlahan menerangi bumi. Nampaknya pergantian hari ini juga berlaku untuk kesehatan Syoya. Demamnya mulai turun, walau masih lemas setidaknya ia sudah sadar kembali.

"Gimana keadaan Syoya?" Sho berjalan masuk kamar Syoya-Sukai. Terlihat Syoya masih terbaring di kasur, wajahnya terlihat pucat.

"Udah ngerasa lebih baikan kok kak. Cuma masih pusing sedikit" ucapnya lemah.

"Bentar lagi juga hilang. Obatnya lu minum yah" Syoya menangguk patuh. "Hari ini gak usah masuk kuliah, dirumah aja dulu biar Sukai yang nemenin. Keknya dia rela gak kuliah demi lu" Sho sedikit menggoda Sukai, yang digoda seperti biasa, tak bereaksi apapun.

"Makan jangan lupa!"

"Kak Takumi udah bikinin bubur tadi sebelum pergi" Sukai menunjuk semangkuk bubur yang terlihat masih ber-uap, Sho tersenyum.

"Yaudah gw kerja dulu yah. Kalo ada apa-apa tinggal telfon" Sukai ngangguk patuh.

*

"Maaf jadi ngerepotin lu Sukai"

"Gak apa-apa kok. Justru ini ladang pahala buat gw, ya kan?" Shosei cuma bisa senyum. "Eh tapi gw penasan kenapa lu bisa pingsn kemaren?"

Jujur Sukai penasaran apa penyebab Syoya tiba-tiba pingsan. Padahal sebelumnya Syoya sehat-sehat aja, makan jajan yang dibeliin sama Ruki.

"Entahlah gw gak inget. Yang gw inget cuma pusing, terus badan rasanya berat dan akhirnya pingsan" sebenernya Syoya udah berusaha buat ingat penyebab dia pingsan, tapi kepalanya langsung sakit lagi.

"Lu yakin?" Sukai masih penasaran.

"Ya keknya sih emang bener cuma kecapean" mencoba membenarkan perkataan dokter yang dia dengar dari Sukai sebelumnya.

"Tapi, kemaren sempet ada keributan disini"

"Keributan apa?" Giliran Syoya yang penasaran.

"Shosei kelihatan marah banget sama Mame. Bahkan semua juga kaget dia marah disini. Shosei sempet bilang mau ngelindungin yang lain. Walau kita semua gak ngerti maksudnya, yang jelas dari sorot matanya dia beneran marah dan benci ke Mame"

"Mame ya?"

***

Ruki tengah berjalan melewati sebuah pagar rumah yang terlihat seperti istana. Rumah bergaya modern berwarna dominan putih itu terlihat menawan. Tentu saja ini rumah keluarga Ruki, tempat tinggalnya dulu sebelum pindah rumah. Beberapa maid yang lewat terlihat menundukkan kepala pada anak pemilik rumah ini. Benar-benar terlihat seperti pangeran.

"Mama mana?" tanyanya ke salah satu maid yang kebetulan lewat.

"Nyonya sedang keluar, tuan muda" saat menjawab ia menundukkan kepala, tanda hormatnya.

"Kemana?"

"Ke Kuil"

"Tumben?"

"Dia berkata ingin mendekatkan diri ke yang maha kuasa. Karena tak tau kapan ia akan dipanggil" maid itu masih menunduk.

Setelah mendengar itu ekspresi Ruki berubah jadi masam. Sejak kapan mamanya berubah jadi religius? setaunya sih selama ini mama lebih suka buang duit buat ke salon tiap hari.

"Tau kuil yg mama datangin gak?"

"Kuil utara katanya"

Belum juga bener-bener masuk ke rumah, Ruki udah balik lagi keluar. Lebih tepatnya menuju seorang supir yang tengah berdiri disamping mobil sport milik mamanya.

Misteri Anak TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang