Sho berlari secepat yang ia bisa di tengah lorong yang terasa tak ada ujungnya. Sebelumnya ia mendatangi kamar Sukai dan menemukan kamar itu kosong, setidaknya penyangga infus tak berada di tempatnya yang membuat lelaki itu berasumsi bahwa Sukai telah di bawa pergi oleh seseorang. Tak banyak berfikir lagi Sho langsung berlari ke lantai lima, ruangan milik Keigo.
Lima menit telah berlalu dan ia masih berlari dengan sesekali berhenti untuk mengatur nafas yang serasa mulai mencekik leher. Dalam kondisi seperti ini ia harus mengucap syukur karena rutin berolahraga hingga tubuhnya selalu bugar dan benar-benar siap dalam situasi seperti ini, bukan berarti dia menginginkan hal ini terjadi.
PRANG
Sho mendengar pecahan kaca kembali, refleks ia berjongkok sambil melindungi kepala dengan kedua tanganya, ia berhenti sebentar memperhatikan sekitar takut-takut kaca di sampingnya pecah namun ia sadar bahwa kaca tersebut tidak pecah, setidaknya belum.
Ia langsung cemas saat sadar suara itu berasal tak jauh dari ruangan Keigo, namun masih berusaha menepis pikiran buruk. Ia kembali melanjutkan langkah dan tak sedikitpun mengurangi kecepatan, lebih cepat lebih baik.
"Tiga kamar lagi" batin Sho sambil melewati sebuah kamar dengan kondisi kaca pecah dan percikan dari kabel listrik yang putus.
PRANG
Selangkah lagi menuju pintu ia harus dikejutkan kembali dengan suara pecahan kaca dari dalam ruangan Keigo. Jantung mengancam akan melompat saat itu juga, berlari dan hanya mendapati pintu terkunci dari dalam.
"Sial" umpatnya sambil menendang pintu keras, wajahnya mengernyit kemudian karena menahan rasa sakit di ujung jari kaki. "Arghhhhh" ia mendobrak pintu dengan panik namun hasilnya masih nihil. "Bisakah kaca pecah saat ini juga?!" teriaknya frustasi menatap ke arah dalam melalui kaca, kondisinya sama persis dengan ruang sebelah. Ia tak punya pilihan sekarang, berusaha mencari sesuatu yang cukup keras untuk menghancurkan kaca, setidaknya kursi roda yang tergeletak dua meter darinya lebih dari cukup untuk melakukan tugas mulia.
Sekali lagi kaca pecah namun dengan alasan yang logis, sebuah kursi roda menghantam kaca membuatnya pecah berkeping-keping. Karena kepanikan menguasai, Sho tak berfikir dengan cukup baik karena apa yang dilakukannya sekarang bisa menjadi bumerang "Bego!" komennya.
Untungnya tempat tidur cukup jauh dari kaca depan hingga pecahan kaca dan kursi roda tak menyentuh Keigo, nyaris. Setelah cukup tenang lelaki itu langsung melompati jendela tak peduli serpihan kaca masih berada di sisi-sisi bingkai jendela. Beberapa saat lalu ia ingat ini adalah rumah sakit, namun sekarang ini tak lebih dari kehancuran. Segala barang telah terlemper dan berserakan, serpihan kaca dimana-mana, alat medis telah lenyap menyisahkan tempat tidur.
"Kei-" Sho terdiam saat kata-kata tercekat di tenggorokan, matanya melebar menatap takjub sekaligus ngeri saat tempat tidur perlahan naik ke atas. Angin terasa amat kencang menerbangkan kursi yang tersisah dan mengarah tepat padanya. Ia tak ingat kapan itu terjadi, kecepatannya terlalu sulit dilihat mata saat kursi dan tempat tidur sekaligus bergerak.
"KEIGO!!" pekikan keras campuran antara keterkejutan dan frustasi, rasa nyeri terlupakan saat tempat tidur beserta isinya benar benar terlempar ke jendela, bersiap menghantam tanah dibawah. Sho berlari sekuat tenaga berusaha meraih tempat tidur namun gagal.
Gagal.
Bunyi hantaman keras terdengar, ia menatap nanar ke bawah melewati jendela yang kacanya telah pecah. Teriakan dari bawah tak membuat ia teralihkan dari tempat tidur dibawah sana. Air mata tak bisa dibendung, mengalir dengan sendirinya. Memori tentang Keigo perlahan berputar di kepalanya menambah sesak dihati. Ia melihat seseorang mati dan tak bisa menyelamatkan. Ia mengutuk dirinya sendiri, andai ia lebih cepat sampai tak akan ada nyawa yang hilang.
![](https://img.wattpad.com/cover/211300754-288-k799275.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Misteri Anak Terakhir
FanfictionAwalnya semua berjalan seperti biasa, tak ada kejadian aneh ataupun horor di rumah mereka hingga pada suatu hari seorang remaja bergabung. Rumah yang awalnya dipenuhi tawa berubah menjadi teriakan ketakutan. Satu persatu teka teki mulai terkuak. Sia...