Ruki menemui banyak halangan saat menaiki tangga. Terkejut karena selama ini ia 'berbagi' ruang dengan banyak makhluk tak kasat mata. Rumahnya terasa penuh sesak atau mungkin ia yang menambah sesak rumah ini? Entahlah, itu tak penting sekarang.
"Minggir!" Ruki berkata sedikit kesal. Beberapa makhluk itu terlihat mencemooh dirinya namun beberapa memilih menyingkir. Ia harus cepat ke kamar Mame sebelum terjadi hal yang tak diinginkan. Walau sebenernya kepanikan ini membuat ia meninggalkan Shion dibelakang yang terlihat berjuang untuk naik, badannya jelas terasa berat.
Mengabaikan hal itu dan berfikir Shion akan bisa melaluinya, ia berlari ke arah ujung ruangan dari lantai dua rumahnya.
"Mame? Lu di dalam?" Ruki mencoba memanggil saat di depan pintu kamar, mengetuk dengan cukup kuat walau kemudian merasa bodoh karena tak mungkin pintu akan terbuka dengan menampilkan sosok Mame yang tersenyum. Beberapa detik berlalu tak ada jawaban, dan ia masih ngulangi hal tersebut dengan tambahan menggerakkan gagang pintu dengan tak sabaran. Ia benci mengetahui bahwa aura hitam sangat kuat berasal dari balik pintu.
"Kak tangan lu berdarah!" Ruki tersentak atas suara Shion. Sedikit menoleh padanya dengan ekspresi bingung, meminta penjelasan. " Lihat tangan lu!" Shion masih panik sambil menunjuk tangan Ruki. Leleki berusia 22 tahun itu mengalihkan pandangan hanya untuk makin kaget, warna merah menutupi kedua telapak tanganya. Namun anehnya ia tak merasakan sakit.
"Bego!" ucapnya kesal karena baru menyadari, makhluk apapun dibalik pintu tersebut pasti telah memasang pelindung agar tak ada yang masuk.
"Kak?" Shion terlihat khawatir dan horor karena darah di telapak tangan Ruki yang mulai menetes ke lantai.
"Shion mana belati nya?" Ruki mengulurkan tangan ke depan Shion yang disambut ekspresi jijik saat menatap cairan merah tersebut. Shion memilih tak mau berlama-lama menatap, ia tak mau mengambil resiko muntah dadakan. Membuka tasnya kemudian mencari barang yang dibutukan.
Sambil menunggu belati ditemukan Ruki mengelap darah di celana jeans miliknya, toh ia tak cukup peduli selagi lukanya tak menimbulkan sakit. Walau nantinya ia harus mempertimbangkan pemikiran ini jika darah tak kunjung berhenti mengalir atau ia kan mati kehabisan darah.
"Ini kak!" Shion memberikan belati kecil dengan beberapa permata berwarana hijau di gagangnya. Setelah mendapat apa yang ia inginkan, Ruki langsung menancapkan belati tersebut di pintu.
Dalam beberapa detik pertama tak terjadi apapun, namun tak butuh waktu lama agar permata pada belati tersebut berubah warna menjadi merah menyala. Shion sedikit takjub saat memperhatikan belati menyerap sesuatu berwarna hitam dari pintu. Hingga pintu terbuka sendiri, menandakan belati telah selesai melakukan tugas, warna permata kembali menjadi hijau. Ruki mencabut belatinya lalu mendorong pintu cepat hanya untuk menemukan sosok wanita tanpa wajah di atas kasur.
"Mame!" Shion ngeri saat menatap sosok wanita tersebut dan lebih ngeri lagi saat melihat Mame tertidur dengan nyaman dipelukannya.
"Siapa kamu?" karena panik Ruki tak bisa memikirkan apa yang harus ia katakan. Ia tau dirinya tampak bodoh karena dia tau sosok tersebut. Mouna. Kumpulan roh ibu yang kehilangan anak, berkelana hingga menemukan mereka kembali.
Dan parahnya Ruki sadar bahwa mereka sudah terlambat untuk menyelamatkan Mame. Ia telah tertidur pulas dipelukannya, yang berarti rohnya tengah ditarik paksa.
"Aku ibunya" suara berasal dari sosok wanita tak berwajah. Membuat Shion heran dari mana ia dapat menghasilakam suara sedangkan ia tak memiliki mulut. Tunggu, Ia bahkan tak memiliki telinga untuk mendengar! Lagipula apa itu penting sekarang?
Baik Ruki dan Shion tersentak saat menatap tubuh Mame berlahan terhisap masuk ketubuh Mouna. Setengah wajahnya telah menghilang namun ia tetap tertidur dengan tenang, jelas tak menyadari apapun.
![](https://img.wattpad.com/cover/211300754-288-k799275.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Misteri Anak Terakhir
FanfictionAwalnya semua berjalan seperti biasa, tak ada kejadian aneh ataupun horor di rumah mereka hingga pada suatu hari seorang remaja bergabung. Rumah yang awalnya dipenuhi tawa berubah menjadi teriakan ketakutan. Satu persatu teka teki mulai terkuak. Sia...