19: Please, Stay Conscious

1.2K 92 4
                                    

Seluruh sudut rumah terlihat gelap. Tidak mungkin jika ada orang yang mematikan lampunya. Tadi saat aku akan pergi aku sudah menyalakan semua lampu rumah. Tetapi saat aku pulang aku tidak melihat cahaya sedikit pun. Kemungkinan besar yang mati adalah listiknya.

Aku kemudian masuk ke dalam rumah sekalian untuk mencari penyebab matinya listrik di rumah. Tapi aku baru saja membuka pintu rumah dan ingin melangkah masuk ke dalam rumah, aku langsung saja melihat seorang duduk di ruang tamu.

Aku tidak melihatnya jelas, maka dari itu aku mengambil ponselku dan menjadikan lampunya sebagai penerangan. Aku mendekat dan melihat bentuk tubuh ayahku sedang duduk dalam kegelapan.

Aku masih tidak tahu secara jelas siapa orang itu. Apakah benar ayahku atau bukan. Tapi jika dia ayahku rasanya tidak mungkin. Tadi pagi dia sendiri yang mengatakan pada ku bahwa dia akan menginap di hotel. Jadi rasanya tidak mungkin jika dia yang hulihat.

Aku melangkah sedikit demi sedikit dan aku sudah tepat berada di belakan sofa yang diduduki orang itu. "Siapa?" Aku berusaha memancingnya agar berbicara atau pun menoleh. Tapi tidak, dia sama sekali tidak bergerak atau pun berbicara.

"Siapa kau?!" Aku kembali bertanya dengan nada bentakan.

Orang itu berdiri dan membalikkan badannya ke arah ku. Kulihat wajahnya lebih jelas. Dan saat aku melihatnya, itu benar-benar membuat ku kaget setengan mati. "Ayah?"

"Kenapa? Kau terkejut?"

Aku masih bungkam tidak bisa berkata apa-apa. Kurasa sebentar lagi aku akan dalam kesulitan.

"Dari mana saja? Keluar terus! Pulang larut malam, kau ke bar?" Aku terkejut, sudah kuduga aku pasti akan terkena masalah untuk yang kesekian kalinya dengan ayahku.

Saat itu aku benar-benar terkejut. Tubuhku terbujur kaku di depan ayahku yang mulai melepaskan ikat pinggangnya. Dia menghetakkan ikat pingganya ke lantai yang membuat suara sedikit nyaring. Dia berjalan sedikit demi sedikit ke arah ku membuat kakiku melangkah mundur.

"Dasar anak jalan!" Ayahku melayankan tangganya memukul wajahku. "Beginikah tingkahmu saat aku tidak ada di rumah?!" Ayahku kembali menghantam wajahku tengan tangannya membuat aku terjatuh dan tersentak ke lantai

Darah mengalir dari sudut bibirku, mataku tidak bisa lagi melihat dengan jelas ditambah dengan kegelapan yang masih setia berada di sekitarku. Kurasakan cambukan ikat pinggang dari ayahku yang selalu menemaniku sedari kecil.

"Rasakan ini!"

Berulang-ulang cambukan menghantam tubuhku bagian belakan. Aku hanya bisa menahannya tanpa melawan. Aku sudah terbiasa dengan kekerasan karena ayahku sendiri. Sedari kecil aku tidak luput dari pukulannya.

Kupikir aku tidak akan bertahan hidup jika terus seperti ini. Tapi tuhan selalu saja menyelamatkan ku ketika aku merasa sudah tidak ada gunanya aku hidup di dunia ini. Ingin sekali aku menyusul ibuku, tapi mungkin aku belum dijinkan untuk menemuinya.

Namun di satu sisi keadaan ini benar-benar membuat ku tersiksa setiap harinya sehingga aku mebenci ayahku sendiri.

***

Aku sampai di sekolah lebih awal dari biasanya. Semua orang memandangi ku aneh. Tidak diragukan lagi, pasti ksrena luka yang bertebaran di wajahku yang membuat mereka terus menatap ku. Mungkin wajahku terlihat seperti preman yang habis bertengkat, entahlah.

Kulihat beberapa meter ke depan Hoseok melambaikan tangan ke arah ku. Aku berjalan ke arahnya sembari menundukkan wajah.

"Lagi?"

"Bukan masalah besar," ucapku sembari tersenyum biasa.

"Pergilah ke UKS, setidaknya lukamu akan lebih membaik," Hoseok menyarankan ku, tetapi aku tidak memerdulikannya. Lagi pula luka seperti ini untuk apa diobati. Hanya akan menambah sakit nantinya.

First Feeling (The Little Lady and The Crazy Man) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang