"Bagaimana? Sudah lebih baik?"
"Apanya?" Aku melirik sinis Yoongi setelah keluar dari toilet. "Kapan aku bisa keluar?" tanyaku duduk di dekatnya sambil bersilang tangan.
"Dokter akan datang untuk memeriksamu, jadi jangan pergi kemana-mana."
"Aku tahu, berhentilah bertingkah sombong meski kau lebih tua." Yoongi menyeringai kepadaku.
Tidak lama Seorang wanita masuk ke dalam kamar dan memberiku senyuman. "Halo," sapanya.
Aku tersenyum dan kemudian berjalan ke tempat tidur. "Kapan aku pulang?" tanyaku langsung.
"Kau bisa pulang jika kau sudah benar-benar sehat."
"Periksalah." Kuberikan kedua felapak tanganku kepadanya. Saat itu dia terlihat bingun dan canggung kepadaku.
"Dasar tidak sabaran," cibir Yoongi menatapku malas.
"Tutup mulutmu!"
"Aku selalu masuk saat kalian saling mencaci." Dia tersenyum. "Kalian merencanakannya?"
"Bukan, tidak seperti itu." Aku menggeleng kecil. "Kami tidak pernah tidak bertengkar saat kami bersama."
"Harusnya kau lebih sopan kepada Kakakmu," tegurnya.
Aku tertegun dan kemudian terdengar suara tawa Yoongi. "Dengar? Kau harus sopan kepadaku," ucapnya menyombongkan diri.
"Kau sudah minum obat?" tanyanya lagi kepadaku.
Aku mengangguk lalu berkata, "Aku melakukan semua yang disurukan."
"Benarkah?" Kuangguki pernyataan itu. "Kalau begitu hari ini kau bisa pulang."
Terdengar jawabannya lalu aku dan Yoongi langsung bumkan. Kami menyimpan sejumlah pertanyaan yang pada saat itu tiba-tiba menghilang tidak lama setelah mendengarnya. Yoongi perlahan melirikku dan memperlihatkan dahinya yang berkerut.
"Apakah ini lelucon?" tanyaku sambil mengerutkan alis, menanti jawaban.
"Menurutmu?" Kumiringkan kepalaku sedikit dan dia langsung berkata, "Apakah aku tipe orang yang mempermainkan pekerjaan?"
Aku berpikir dan kutemukan jawaban itu. "Tidak." Selama ini dia selalu di sampingku untuk setiap jatuhnya kondisiku. Tidak pernah bermain-main atau bahkan membuat lelucon yang mana ini menentukan hidupku. "Tapi kenapa?"
"Kurasa, kau sudah sayang dengan ruangan ini. Kau tidak ingin meninggalkannya, bukan?"
Aku membelakkan mataku menanggapi leluconnya. "Apa? Kenapa? Setiap malam aku bermimpi agar tidak sampai di sini lagi."
"Benar. Hari ini kau bisa pulang karena kondisimu sudah benar-benar baik. Kau tidak merasakannya?"
Perlahan aku tersenyum lebar karena tidak bisa menahan rasa senang ini. "Terima kasih, Kak. Kau yang terbaik."
"Aku melakukannya karena uang! Money, tapi kau juga bisa menganggapnya sebagai alasan atas bantuan dari Ibumu untukku," ucapnya memalingkan wajah.
"Apa ini?" Kulirik Yoongi dan dia berdiri dari sofa. Dia mendatangiku sambil memasang mata padaku. "Kalian tidak bekerja sama, bukan?" tanyanya dengan kecurigaan.
"Kakak, kapan waktu kerjamu kosong?" tanyaku tanpa memerdulikan Yoongi.
"Entah, kenapa?"
"Mari makan bersama. Aku akan mengajak Ibuku agar kalian bisa mengenang masa muda." Aku tersenyum lebar setelah dia mangangguk tanpa berpikir. Benar, dia seorang Dokter muda yang mana juga sahabat ibuku. Usianya dengan ibuku memang terbilang jauh, namun suatu fakta bahwa hubungan mereka lebih dari sekedar teman.

KAMU SEDANG MEMBACA
First Feeling (The Little Lady and The Crazy Man) ✔
Fiksi PenggemarEND "Perasaan pertamaku menjadi kisah cinta yang menyedihkan..."