Ponsel Jungkook berdering ketika Jungkook masih berada dalam kamar mandi. Terlihat sebuah nomor yang tidak memiliki nama terus muncul di layar depan ponsel Jungkook. Beberapa pesan juga masuk berlomba dari nomor yang sama.
Jungkook keluar dari kamar mandi dengan handuk terlilit di pinggan ke bawah memperlihatkan tubuh kekarnya. Tubuhnya masih depenuhi dengan titik-titik air. Ujung rambutnya masih meneteskan air yang mengalir ke leher.
Jungkook sekilas melirik ponselnya yang berada diatas permukaan bantal di tempat tidurnya. Dia lalu beralih berjalan ke lemari besar kuno yang sedikit terbuka. Perhatiannya teralihkan ketika ponselnya berdering. Jungkook kembali berjalan menuju ponselnya.
Jungkook mengambil ponselnya dan menjawab panggilan yang membuat ponselnya terus berdering sedari tadi. Betapa malasnya Jungkook saat mendengar suara dari seberang sana.
"Berisik!!!" Jungkook memutuskan perkataan dari orang yang terus berbicara tanpa henti di balik ponselnya. "Jangan mengganggu ku!" Jungkook mempertegas lalu mematikan ponselnya.
Jungkook menaruh ponselnya kasar dan berjalan menuju laci di meja belajarnya. Jungkook lalu mengeluarkan sebuah kotak yang berisikan obat-obatan disertai dengan perban dan juga gunting. Jungkook membawa kotak tersebut menuju balkon kamarnya.
Masih telanjang dada, tanpa memakai baju, Jungkook tidak memperdulikan itu. Jungkook hanya terfokus kepada perban yang berada tepat di telapak tangannya yang basah. Sembari menyeringai, Jungkook melepaskan perbannya tanpa ada rasa sakit.
Jungkook kemudian mengganti perban yang sebelumnya sudah basah menjadi perban baru yang bersih. Sekilas Jungkook termenung ketika melihat bintang yang bertebarang diatas langit malam yang biru.
Bintang-bintang itu mengingatkannya kepada ibunya, dimana ibunya pernah menggendong dan memeluknya di balkon kamarnya sembari menceritakan cerita yang membuat Jungkook tertidur pulas. Hal itu selalu membuatnya menangis dan juga tersenyum.
Bagi Jungkook, malam itu adalah malam terakhir dia bersama ibunya dalam keadaan hidup. Dan keesokan harinya, dia harus menghadapi jasad ibunya yang setengah terbakar karena insiden yang menimpa keluarga dan tempat tinggalnya.
Kedua sudut bibir Jungkook seketika naik diikuti dengan air mata yang perlahan mengalir di pipinya. "Aku yakin kau sudah bahagia disana. Tapi kumohon, satu kali saja, datanglah kedalam mimpiku walau hanya beberapa detik...
"Aku sangat membutuhkan mu. Aku tersiksa disini, bahkan suamimu sudah melupakan ku!
"Kau tahu? Aku sangat merindukan sosokmu. Dan jika bisa, biarkan aku ikut dengan mu..."
Jungkook tersenyum dengan air mata yang terus mengalir dari sudut matanya. Jungkook kemudian mengusap pelan pipinya dengan punggung tangan ketika melihat sebuah mobil hitam masuk dan melewati gerban rumahnya.
Seorang pria berjas turun dari mobil dengan membawa sebuah koper yang ukurannya lumayan besar. Seketika amarah Jungkook memuncak. Tatapan kebencian diarahkan kepada orang yang masih berada di luar rumah.
Jungkook memalingkan pandangannya malas lalu kembali masuk ke dalam kamarnya. Dengan kasar Jungkook membuka lemari dan tanpa melirik, Jungkook mengambil pakaian dengan cepat.
***
Seseorang masuk kedalam rumah dan langsung mengambil posisi duduk di sofa. Seorang pria dengan pakaian seragam supir menyusul sembari membawa satu buah koper.
"Taruh saja disitu!" seru pria yang sudah duduk santai di sofa dituruti oleh pria dengan seragam supir.
Tidak lama, Jungkook terlihat berjalan menuju sofa dengan baju dan celana serba panjang. Pria itu melirik Jungkook sinis dan berdiri sembari melepaskan jas yang di pakainya. Terlihat dari wajahnya, dia seperti sangat ingin memukul Jungkook dengan tangannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
First Feeling (The Little Lady and The Crazy Man) ✔
FanficEND "Perasaan pertamaku menjadi kisah cinta yang menyedihkan..."