Matahari sudah benar-benar letih menyinari langkah Tenten untuk hari itu, angin bertiup, daun kering membelai wajahnya.
"Tenten kau mendengarku?"
"..."
"Aku benar kan tempat ini akan selalu ada untukmu?"
Air mata Tenten mengalir lebih deras. "Kau jahat, mengapa kau tinggalkan aku? Kau tahu, tapi mengapa pergi?"
"Katakan sekarang."
"Katakan apa?"
"Jangan bodoh, katakan sekarang!"
"Ne...ne...ji? Itukah kamu?"
"Cepat katakan, aku tak bisa lama lagi disini... Ten, aku mohon..."
Pita suaranya seakan terikat, sulit, sangat sulit. "Neji, aku mencintaimu...", ia kerahkan seluruh tenaganya untuk berteriak walaupun tetap terdengar sangat halus.
"Ten, aku tidak curang kan?"
Tenten semakin tersedu.
"Aku juga mencintaimu...", suaranya semakin samar dan menghilang.
Terdengar suara ledakan dimana-mana.
"Kembang api..."
Tenten melihat dirinya, entah kapan ia memakai yukata dan sandal kayu dari Neji. Ia baru menyadarinya.
Pada setiap lingkaran kembang api warna-warni itu, ia melihat wajahnya tersenyum...
"Neji..."

KAMU SEDANG MEMBACA
Utakata Hanabi
Short StoryTak ada kepergian yang benar-benar abadi. Yang ada hanyalah hati yang tak akan pernah berpaling yang hanya terpisahkan oleh waktu yang tak mengizinkan kita bersatu di dunia, tempat dimana kita bertemu dan memulai menyatukan hati masing-masing dalam...