Dua

56 8 4
                                    

"Siapa dia?" Tanya Nathan kepada Rian, sejak tadi matanya tak hentinya memperhatikan setiap gerakan gadis itu.

"Entahlah tapi aku sering melihatnya di sini hampir setiap hari dia ada di sini bersama kameranya." Sahut Rian menjawab pertanyaan saudara sepupunya itu.

"Hah benarkah? Aku melihat sesuatu yang istimewa pada dirinya, seperti sebuah keistimewaan mungkin bisa di sebut sebuah tameng pelindung." Ujar Nathan lagi.

"Lo yakin dengan kata itu, istimewa? Malahan rumor yang beredar dia adalah orang yang dingin, cuek, dan datar juga misterius." Sahut Rian kaget mendengar kata-kata Nathan.

"Menilai orang kok dari rumor yang beredar, kata-kata orang belum tentu sesuai dengan kenyataan yang ada. Malahan yang gua lihat di dalam diri gadis itu terdapat sebuah keteduhan." Sanggah Nathan membantah kata-kata saudara sepupunya tersebut.

"Trus sekarang lo mau ngapain, dari tadi kita hanya mengikuti dia?" Tanya Rian lagi.

"Gua ingin mengenalnya." Sahut Nathan sambil melangkah pasti menuju kea rah gadis yang masih saja sibuk dengan kameranya itu, membidik hampir seluruh titik yang ada di taman itu.

Nathan semakin dekat dengan keberadaanya dengan Rian yang mengikutinya dengan langkah ragu karena tindakan nekat dari Nathan, namun ia tetap saja mengikuti Nathan sampai benar-benar berada di belakang gadis tersebut. Gadis itu masih terlihat sibuk dengan kameranya sesekali merapikan hijabnya yang di hembus angin, entah memang tidak menyadari atau bagaimana ia masih terlihat santai dan seakan tidak mengetahui tentang keberadaan Nathan dan Rian di belakangnya.

"Haii, permisi.." Sapa Nathan.

"Iya, ada apa?" Sahut gadis itu santai, dan masih saja asik dengan kameranya. Tidak ada ekspresi kaget atau bagaimananya dari dirinya, yang seharusnya yang di alami orang-orang pada umumnya saat berada dalam posisi itu pastinya akan kaget atau setidaknya menoleh dan mencari tau sumber suara yang menyapanya. Tapi tidak dengan dia, dia tetap fokus dengan kegiatannya dan masih bersikap santai.

"Boleh aku mengenalmu?" Tanya Nathan langsung ke inti tujuannya. Sedang Rian berdiri gelisah di belakang Nathan mengingat rumor tentang gadis misterius itu.

"Bukankah kamu sudah mendengar rumor itu, tentang apa yang mereka katakana tentang aku." Sahut gadis itu seraya melanjutkan bidikan lensanya kea rah jalan raya.

"Aku tak ingin mengenalmu dari rumor atau kata mereka, aku ingin mengenalmu dari dirimu sendiri." Ujar Nathan penuh percaya diri terus berusaha meyakinkan gadis itu.

"Kamu yakin ingin mengenalku, tidakkah kamu takut aku adalah gadis dingin, cuek, datar dan misterius?" Tanya gadis itu dan cekrek bidikannya lensanya mendarat di depan wajah Nathan, membuat Nathan agak gelagapan namun ia segera kembali menguasai keadaan. Kini gadis itu hanya menggenggam kameranya seraya mendongak memandang Nathan yang memang lebih tinggi darinya sambil tersenyum.

"Tidak tentu saja tidak, lagi pula bagaimana aku bisa berpikir demikian jika kamu tersenyum seperti itu kepadaku?" Sahut Nathan, wajahnya hampir tak berekspresi hanya tatapan kekaguman yang terpancar dari sorot matanya menatap gadis yang kini ada di depannya.

"Baiklah kalau begitu katamu. Satu lagi kalau begitu." Kata gadis itu sambil mengangkat kameranya sambil mengarahkan kepada Nathan, yang langsung menghalangi dengan tangannya. Namun terlambat tombol shooter sudah di tekan dan sosok Nathan sudah tertangkap duluan sebelum tangannya menghalangi lensa kamera itu.

"Ah sudahlah, untuk apa kamu memotretku? Tampangku pasti konyol sekali disana." Keluh Nathan. Sementara Rian yang dari tadi berdiri diam di belakang Nathan memberanikan diri untuk berpindah ke samping saudara sepupunya itu, untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi di sana.

ArinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang