Delapan

12 2 0
                                    

“Gas taruih jan agiah baranti!!!! (gas terus jangan kasih berhenti)” Seru Arina dalam bahasa Minang, yang jelas saat itu bisa di dengar oleh sang operator seketika ia menoleh kearah suara seruan itu menyadari siapa yang berseru operator tersebut mengacungkan jempol kepada Arina yang di balas tawa puas dari Arina.

Nathan memang tidak fasih berbahasa Minang tapi ia bisa mengerti apa yang di ucapkan Arina barusan, ia pun hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala menyadari keusilan Arina kepada orang-orang yang ada di atas wahana tersebut yang sebagian sudah ketakutan.

Kecepatan wahanapun seketika meningkat dan teriakan histerispun semakin menggelegar, ada sebagian dari mereka yang yang seperti hampir menangis meminta berhenti. Tapi percuma saja sebelum 10 menit wahana itu tak akan berhenti.

“Dasar usil, lihatlah apa kamu tidak kasihan melihat orang itu sudah sangat ketakutan?” tanya Nathan kepada Arina sambil menunjuk kearah seorang gadis yang tengah memeluk lengan orang yang ada di sebelahnya entah itu teman, saudara, atau lebih mungkin itu pacarnya.

“Halah memang dasarnya penakut saja, atau dia hanya mencari kesempatan saja untuk pacaran di atas wahana. Lihatlah anak kecil ini dia biasa saja bahkan dia tidak berteriak sama sekali.” Jawab Arina sambil menunjuk seorang gadis kecil kira-kira usia 10 tahun yang duduk dengan santai dua bangku di depan Arina dan Nathan.

“Ah benar juga katamu, paling juga modus buat nempel-nempel.” Sahut Nathan terkekh mendengar ucapan Arina.

Dua putaran selesai mereka nikmati jalan putaran ketiga mereka tengah berhenti sambil menunggu wahana kembali terisi penuh, saat menatap kebawah perhatian Arina tertuju pada seorang anak dengan pakaian yang sangat sederhana bahkan hampir lusuh menatap dengan tatapan sendu kearah wahana.

“Nath lihat deh anak itu.” Kata Arina kepada Nathan sambil menunjuk kearah anak yang berdiri di bawah sana.

“Sepertinya aku pernah lihat dia.” Ucap Nathan setelah melihat itu.

“Mungkin saja dia anak yang kesehariannya berjualan gulali di sekitaran sini.” SAhut Arina yang memang mengetahui anak itu.

“Sepertinya dia ingin naik deh.” Tebak Nathan masih memperhatikan anak itu.

“Sepertinya begitu.” Ujar Arina.

“Mau berbagi?” Tanya Nathan sambil mengcungkan 4 tiket yang masih ada di tangannya.

“Tentu tapi, wahananya sudah mau jalan.” Kata Arina dan seketika wahana mulai bergerak.

“Semoga nanti anak itu masih di sana.” Ucap Nathan.

Selang 10 menit kemudian wahana kembali berhenti Nathan dan Arina segera turun dan menuju tempat di mana anak tadi berada beruntung dia masih ada di sana masih setia menatap wahana itu dengan tatapan yang sendu dan terlihat pancaran harapan di sorot matanya.

Nathan dan Arina mendekati anak itu, dengan hati-hati agar tidak mengagetkannya. Lalu berdiri di sebelah anak itu sambil ikut menatap wahana itu dari sana. Anak itu yang menyadari kehadiran mereka di sana menatap bingung, kedua orang itu.

“Bukankah kakak yang tadi di atas sana?” Tanya anak itu kepada Arina.
“Iya, betul.” Jawab Arina sambil tersenyum kepada anak itu.

“Berapa usiamu dik?” Tambah Arina bertanya kepada anak itu.

“14 tahun kak.” Sahut anak itu.
“Kalau boleh tau nama kamu siapa?” Tanya Nathan pula.

“Aku Arvi kak, Arvian Andira.” Jawab anak yang di ketahui bernama Arvi tersebut.

“Apa kamu mau naik itu?” Tanya Nathan menunjuk kearah wahana yang di maksud.

“Bukan Aku kak, tapi adikku dia ingin sekali naik ke sana.” Sahut anak tersebut.

ArinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang