Dua Belas

11 2 0
                                    

"jadi habis ini mau kemana?" Tanya Nathan kepada Arina setibanya di hadapan Arina kembali.

"Aku gak kemana-mana sih Cuma nanti paling balik ke Hotel." Sahut Arina.

"Mau jalan-jalan malam ini?" Tanya Nathan lagi.

"Jalan-jalan? Apa kamu tidak capek setelah pertandingan hari ini?" Balas Arina dengan balik bertanya.

"Yahhh lumayan capek sih, bagaimana kalau makan malam?" Sahut Nathan.

"Boleh deh." Ujar Arina menyetujui ajakan Nathan untuk makan malam bersamanya malam ini. Lagi pula sudah lama Arina tak menyaksikan wajah malam kota Jakarta.

Arina sudah berdiam diri di balkon kamar hotelnya sejak satu jam yang lalu, menatap langit sore kota Jakarta pikirannya masih melayang kepada apa yang di dengar nya di gedung olahraga tadi, 13 November tanggal itu terus berputar-putar di kepalanya, dan orang yang bicara kepada Nathan tadi ia merasa wajah itu tak asing baginya.

"Rasanya aku pernah melihat orang itu tapi di mana ya?" Gumam Arina kembali mengingat. Namun ia tak bisa mengingatnya, malahan sesuatu yang lain yang terlintas di ingatannya.

"Tunggu dulu, apa mungkin itu dia. Ah setelah 6 tahun tentu saja wajah seseorang akan mengalami perubahan. Aku rasa itu memang dia." Ujar Arina pada dirinya sendiri.

"Tapia pa yang di maksudnya dengan tanggal 13 November? Tanggal itu tiga hari dari hari ini apa mungkin ini ada hubungannya dengan kompetisi illegal yang pernah di bahas Nathan tempo hari. Apa dia masih tetap bergelut dalam dunia itu sampai sekarang setelah sekian lama?" begitu banyak pertanyaan yang memenuhi kepala Arina hingga menghembuskan nafas panjang.

Entah kenapa semenjak ia mengenal Nathan ia semakin sensitif terhadap lingkungan ia semakin memperhatikan semua hal termasuk hal-hal kecil yang ada di sekelilingnya. Sudah tak dapat di pungkiri lagi Arina yang selalu peka akan lingkungannya bahkan walau tanpa ia inginkan, tapi hatinya selalu memperhatikan setiap detail apa yang ada di sekelilingnya.

"Terkadang aku lelah juga menjadi orang yang terlalu peka dan sensitif begini." Ujarnya sambil melangkah masuk dan menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Masih 2 jam lagi sebelum Nathan datang menjemputnya untuk makan malam nanti.

Arina yang sedari kecilnya emang memiliki tingkat kepekaan terhadap keadaan sekitarnya sangat tinggi, bisa di katakana juga tingkat waspada dirinya juga tinggi ia bisa merasakan apa-apa yang tengah dan akan terjadi di sekitarnya. Bahkan ia sempat berpikir dirinya sudah gila dan pernah juga ia berpikir apa dirinya adalah seorang ninja yang kesasar di ibu kota. Atau ada roh ninja yang bersemayam di dalam dirinya.

Sehingga membuatnya seakan bisa membaca setiap pergerakan yang ada di sekelilingnya. Hal itu sangat menguntungkan baginya dalam pertandingan bela dirinya saat ia masih sekolah dulu sehingga membawanya terus menjadi pemenang di setiap pertandingan-pertandingan tersebut.

Dan sebutan ninja pun melekat pada dirinya dari teman-temannya. Ninja Arin itulah panggilannya dulu, tapi pada saat ia berusia 14 tahun tepatnya setelah lulus dari SMP Ninja Arina menghilang. Tak ada lagi yang pernah melihatnya sejak kelulusan itu, tak ada yang tau dimana keberadaannya termasuk keluarganya sendiri.

Ya saat itu Arina meninggalkan Jakarta dan mendarat di Bukittinggi dan melanjutkan sekolahnya di sebuah kota cantik yang tak aka nada orang yang mengira kalau dia akan kesana sehingga tidak aka nada yang menemukanny adi sana begitulah pikirnya dan itu benar tak ada satupun orang yang menemukannya sampai saat ini dia yang kembali mendatangi Jakarta. Kota masa kecilnya.

Drrrrttt drrrrttt drrrrttt

Arina yang sedang sibuk merapikan pakaiannya di depan cermin meraih pnya, tampak di layar datar itu panggilan masuk dari Nathan. Namun belum sempat di angkat panggilan itu sudah berakhir di susul sebuah pesan dari Nathan.

ArinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang