Tujuh

8 2 0
                                    

“Hei jangan coba-coba mengambil kata-kataku, itu namanya plagiat.” Seru Arina di iringi tawa mereka.

Sungguh hari yang bahagia bagi mereka, hari semakin beranjak sore senja sudah menghampiri dan malam akan segera turun menyelimuti Kota Bukittinggi.

“Hari sudah mau malam, apa kamu akan segera pulang?” Tanya Arina kepada Nathan.

“Hah kenapa? Apa kamu mau pulang biar aku antar.” Sahut Nathan berpikir Arina sudah ingin pulang.

“Bukan itu maksudku, jika kamu belum mau pulang aku ingin mengajakmu ke suatu tempat habis sholat magrib nanti.” Jelas Arina menyadari kesalah pahaan Nathan.

“Oooo begitu, aku belum mau balik kok di rumah juga tidak ada orang kalau aku puang sekarang.” Jawab Nathan.

“Oke deh kalau gitu.” Balas Arina sambil tersenyum manis.

Langit sudah memerah dan hampir gelap, sebentar lagi adzan berkumandang Nathan dan Arina sudah berpisah sejak 15 menit lalu di Mushalla yang terletak di antara Jam Gadang dan taman Pahlawan Tak di Kenal. Karna akan segera melaksanakan kewajiban mereka sebagai umat muslim untuk menemui sang pencipta.

Setelah selesai melaksanakan sholat magrib, mereka kembali bertemu untuk melanjutkan jalan-jalan malam mereka ke tempat yang di janjikan Arina. Dengan santai mereka menyusuri trotoar jalan melewati kawasan Distro yang ada di sana mulai dari Kapuyuak, Samek, Koa, Sikek Kutu dan lain-lain. Taman D’Qibis dan Taman Digitalpun terlewati langkah mereka masih berlanjut sampai mereka sampai di sebuah persimpangan.

Tampak di seberang sana sebuah tempat yang begitu ramai di dominasi oleh anak-anak muda, ada yang bersama keluarga, saudara, pasangan atau pacar, teman dan sudah pasti ada yang jomblo. Ya itu sebuah pasar malam, Nathan yang sudah hampir dua Minggu berada di Kota Bukittinggi tidak tau sama sekali kalau di sini ada pasar malam yang memang ia sangat suka.

“Ayo kesana apa kamu hanya mau melihat dari sini saja.” Ajak Arina yang melihat Nathan bengong di pinggir jalan.

“Ah iya tentu saja aku mau kesana.” Sahut Nathan antusias. Langsung melangkah mengikuti Arina dari belakang.

Saat mereka berjalan masuk kedalam arena pasar malam mereka melewati segerombol orang dengan penampilan amburadul dengan beberapa dari mereka membawa uku lele dan sebuah gitar penampilan mereka lebih tepat seperti pengamen tapi entahlah apa itu benar atau bukan. Tapi dari tadi banyak sekali yang berpenampilan seperti itu.

Kebanyakan dari mereka dengan tubuh kurus, rambut di cat tidak karuan, telinga bibir dan lidah di tindik bahkan ada yang menindik di bagian alisnya. Pakaian yang amburadul, sebagian dari mereka bertato dan jangan lupakan rokok yang mengepul. Tidak hanya laki-laki sebagian dari mereka juga terdapat perempuan dengan penampilan yang tak jauh berbeda dari mereka.

Ketika akan melewati mereka Arina langsung memasang kupluk jaket abu-abunya dan mempercepat langkahnya Nathan di ikuti oleh Nathan yang juga mempercepat langkahnya ketika melewati mereka karena memang risih dengan keberadaan orang-orang itu.

Selang beberapa langkah dari mereka terdengar salah satu dari mereka berseru.

“Hei bukankah itu si gadis dingin pengecut yang selalu sibuk dengan kameranya.” Ujar seorang yang di sana. Nathan yang mendengar itu dan menyadari ucapan itu di tujukan kepada Arina hendak berbalik kepada mereka. Namun sebelum ia berbalik badan Arina menahannya dan menarik lengannya menjauhi orang-orang itu.

“Apa itu sekarang dia punya gandengan?” ujar salah satu dari mereka lagi.

“Tak ku sangka balok e situ bisa punya gandengan juga, jangan-jangan itu juga balok es!” Timpal yang lain lagi.

ArinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang