Enam

11 3 0
                                    

Candaan dan cerita antara mereka terus berlangsung hangat dan ceria, mereka terlihat seolah sudah kenal lama. Sama sekali tak terlihat kalau mereka baru bertemu kemarin, ada sebuah kebahagiaan yang terpancar di sorot mata Arina. Bagaimana tidak sudah sekian lama ia bergelut dalam kesendirian dan sepi karena tak ada satupun orang yang mau mendekatinya karena rumor yang beredar.

Padahal kalaupun rumor itu benar itu tidak terlalu menakutkan toh cerita mereka bukan mengatakan kalau Arina adalah seorang penyihir yang jahat. Tapi begitulah sempitnya pemikiran orang-orang pada umumnya.

Seharian mereka lewati dengan kesan yang sangat luar biasa dan istimewa. Baik itu untuk Nathan ataupun Arina, dua jiwa yang sangat bertolak belakang antara Arina dan Nathan tiba-tiba berteu dan menjadi klop seperti sekarang.

Bisa disebut seperti dua unsure dari mereka yang menjadi satu, Arina yang bagai Air dengan diam dan sifat cueknya namun penuh kepedulian dan Nathan yang bagai Api dengan sifat luwes, energik dan pemerhati yang baik. Mereka bisa menjadi satu kesatuan dalam damai secara tiba-tiba dan tidak sengaja.

"Ah Iya Nath, aku sudah tau sedikit banyak tentang Rian saudaramu, tapi kenapa aku tidak tau tentang kamu, tapi kalau boleh ku tebak apa kamu dari Ibu kota?" Tanya Arina sore itu kepada Nathan.

"Hmmm ibu kota? Bukankah sekarang ini kita sedang di ibu kota?" sahut Nathan juga dengan pertanyaan yang membuat Arina bingung dan hanya menatap Nathan dengan heran, Nathan yang melihat itu hanya tersenyum.

"Bukittinggi juga pernah menjadi ibu kota Negara kan?" tambah Nathan. Baru setelah itu Arina mengerti apa yang di maksud oleh pemuda yang ada di sampingnya saat ini.

"Iya, maksudku apa kamu berasal dari Jakarta?" Jelas Arina sambil berjalan menyusuri tepi pagar pelataran Jam Gadang menuju ke arah taman Pahlawan tak di kenal di ikuti oleh Nathan di belakangnya, dengan perasaan damai tangannya yang menyapu besi-besi pagar seakan begitu menikmati waktu itu.

"Ya begitulah. Aku memang dari sana dan hanya sesekali kesini." Jawab Nathan sambil berhenti sebentar dan menatap ke arah kaki gunung Merapi yang disana terdapat hamparan pemukiman penduduk.

"Sudah bisa ku tebak jadi sekarang aku sedang bersama anak kota Metropolitan.." Ujar Arina lagi yang terdengar malah seperti gumaman untuk dirinya sendiri namun bisa di dengar jelas oleh Nathan yang berjalan di belakang gadis itu.

"Entah lah, jujur aku lebih suka di sini, dengan semua keindahan ini. Dan juga dengan semua keramahan yang ku dapat di tempat ini.' Sahut Nathan yang kini mendahului langkah Arina dan duduk di bangku yang ada di depan mereka.

"Kenapa bukankah di sana juga indah, dan tentu saja juga ada keramahan kan." Ucap Arina berdiri di sebelah bangku itu sambil menatap hamparan pemandangan kota asri yang mendamaikan.

"Ya memang ada, tapi semua rasanya berbeda. Aku tak bisa merasakan kedamaian seperti berada di sini." Ujar Nathan sambil menyandarkan tubuhnya di sandaran bangku taman itu.

"Sebuah tempat akan bisa di nikmati jika kamu ingin dan punya kemauan untuk menikmati dan mencintai tempat itu. Semua hal juga begitu bukan cuma tempat saja." Kata Arina lagi yang kini menyusul duduk di samping Nathan.

"Mungkin benar tapi tempat ini sungguh luar biasa bagiku, andai aku bisa untuk tetap tinggal di sini." Sahut Nathan berandai-andai.

"Ayolah semua tempat itu punya keindahannya masing-masing. kamu baru melihat tempat ini saja dan ini memang pusat daerah sini. Begitu juga dengan tempatmu tentu juga akan sangat indah jika kamu berada di pusatnya, jujur aku suka tempatmu." Jelas Arina yang entah kenapa tiba-tiba secara spontan ia berkata demikian.

"Kamu menyukai tempatku? Apa kamu pernah kesana?" Tanya Nathan Antusias mendengar pernyataan Arina. Pertanyaan itu membuat Arina terdiam dan ada pancaran kebingungan yang terliat di wajahnya.

ArinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang