sweet like cotton candy

45.5K 3.7K 61
                                    

10 tahun lalu,

Wait, Satya ngajak lo jalan?” tanya Jessica begitu sahabatku itu keluar dari kamar mandi.

“Yups, dia nyuruh nunggu gue di parkiran. Kita bakal jalan setelah dia selesai rapat. Sial, kenapa sih gue harus pakai jaket kedodoran lo!” teriakku frustrasi saat melihat penampilanku di cermin.

Sungguh, sejak tadi aku benar-benar tidak peduli dengan penampilanku dan entah bagaimana orang lain akan melihatku. Toh, sekolah hari Sabtu bakal sepi dan yang penting aku nggak kedinginan, tapi aku nggak mungkin pergi dengan Satya dengan tampilan begini, kan?

Jessica melihat penampilanku dari atas sampai bawah, gadis itu tampak berpikir keras—terlihat dari keningnya yang berkerut dalam, dan sebuah senyuman terbit di bibirnya. Lalu kami berdua masuk ke kamar mandi dan hanya bisa melongo saat Jessica mulai melepas pakaian yang ia pakai.

“Je, gue masih normal! Oh my god!” 

Dan Jessica langsung menoyor kepalaku dari belakang. “Lo nggak usah mikir aneh-aneh, Kanthi! Ini gue sedang merelakan dress cute gue yang niatnya buat narik perhatian Haikal buat lo. Pokoknya kencan lo hari ini harus sukses!”

“Ini bukan kencan! Dia cuma ngajak gue ke festival. Dan katanya lo sama Haikal ketemu di perpustakaan karena takdir, terus kenapa lo bisa dress up segala?” tanyaku seraya membuka jaket buluk yang aku pakai dan memakai dress Jessica yang jujur saja aku benci aromanya karena entah berapa banyak parfum yang sahabatku semprot ke mini dress-nya ini. “Buset ... ini lo pakai parfum segudang ya, Je!”

“Gue menciptakan takdir gue sendiri, cuy! Dan nggak usah banyak bacot, daripada jaket lo ini bau iler!” 

“Heh, sembarangan! Gue udah mandi, gosok gigi, dan lo bawa parfum lagi nggak? Je, gue nggak bau iler beneran, kan?” tanyaku panik.

“Cie akhirnya Kanthi overthinking soal penampilan. Kalo menurut gue sih lo jauh banget dari oke, karena kalo untuk first date, gue nggak bakalan sudi cuma pakai baju seadanya kayak lo apalagi kalo harus tukeran baju sama lo atau Arum di toilet sekolah. Tapi, karena ini kepepet oke—“

“Lo nggak bantu sama sekali dasar nenek lampir bermulut jahat!” potongku seraya cemberut.

Jessica cengengesan seraya merapikan rambutku. “Udah nggak usah overthinking. Lo cute, kok. Dan gue bakal pastiin lain kali gue bakal dandanin lo super tjaaaaakep kalau Satya ngajakin lo jalan lagi. Cuma buat pelajaran aja, Sis. Fuck, orang-orang yang bilang penampilan nggak penting bla ... bla ... bla .... But, penampilan itu penting! Karena normalnya memang seseorang bakal melihat penampilan sebagai penilaian pertama. You know why? Karena memang itu hal pertama yang bisa dilihat oleh mata. Kita nggak bakalan pernah bisa tahu atau jatuh hati sama kepribadian seseorang pada pandangan pertama. That’s why ... gue selalu bodo amat kalo lo sama Arum ngomentarin gue yang selalu pingin cakep setiap saat. Gue emang cakep, jadi nggak ada salahnya pamer ke seluruh dunia!”

Aku langsung ngakak begitu mendengar ucapan sahabatku itu, jujur kini aku merasa lebih tenang. Jessica memang selalu tahu bagaimana menenangkan orang lain walau dengan cara paling absurd sedunia. Jujur, ini juga pertama kalinya aku jalan dengan seorang pria, dan itu membuat jantungku benar-benar jumpalitan—seolah ingin keluar dari rongganya. 

***

Setelah memarkikan mobil di tempat yang tersedia, aku dan Satya segera turun dan masuk ke festival yang sudah begitu ramai. The Midnight Fest adalah festival tahunan yang diadakan oleh anak-anak muda Jakarta yang merupakan anggota dari club buku bernama Midnight. Jadi, tidak heran di festival ini banyak sekali tenda-tenda yang menjual buku sehingga aroma khas buku menguar di sana-sini.

Second Chance (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang