i hated how much i loved it

57K 4.4K 54
                                    

Saat ini kami masih melanjutkan permainan 10 things I hate about you. Dan dari permainan ini aku jadi tahu kalau ternyata bahkan orang terdekat kita sekalipun, tidak akan selalu menyukai kita. Tapi ini juga merupakan hal yang wajar, karena kalau kita punya satu atau dua hal sifat menyebalkan atau negatif, itu sangatlah manusiawi. Yang penting kita tidak berlarut-larut dan mau memperbaiki diri.

“Oke, lanjut,” ujar Jessica seraya mengambil sebuah kertas dari dalam toples. Lalu gadis itu membaca tulisan yang ada di kertas keras-keras. 

“Aku benci saat doi nggak langsung nyuci piring kalo abis makan. Apalagi pas tengah malam bikin Indomie,” tutur Jessica seraya menatap Jason tajam. Dan sudah jelas kalau tulisan itu memang ia tujukan untuk suaminya sendiri. 

“Buset! Ini sih namanya lo curhat, Je!”

Jason pun mengangkat kedua tangannya ke atas—tanda menyerah. “Oke, sorry, Sayang. Aku janji nggak bakalan ngulangin lagi.”

“Nah, ayo taruhan, kalo besok si J ngulangin lagi, dia kudu bayarin kita trip ke Bali akhir tahun ini!”

Deal!”

“Yessssss!” teriak Jessica paling keras. “Eits, tapi si Jason cuma bayarin gue sama Jun doang. Lo semua bayar sendiri, mon maap ya bestie kita cuma tukang bakmi,” ralat gadis itu yang sontak membuat kami menyorakinya berjamaah. 

“Yeuuuuuuuuuu!”

Believe me, Sis, kalo kalian berdua nanti nikah dan ngerasain pusingnya jadi emak-emak, pasti paham kenapa gue seperhitungan ini. Kalian harus irit, kecuali suami kalian adalah Sultan Brunnei yang kaya raya tujuh turunan.”

“Siap, Mak, laksanakan!” seruku dan Arum berbarengan.

“Oke lanjut,” Jessica pun kembali membaca tulisan yang ada di kertas keras-keras. “Heh, Nenek Sihir! Nggak semua orang punya mental sekuat baja, jadi kalo lagi nggak bisa ngasih advice yang membangun dan sukanya ngungkit-ngungkit yang lalu-lalu, mending shut your fucking mouth!

Arum mengangkat kedua tangannya. “Oooooooke ... nggak perlu orang jenius buat tahu kalo itu buat gue. Dan nggak perlu juga gue tahu itu dari siapa karena gue yakin kalian semua setuju sama tulisan siapa pun itu. And I am sorry, kalo kadang mulut gue suka jahat. Dan gue bakal seneng banget kalo gue udah mulai kelewat batas, kalian bakal ngingetin gue,” ujar gadis itu seraya menahan tangis. 

Aku pun langsung memeluk Arum diikuti oleh Jessica. “Iya sayangku, kita saling mengingatkan, ya! Dan tumben deh lo pake acara nangis segala, mens, ya?”

Yups, progesterone sucks, bestie!” teriak gadis itu dengan air mata yang semakin bercucuran. Dan aku pun semakin mengencangkan pelukanku sambil mengelus punggung sahabatku itu hingga ia kini lebih tenang.

Lalu tiba-tiba Rafael maju ke depan dan mengambil satu kertas tersisa yang ada di dalam toples. Pria itu membuka kertas tersebut, menarik napas panjang, dan membacanya dengan sungguh-sungguh. 

Will you marry me?” 

What the hell! Siapa sih ini yang bucin lagi?” dengkus Arum sebal. Ya, hormon wanita yang sedang datang bulan memang begitu gampang berubah-ubah. 

“Ini aku yang nulis, baby,” jawab Rafael sungguh-sungguh.

“Hah? Apa?” tanya Arum melongo—kentara sekali jika gadis itu tengah syok berat. 

Second Chance (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang