dont need no butterflies when you give me the whole damn zoo

1.9K 122 0
                                    

Kebun Binatang Ragunan adalah sebuah kebun binatang yang terletak di daerah Ragunan, Pasar Minggu. Kebun binatang yang memiliki luas sekitar 140 hektare ini, didirikan pada tanggal 19 September 1864 di Batavia dengan nama Platen en Dierentuin. Kebun Binatang Ragunan memiliki kurang lebih 2000 satwa yang terdiri dari mamalia, reptilia, berbagai jenis burung dan lainnya.

Hari ini Ragunan lumayan ramai, tapi maklum saja karena saat ini adalah masa liburan sekolah, sehingga kebanyakan yang datang ke sini adalah anak kecil dari berbagai usia yang tengah liburan. 

Aku dan Satya pun mulai berkeliling kebun binatang seraya bergandengan tangan. Biasanya aku menghidu udara Jakarta yang penuh dengan polusi dan asap knalpot yang membuat tenggorokan sakit dan paru-paru bengek, tapi di kebun binatang ini udaranya benar-benar begitu bersih dan sejuk. Hal itu wajar saja, karena di sini memang terdiri dari banyak pohon sehingga warna hijau begitu mendominasi sepanjang mata memandang.

Jerapah adalah hewan pertama yang menarik perhatianku sejak pertama kali memasuki kebun binatang ini. Sehingga kami berdua memutuskan untuk berhenti untuk melihat hewan berleher panjang itu lebih dulu. Aku berdiri di belakang pagar pembatas dan Satya berdiri di belakangku seraya melingkarkan kedua lengannya di perutku.

Satya sudah berulang kali memelukku, mencium, dan menyentuh seluruh inci tubuhku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Namun, reaksi saat kulit kami bersentuhan selalu sama gilanya. 

“They’re so cute!” ujarku seraya mengambil banyak foto Jerapah dari berbagai sisi. Sebelum ke sini aku memang membawa sebuah kamera untuk foto-foto. Aku memang suka mengambil foto saat jalan-jalan begini, karena foto adalah salah satu cara untuk membekukan waktu. Momen ini mungkin akan berlalu hanya dalam beberapa detik dan akan dilupakan dengan detail setelah bertahun-tahun kemudian, tapi saat kamu melihat foto yang diambil hari ini—pada momen saat ini—mungkin dua puluh tahun lagi, hatimu akan menghangat. Sebab nyatanya kenangan tidak pernah bohong, kalau kamu mengingatnya dengan bahagia, senyuman di bibir, dan hati berbunga, maka pada saat momen itu terjadi, berarti kamu memang benar-benar bahagia. 

Kenangan juga pedang bermata dua. Kamu bisa saja mengingatnya dengan senyum dan perasaan hangat di dada, tapi kamu juga bisa mengingat sebuah momen sambil menangis dan menyesali semuanya karena akhirnya sadar jika kamu tidak akan pernah melewati momen itu lagi. Tidak pernah akan lagi sebahagia itu lagi, dan apa yang sudah terjadi bakal selalu jadi masa lalu.

Dan ya ... tidak akan ada yang bisa kembali ke masa lalu. Jadi, mari saling tersiksa sampai rasanya mau mati, Satya.

Setelah puas melihat jerapah, kami berdua pun melanjutkan perjalanan untuk melihat berbagai hewan yang ada di kebun binatang Ragunan. Kami melihat rusa, beruang, singa, monyet, dan lainnya. Tak lupa kami juga melihat kuda nil, walau untuk melihat hewan bernama latin hippopotamus amphibius itu butuh kesabaran ekstra karena hewan satu ini lebih suka bersembunyi di dalam air.

“Tunggu sini sebentar nggak papa kan, Sayang? Sumpah aku pengin banget ambil foto kuda nilnya. Atau kamu mau keliling sendiri dulu?” tanyaku tak enak karena aku lumayan keras kepala untuk menunggu sang kuda nil keluar dari dalam air sehingga aku dapat mendapatkan foto hewan mamalia satu itu.

“Aku keliling kalo kamu keliling. Aku berhenti kalo kamu berhenti, aku di sini karena kamu di sini,” ujar pria itu yang sontak membuat aku tersenyum lebar.

“You’re so obsessed with me,” bisikku seraya mengedipkan satu mata—bermaksud menggoda pria itu. 

Satya mendekatkan bibirnya ke telingaku lalu berbisik, “Body and soul.”

Aku juga balas mendekatkan bibirku ke telinga Satya. “Be careful Bapak Satya or I’ll kiss you right now,” ujarku yang sontak membuat pria itu menarik napas berat. 

“Kamu emang selalu tahu gimana cara nyiksa aku.”

“He-em, aku juga tahu gimana cara nyium kamu,” ujarku seraya mengedipkan satu mata yang sontak direspons tawa oleh pria itu lalu ia mencium pipiku lembut, membuat aku tertawa kecil karena pria itu menciumi seluruh wajahku tanpa ampun.

Kami berdua pun terpaksa meninggalkan area danau karena hujan mulai turun dan membasahi sekitar. Aku dan Satya mempercepat langkah kami saat hujan turun semakin deras, lalu bersama puluhan orang lainnya kami berteduh di kandang burung yang memang di desain seperti rumah raksasa. Kami berteduh di tengah dan berbagai jenis burung mengelilingi kami di samping kanan dan kiri. Wow ... ini benar-benar pemandangan yang luar biasa menakjubkan!

Lalu sembari menunggu hujan reda aku pun memutuskan untuk mengambil puluhan foto dari berbagai burung yang ada di sini. Dan aku melihat lama-lama ke kandang flaminggo berwarna pink yang menurutku sangatlah cantik. 

“Yang ini favoritku. Mereka cantik,” ujarku seraya melingkarkan lenganku ke pinggang Satya seraya memfokuskan mata ke arah kandang flaminggo. 

“Ya, cantik,” ujar pria itu seraya menatap ke arahku.

Aku manyun. “Katanya favorit kamu si beruang item tadi.”

“Kamu.”

“Hah?”

“Kamu yang cantik.”

Dan aku hanya bisa tertawa kecil dengan pipi yang terasa terbakar. Hah, sepertinya kencan terakhir kami berjalan sukses, dan sepertinya ... aku juga akan tersiksa begitu parah nantinya. 

Second Chance (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang