Walau Sergio memintaku melupakan semuanya, tentu saja aku tidak bisa mengabaikan pengakuan pria itu. Sepuluh tahun adalah waktu yang sangat lama untuk mencintai sendirian. Pasti sangatlah menyakitkan saat cintamu tidak terbalas selama sepuluh tahun. Karena aku sangat paham sekali bagaimana rasanya semua perasaan itu.
Aku meriah kelingking Sergio, membuat pria itu berhenti dan menunduk untuk melihat ke arahku. “Kenapa?”
“Lo punya wine atau vodka?”
“Gue punya yang lebih baik dari itu.”
“Oke, karena gue belum ngantuk. Jadi, gimana kalo lo ambil apapun itu yang lebih baik dari ‘wine atau vodka’, gue bakal nunggu lo di deket bangku samping kolam ikan. Dan please, lo perginya jangan lama-lama, karena sendirian di luar ternyata bikin merinding juga.”
Sergio sontak tertawa setelah mendengar perkataanku. “Kata orang yang baru aja keliling kompleks sendiri hampir jam 12 malam. Tapi lo tenang aja, karena gue nggak bakalan lama. Dan dapurnya beneran ada dibalik tembok samping kolam ikan, jadi lo bakal bisa lihat gue dari jendela. Lo nggak perlu takut.”
Aku hanya menanggapi ucapan Sergio dengan anggukan mengerti, lalu aku segera bangkit dari dudukku dan berjalan ke kolam ikan yang sejak tadi menarik perhatianku. Kolam ikan Sergio difasilitasi dengan berbagai lampu di sisi kanan-kirinya, makanya walau sekarang sudah pukul dua lewat aku tetap bisa melihat ikan koi dengan berbagai corak mondar-mandir di kolam.
Lalu aku mengambil pur ikan di etalase kaca yang tertempel di tembok samping kolam, aku pun menyebar pur itu ke kolam dan gerombolan ikan segera memakannya dengan semangat. Membuat senyuman sontak terbit di bibirku. Aku juga tidak tahu mengapa, tapi melihat ikan selalu membuat aku rileks. Makanya kalau gabut aku suka ke Sea World seorang diri, atau pergi ke toko ikan yang ada di dekat rumah untuk meredakan stress.
Tak lama kemudian Sergio kembali keluar seraya membawa dua buah cangkir dengan aroma jahe yang sangat khas. Pria itu memberikan satu cangkir yang mengepul itu kepadaku, lalu kami duduk jejeran di kursi yang tersedia dengan wedang jahe di tangan masing-masing.
“Jadi, wedang jahe adalah minuman yang lebih baik daripada wine atau vodka itu?”
“Yups, wedang jahe nggak bakalan bikin kita bangun dengan kepala mau pecah karena hangover besok pagi.”
Aku hanya mengangguk-anggukkan kepala mengerti sebagai respons, lalu mulai menyesap wedang jahe buatan Sergio pelan-pelan karena minuman itu masih sangat panas. Dan aku langsung mendesah nikmat saat rasa hangat mulai mengaliri tenggorokanku. Dan ya, pria itu benar, ini lebih baik dari wine atau vodka.
Untuk beberapa saat hanya ada keheningan yang mengurung kami, hingga akhirnya aku memutuskan untuk membuka pembicaraan karena aku merasa saat ini suasana di antara kami sudah lebih baik.
“Lo tahu, Sergi, kalo lo emang pengen gue melupakan semua pengakuan cinta lo malam ini, seharusnya lo nggak usah buka mulut sama sekali. Kalo lo emang mau gue don’t give a fuck sama perasaan lo, lo bisa menahan semua perasaan lo itu sampai mati. Membiarkan perasaan lo itu terpedam dan membusuk di dalam hati lo. Lo bisa menahannya selama sepuluh tahun, jadi kalo lo pengen gue melupakan semuanya, kenapa lo malah menyatakan semuanya hari ini?”
Sergio menatapku dengan senyumnya yang menyebalkan itu. “Ah, ini yang bikin gue suka sama lo. Lo selalu se-blak-blakan ini. Dan gue nggak bakalan bisa lepas kan?”
Aku melirik jam besi yang ada di lengan kiri, lalu aku mengangkat lenganku tinggi-tinggi hingga Sergio pun bisa melihat pukul berapa sekarang. “Lo tahu kutukan 3 AM conversations, Sergio? Tandanya di jama segini lo bisa ngomongin apapun yang ada di kepala lo dan memilih melupakannya besok pagi. Nggak peduli yang lo omongin adalah hal yang super memalukan atau nggak guna, yang jelas lo bakal lupain semuanya besok pagi.”
“Oke, mari ngobrolin apa aja malam ini dan melupakan semuanya besok pagi. Lo harus janji nggak bakal ngungkit semuanya sampai kapan pun.”
Aku menganggukkan kepala dan menatap kedua bola mata Sergio dengan tatapan meyakinkan. “Ya, gue janji.”
“Mama gue meninggal saat gue masih TK, hingga untuk bertahun-tahun kemudian gue hanya hidup berdua dengan Papa. Kehidupan kami bahagia, gue ngerasa gue sama Papa aja sudah cukup. Hingga akhirnya pas SMP Papa ngenalin Mamanya Satya ke gue, lalu mereka memutuskan menikah, dan yada yada ... tiba-tiba gue punya saudara cowok.”
“Sergio Bastian Darmawan dan Ajisatya Banyusuta Darmawan nggak pernah akur, kita selalu bersaing dalam berbagai hal. Prestasi, olahraga, kami bakal bersaing dan bertaruh dalam hal apapun. Termasuk dalam masalah cewek. Kita udah lakuin kompetisi dan taruhan gila ini sejak SMP, gue tahu ini terdengar gila, tapi sungguh memuaskan saat tahu kalo saudara gue yang bajingan itu kalah.”
Pria itu menjeda ucapannya sebentar, lalu tersenyum begitu lembut kepadaku. “Lalu gue pikir lo juga cuma barang taruhan kita selanjutnya, makanya gue juga berusaha deketin lo, dan membuktikan kalo kali ini pun gue yang akan menang. Gue yang bakalan dapetin hati lo. Tapi lo tahu, Kanthi? Lo beda. Satya beneran jatuh cinta sama lo, sejak awal bagi dia lo bukanlah permainan.”
“Karena cuma gue yang nganggep lo permainan, dan inilah kesalahan fatal gue. Gue terjebak dengan permainan gue sendiri. Pada akhirnya gue kalah telak di pertaruhan gue sendiri, lo cute dan gemes banget, sampai gue nggak bisa mengalihkan pandangan gue dari lo. Gue suka deket-deket lo, dan akhirnya gue jatuh cinta. Yang gue tahu, perasaan gue sudah sangatlah terlambat. Karena lo sama Satya beneran saling mencintai, gue bisa lihat itu di mata kalian.”
Dan sungguh, saat ini aku benar-benar tak tahu harus berkata apa. Oleh karena itu, sejak tadi aku hanya membisu dan membiarkan Sergio yang bicara.
“Tapi ego remaja memang nggak mau kalah, ya kan? Gue nggak suka kalian bahagia, makanya saat itu gue mancing emosi Satya dan nyebarin obrolan kami di grup. Dan itulah kesalahan paling fatal dan tolol dari Sergio Bastian Darmawan, karena hal itu bakal bikin banyak orang terluka selama sepuluh tahun ini, dan bikin gue menyesal, bahkan sampai hari ini. Gue nggak bisa kembali ke masa lalu untuk mengubah segalanya, makanya gue bakal menebus semua dosa dan membayar hutang budi gue hari ini.”
“I love you, Kanthi Tjandra. I love you sejak pertama kali lo ngasih dua plester pink norak itu. Dan selama sepuluh tahun terakhir perasaan itu masih sama, walau gue cuma bisa lihat lo dari jauh.”
“Sergi, gue—“
“Sstt ... jangan ngomong apapun, kita udah janji bakal lupain ini besok pagi, kan? Gue cuma mau bilang kalo gue mencintai lo, tapi gue tahu sejak awal lo nggak pernah buat gue. Dan itu nggak papa, karena gue tahu, suatu hari nanti yang entah kapan, perasaan ini bakal hilang. Dan akhirnya dengan lega gue bakal bilang; I don’t love you like I said yesterday,” ujarnya seraya menyanyikan lagu dari My Chemical Romance yang sontak membuat kami tertawa bersama.
Malam itu kami mengobrol banyak hal, membuka semua rahasia dan berjanji melupakan semuanya besok pagi. Pria itu juga memberikan aku sebuah map tentang semua rahasia dan puzzle selama sepuluh tahun terakhir. Ternyata Satya pernah operasi mata, itulah sebabnya mata pria itu tampak berbeda walau tatapannya masih sama—penuh cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance (Completed)
RomanceHidup seorang Kanthi Tjandra yang tenang berubah seratus delapan puluh derajat gara-gara reuni sialan yang sebenarnya sejak awal tidak ingin ia datangi. Kanthi benar-benar tak menyangka jika ia akan bertemu kembali dengan murid kelas sebelah yang pe...