iron man; shakespeare; and him

52.1K 3.9K 49
                                    

10 tahun lalu,

Karena aku tidak dapat mengambil ‘surat cinta untuk Kak Adam’ yang entah bagaimana bisa ada di tangan Sergio, akhirnya aku pun berakhir di sini. Di kursi bioskop dengan bibir cemberut dan masih mengabaikan pria itu yang sejak tadi mencoba mengajakku mengobrol.

“Lo masih marah,” ujar Sergio seraya memainkan jari telunjuknya di bahuku.

“Ish!” ujarku seraya mengempaskan tangan jail pria itu, lalu aku memelotot ke arahnya. “No genius gue nggak marah! Gue cuma pengen numbalin lo ke Nyai Roro Kidul, terus lo nggak ada lagi di dunia ini, dan gue kaya raya!” seruku seraya berbisik karena takut mengganggu penonton yang lain.

Lalu dengan jahil pria itu mendekatkan bibirnya ke telingaku. “Bad choice, Kanthi. Gue orangnya ngangenin lho.”

“Bodo amat! Ssttt ... udah nggak usah berisik, filmnya udah mau mulai!”

Saat musik opening film Iron Man 3 akhirnya terdengar, barulah Sergio yang sejak tadi terus menggodaku menutup mulutnya. Dan akhirnya kami pun mulai fokus menonton film yang dibintangi oleh Robert Downey Jr. itu.

Aku suka film superhero. Makanya, kalau Sergio hari ini tidak mengajakku nonton film Iron Man 3 yang kebetulan tayang hari ini, saat ini pasti aku dan si kampret itu masih bertengkar di samping sekolahan; dengan tingkah konyolku yang masih berusaha mengambil surat cinta untuk Kak Adam yang entah bagaimana bisa ada di tangan pria itu.

Aku menyukai Kak Adam sejak kelas 10. Sudah menjadi tradisi di SMA Pemuda kalau ujian pasti akan ada gabungan tempat duduk antara adik kelas dan kakak kelas. Nah, saat kelas 10 aku duduk di samping Kak Adam yang merupakan kakak kelas dari kelas 11 IPS. Pria berkacamata itu benar-benar punya senyum yang sangat menawan, sehingga aku benar-benar menyukai pria itu.

Lalu setelah pria itu akhirnya selesai ujian nasional, aku nekat membuat surat cinta untuknya. Tetapi surat cinta itu tidak pernah aku berikan karena aku tahu kalau Kak Adam tidak pernah menyukaiku. Ya, dia memang baik padaku, tapi aku paham betul kalau ia sama sekali tidak punya perasaan apa pun padaku. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk menghentikan apa pun perasaanku untuknya. 

Dan ini yang masih jadi tanda tanya, bagaimana surat itu akhirnya bisa ada di tangan pria itu?

Namun, aku pikirkan saja itu nanti, karena adegan pertarungan antara Tony Stark dan Aldrich Killian memang sedang seru-serunya. 

***

Mood-ku yang sejak tadi jelek membaik setelah menonton film Iron Man 3 yang menurutku sangat bagus dan memuaskan. Sungguh, aku jadi tidak sabar menunggu Thor : The Dark World yang akan tayang bulan Oktober nanti. Sejak Iron Man tayang tahun 2008, aku memang sudah menjadi penggemar MCU. 

Atau lebih tepatnya, aku memang lebih suka menonton film superhero daripada menonton Barbie atau Dora the Explorer. Sejak kecil aku juga lebih memilih main tembak-tembakan dengan para anak cowok daripada main rumah-rumahan dengan anak perempuan seusiaku.

Dan kadang aku kena omel Mama karena kalau beli baju akan lebih memilih gambar Power Rangers daripada Hello Kitty. Aku benar-benar bersyukur karena saat ini aku tinggal dengan Mama Hilda, dan aku jadi merindukan Mamaku itu. Hari ini Mama masak apa, ya?

Aku sontak mengaduh karena Sergio yang tadinya berjalan di belakangku kini berdiri di depanku tanpa aba-aba, sehingga keningku harus menabrak dadanya yang bidang.

“Aw! Mau apa lagi?” tanyaku cemberut seraya mengelus keningku sendiri.

“Gue nggak suka lo diemin.”

“Gue males ngomong sama lo! Tapi thanks karena udah ngajakin gue nonton hari ini. Gue suka filmnya.”

“Lo bener-bener bikin gue gila,” ujar pria seraya menyugar rambutnya.

Sebenarnya, kalau Sergio tidak menyebalkan, ia benar-benar punya senyum yang menawan.

Walau senyum Satya lebih menawan ... shit, please, Ta get out of my head!

“.......takdir?”

“Hah?” tanyaku seraya kembali fokus kepada Sergio.

“Gue tanya ... apa lo percaya takdir?”

“Gue cuma percaya good luck, dan bad luck.”

Karena aku sudah terlalu lelah menyalahkan takdir dan berharap banyak pada takdir. Soal semua yang aku alami adalah takdir, dan semua selalu ada jawab pada akhirnya. Aku lebih suka menjalani kehidupanku saat ini apa adanya, kalau ada hal baik maka aku akan menganggapnya sebagai good luck, kalau ada hal buruk yang terjadi maka aku akan menyebutnya sebagai bad luck. Aku tidak akan menyalahkan siapa-siapa lagi, karena nyatanya hidup memang nggak akan selalu didatangi hal-hal baik saja, kan?

“Oke, maka mari anggap hari ini gue lagi dapat good luck. Karena saat gue lagi ke perpus dan nyari buku sejarah, ada buku Romeo and Juliet di sana. Pas gue baca, surat itu jatuh. Dan ‘Dear, Kak Adam....”

Dengan pipi yang terasa terbakar aku pun langsung berjinjit dan lagi-lagi menutup mulut Sergio. Demi apa pun aku sangat malu dengan puisi yang aku tulis untuk Kak Adam di surat itu. Dan ya Tuhan ... kenapa dari seluruh murid SMA Pemuda harus Sergio yang tidak sengaja menemukan surat itu? Seharusnya surat itu aman karena nggak bakalan pernah ada murid yang mau baca buku sejarah karena gabut. Atau sekedar melirik rak sejarah di perpustakaan. 

Meh, ngapain baca soal Perang Paregreg saat komik Doraemon lebih seru dibaca! Dan Sergio sama sekali tidak kelihatan cowok yang suka baca soal Proklamasi Indonesia atau membahas tentang PKI kalau bukan soal konspirasi!

“Please, jangan bahas itu oke? Dan kalo lo besok bakal ‘nyerang’ gue lagi sama surat itu, lo bakal selalu menang.”

“Puisi lo bagus. Kenapa lo harus malu kalo misal ada yang baca? Gue pribadi, bakal happy banget kalo ada yang mau bikinin puisi kayak yang lo tulis buat Adam. Dan berarti Adam lagi kena ‘bad luck’ karena nggak pernah bakal baca puisi lo ini.”

Dan sungguh, aku hanya bisa mematung sekarang. Aku benar-benar tidak menyangka, kalau seorang Sergio akan memuji puisiku yang kata Arum najis dan kata Jessica romantis tapi tetap saja cringe

Sergio menyentil keningku yang sontak membuat bibirku lagi-lagi manyun. “Biasa aja dong lo ngeliatin guenya. Gue bukan alien dari planet Mars.”

“Lo suka sejarah sama suka baca puisi. Itu jelas lebih aneh daripada fakta kalo misal lo betulan ‘alien dari planet Mars’.”

“Nyari buku sejarah buat nugas. Dan apa yang aneh dari manusia yang suka baca puisi kalo gabut? Gue suka Sonnet-nya Shakespeare. Pride and Prejudice-nya Jane Austen nggak pernah ngebosenin, dan saat ini gue lagi baca The Great Gatsby-nya F. Scott Fitzgerald.”

Lalu selama perjalanan pulang aku tidak lagi mengabaikan seorang Sergio Bastian. Si jahil ini betulan penuh kejutan. Sergio dan Shakespeare? Benar-benar perpaduan yang aneh, tapi entah kenapa juga romantis pada saat yang bersamaan.

Second Chance (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang