sayang Adek

24.1K 1K 29
                                        

Bismillahirrahmanirrahim

Selamat membaca

Jangan lupa pencet ⭐ ya kakak

***
"Karna bagi orang tua, anak adalah segalanya"

***

"Yayah, ana ya, Mbu ya? Kok ulangnya ama, Adek tan lindu."

Obrolan kecil di sore hari antara Ibu dan anak itu membuat siapapun yang mendengarnya pasti tersenyum kecil, apalagi Ayana. Dia paham betul rindu apa yang Kiya rasakan sekarang. Tentu saja ... rindu makanan, bukan sang Ayah, wong baru tadi pagi ketemu.

Rindu dalam tanda kutip itu terus Kiya katakan kalau dirasa Ayahnya belum pulang juga di waktu biasa, alasannya tentu saja karna sekarang sejak sang Ibu hamil, Afka selalu membeli makanan saat pulang kerja, dan tentu saja si kecil bontot itu tidak mau ketinggalan memesan.

"Ayahnya kan kerja, Dek," kata Ayana sambil mengucir rambut anaknya yang kembali berantakan. Tadi Kiya habis bermain salon-salonan dengan bonekanya.

"Tok lama? Malin-malin ndak ama. Adek tan ngin pat temu-temu, Yayah." Mulutnya mulai maju mundur karna kesal, belum melihat batang hidung Ayahnya.

"Sekarang Ayahnya ada rapat, Dek. Jadi pulangnya agak lambat. Adek kenapa, lapar ya, mau makan dulu?" tanya Ayana sambil mengusap pelan bibir mungil putrinya yang cemberut itu, begitu menggemaskan dan lucu.

"Ndak au," katanya sambil menggelengkan kepala, membuat rambutnya yang dikucir itu ikut bergoyang, "anti law mam cekalang, uek-uek agi tayak, Mbu."

Beberapa hari yang lalu saat Afka juga agak lama pulangnya, Kiya memang makan terlebih dahulu, lalu waktu ayahnya pulang dia kembali makan roti bakar pesanannya yang membuat perutnya bengah lalu muntah.

"Yaudah, kalau gitu tunggu Ayah pulang bentar lagi ya, Dek. Kata Ayah dia udah di jalan kok." Ayana mencoba memberi pengertian.

Kiya bungkam, dia memilih membaringkan kepalanya di atas paha sang Ibu, sebenarnya ia ingin dipangku tapi mengingat pesan sang Ayah, tidak jadi. Matanya menatap siaran Televisi yang menampilkan siaran anak-anak kesukaannya, si kembar botak negara tetangga.

Saat iklan Kiya beralih menatap ke arah sang Ibu yang sekarang tengah tersenyum kecil menunduk melihat ke arahnya, tangan lembut Ibunya terasa membelai pucuk kepala, dan itu sangat nyaman. "Mbu napa tenyum?" tanyanya heran.

Ayana menggeleng pelan, lalu membungkuk untuk mencium kening Kiya.

"Ibu senang, karna ada Adek sekarang. Ibu sayang banget sama kamu, Nak," kata Ayana dengan nada amat teramat bahagia, Kiya adalah segalanya, manusia kedua yang amat dia cintai setelah Suaminya, Afka.

Kiya menganggukkan kepalanya pertanda paham. "Adek uga tayang, Mbu. Tayang Yayah Uga. Tayang Onty uga, okoknya temuanya Adek tayang ... onty onlen uga," katanya sambil tersenyum senang.

"Sama Adik bayi sayang, ngak?" tanya Ayana sambil membawa tangin mungil Kiya ke atas perutnya.

Kiya terdiam sejenak, memandang wajah dan perut ibunya bergantian. "Tayang, pi Adeknya ndak oleh nataln, law nataln, Adek ndak tayang." Seolah paham Kiya mengusap pelan perut ibunya, kemudian mendekatkan wajahnya untuk mencium, seperti yang sang Ayah sering lakukan.

"Angan nataln ya Dik ayi, anti Adek digit. Kalang gigi Adek dah Anyak." Oho, ceritanya sekarang sedang pamer gigi pada Adik bayi.

"Adik bayinya ngak nakal lagi kok, Dek. Jadi, Adek harus sayang, ya."

Kiya mengangguk dengan semangat, mendudukan kembali tubuhnya agar bisa menatap sang Ibu lebih leluasa. "Tapan Adik ayi nya lahil telual, Mbu?" tanyanya antusias.

Happy familyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang