iya in ajalah

18.5K 1.1K 138
                                        

Bismillahirrahmanirrahim

Jangan lupa pencet ⭐ ya onty, koment juga yang banyak.

Ini part nya garing banget tapi semoga terhibur ya.

Selamat membaca 😊

***

Pukul setengah empat Ayana bangun karna mendengar alarm yang memang sengaja dipasangnya.

Memperhatikan keadaan sekitar, Ayana bangkit menyambar handphonenya untuk mematikan suara, mengambil ikat rambut yang ada di nakas, sebelum melangkah menuju kamar mandi.

Ini sahur pertama mereka tahun ini, dan Ayana harap Ramadhan tahun ini menjadi berkah untuknya dan keluarga, terutama untuk Kiya dan bayi yang ada dalam kandungannya.

Setelah mencuci muka, Ayana melangkah mendekati ranjang yang di atasnya ada anak beserta sang suami, mereka tidur saling memeluk dengan wajah Kiya berada tepat di bawah ketiak ayahnya.

Senyum Ayana terbit melihat posisi tidur itu, walaupun kalau mata indah itu terbuka mereka lebih sering beradu kesal tapi kalau mau tidur jangan ditanya, anak gadisnya itu tidak akan mau tidur kalau tidak di puk-puk dulu pantatnya oleh tangan besar sang ayah.

"Mas," panggil Ayana pelan sambil menepuk pelan lengan Afka yang begitu keras di kulitnya.

Afka hanya berguman, mengubah posisi tidur semakin rapat ke arah si Adek.

Ayana tahu suaminya itu sekarang pasti sangat kelelahan mengingat semalam sehabis acara dia harus membantu orang-orang menggeser kembali beberapa perabot ke tempat semula agar tempat acara pengajian semalam lebih lapang.

"Mas, bangun ... udah jam setengah empat, sahur dulu," ulang Ayana sekali lagi, dan kali ini sukes membuat Afka membuka mata.

Meregangkan tubuhnya Afka mendongak menatap istrinya yang sekarang tengah duduk di pinggir ranjang tepat di sampingnya.

"Ngantuk banget, Ay," bisik Afka dengan suara serak khas bangun tidur.

"Bangun dulu, sahur. Nanti habis subuh dilanjut lagi." Tangan Ayana terangkat mengusap wajah lelah sang suami.

Mengecup singkat kepala putrinya, akhirnya Afka mendudukan diri.

"Ngak usah puasa ya, Ay. Nanti kenapa-kenapa," kata Afka sambil mengusap pelan perut Ayana yang sudah semakin membuncit.

"Hm ... Ay coba nyampe jam berapa tahan aja ya Mas. Janji ngak bakalan maksa, deh."

"Janji ngak bakalan maksa?" Ulang Afka sambil mengulurkan jari kelingkingnya.

Ayana mengangguk singkat, menautkan jari kelingking beda ukuran itu, "janji," jawab Ayana mantap.

Afka hanya mengangguk pasrah, dilarang pun Ayana bakalan tetap kekeh jika menyangkut hal seperti ini.

"Pokoknya nanti kalau perutnya udah bunyi, lapar. Kamu harus makan!" Putus Afka yang diangguki Ayana.

"Iya, Ayah," kata Ayana yang lansung dihadiahi Afka kecupan singkat di bibir manisnya.

Si Adek yang tidurnya sudah terganggu saat sang ayah mengecup singkat keningnya tadi perlahan mulai membuka mata.

Matanya yang tadi masih menyipit menyesuaikan cahaya yang masuk, lansung membola saat melihat kedua orang tuanya saling mengecup.

"Huaaa, napa tium-tium ni, ey," pekiknya histeris.

Afka dan Ayana yang mendengar itu hanya bisa terkikik pelan, sudah tau tabiat putrinya yang senang teriak sehingga telinga mereka seolah sudah di setting, tidak terlalu kaget.

Happy familyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang